TELADAN KISAH MASUK ISLAMNYA PANGLIMA QURAISY
KHALID BIN AL WALID
Allen Dio
Pradityo
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia
Email:
ABSTRAK
Jurnal ini tentang teladan kisah
masuk Islamnya panglima Quraisy Khalid Bin Al-Walid serta implikasinya terhadap
kehidupan kita sehari-hari. Jurnal ini bertujuan untuk menambah wawasan kita
tentang masuknya Khalid Bin Walid kedalam Islam dan bagaimana caranya agar kita
bisa meneladani sifat dari sahabat nabi yaitu Khalid Bin Walid. Cerita ini
diambil dari beberapa sumber artikel yang terkait tentang masalah kisah Khalid
Bin Walid baik artikel Nasional maupun Internasional yang meliputi yaitu, 1).
Silsilah Khalid Bin Walid, 2) Kisah saat sebelum Khalid masuk kedalam Islam. 3)
Masuknya Khalid Bin Walid ke dalam Islam, 4) Diskusi, 5) Implementasi Adapun Implementasi terhadap kehidupan
sehari-hari yaitu banyak teladan yang bisa kita ambil dari cerita Khalid, jika
kita semakin memahami cerita khalid maka kita akan lebih mudah menata niat kita
terhadap Allah, segala sesuatu membutuhkan usaha yang sangat keras tidak ada
suatu cita-cita yang diraih hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan hal
apapun yang akan membawa kita menuju pada cita-cita kita sendiri seperti halnya
Khalid yang menjadi ahli seni berpedang karena kegigihannya belajar sedari
kecil, sebuah pangkat hanya mendatangkan kesenangan sementara begitupula dunia
hanya berisi kesenangan semata tidak bisa dibandingkan dengan akhirot yang
lebih baik dari pada dunia dan seisinya yang kekal dan mendatangkan banyak
manfaat, serta kita bisa menjadi manusia yang lebih ikhlas jika kita
mendapatkan berita buruk atau musibah yang menimpa pada diri kita.
Kata Kunnci: Khalid, Panglima, Masuk
Islam, Pembelajaran
PENDAHULUAN
A. Silsilah Khalid Bin Walid
Nama lengkap Khalid adalah Khalid bin Al-Walid bin
Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah, dan
nasabnya bertemu dengan Rasulullah SAW pada Murrah. Khalid dijuluki dengan nama
Abu Sulaiman dan juga dengan Abu Walid.1 Khalid bin Al- Walid merupakan seorang
dari keturunan Bani Makhzum2, yaitu salah satu Bani yang terpandang di Quraisy.
(Al-walid and Al-mughirah, 2014)
Ayah Khalid bernama Al-Walid bin Al-Mughirah, ia
adalah seorang bangsawan dikalangan kaum Quraisy pada masa Jahilliyah. Pada
permulaan Islam ayah Khalid, Al-Walid bin Al-Mughirah sangat membenci Islam,
bahkan dia dikenal sebagai orang yang paling sengit memusuhi dakwah Islam.
Al-Walid bin Al-Mughirah adalah orang yang paling kuat tekanannya kepada para
penganut Islam3. Ibunya bernama Lubabah Ash-Shughra binti Al-Harits dari Bani
Hilal bin Amir. Ia adalah saudara perempuan Ummul Mukminin Maimunah binti
Al-Harits istri Rasulullah SAW, dan saudara Lubabah Al- Kubra yang merupakan
istri Al-Abbas paman Rasulullah SAW dan dijuluki Ummul Fadhl. Ibunda Khalid bin
Al-Walid meninggal dunia sebagai seorang Muslimah setelah Khalid meninggal
dunia.
Khalid bin Al-Walid lahir di Makkah dan ia memiliki
beberapa saudara, di antaranya yaitu: pertama, Imarah bin Al-Walid yang dikirim
kaum Quraisy bersama Amru bin Al-„Ash untuk menarik kembali umat Islam yang
berhijrah dari Habasyah. Kedua, Hisyam bin Al-Walid, yang termasuk mereka
orang- orang yang dilembutkan dan ditaklukkan hatinya dan masuk Islam. Ketiga,
Al-Walid bin Al-Walid yang ikut serta dalam Perang Badar sebagai pasukan musuh
atau musyrik. Kemudian ditawan oleh Abdullah bin Jahsy. Adapula yang
menyebutkan ditawan oleh Salik Al-Mazini Al-Anshari. Al-Walid akhirnya bebas
dari tawanan karena telah ditebus oleh Hisyam. Al-Walid bin Al-Walid saat tiba
di Makkah, ia memproklamasikan keislamannya dan ia ikut serta bersama Rasulullah
SAW dalam Umrah Qadha. Keempat, Fathimah binti Al-Walid bin Al-Mughirah.
Khalid bin Al-Walid sendiri adalah paman Umar Bin
Khathab dari pihak ibu. Sewaktu masa kanak-kanak, Khalid bin Al-Walid pernah
bergulat dengan Umar bin Khathab. Khalid mampu mengalahkan Umar dengan
mematahkan tulang betisnya. Masing-masing dari keduanya memiliki postur tubuh
yang sama, wajah mereka berdua juga tampak mirip5. Umar bin Khathab juga lahir
di Makkah tiga belas tahun sesudah kelahiran Rasulullah.
Keluarga Khalid bin Al-Walid memiliki kedudukan
penting dan terhormat di kalangan suku Quraisy. Ayah Khalid bin Al-Walid, yaitu
Al- Walid bin Al-Mughirah adalah seorang tokoh utama di kalangan Bani Makhzum
dan ia merupakan seorang hartawan yang selalu memberi makan para jama‟ah haji di
Mina dan melarang mereka memasak selain dirinya. Ia juga membiayai seluruh
jama‟ah haji dalam jumlah besar, sehingga ia mendapat julukan Raihanah Quraisy
(penghidupan/rezeki kaum Quraisy).
Akan tetapi Al-Walid bin Al-Mughirah meninggal dunia
dalam kesesatannya karena ia termasuk golongan yang sama seperti lainnya yang
suka memperolok-olok agama Islam dan Nabi Muhammad, sebagaimana yang disebutkan
dalam firman Allah, “sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan)
orang-orang yang memperolok-olok (kamu)”. (Al- HIJR:95). Al-Walid meninggal
dunia karena anak panah yang menancap pada dirinya hingga membuat terluka parah
dan mengakibatkan ia meninggal dunia. Al-Walid meninggal dunia tiga bulan
setelah Hijrah dan dalam usia sembilan puluh lima tahun dan dimakamkan di Jahun
Makkah.
Khalid bin Al-Walid memiliki beberapa paman
diantaranya, yaitu Hisyam bin Al-Mughirah yang merupakan salah satu tokoh utama
Quraisy di Makkah pada masa jahilliyah. Lalu Al-Fakihah bin Al- Mughirah, ia
adalah orang terhormat di kalangan bangsa Arab pada masanya. Paman Khalid yang
lainnya adalah Abu Hudzaifah, yang merupakan salah satu dari empat tokoh yang
memegang ujung-ujung selendang dan membawa Hajar Aswad ke tempatnya di Ka‟bah.
Dan ada juga paman Abu Umayyah bin Al-Mughirah, yang mendapat julukan Zad
Ar-Rakib yang berarti pembekalan para Musafir karena ia terbiasa melengkapi dan
mempersiapakan pembekalan kepada sahabatnya tanpa harus sahabatnya bersusah
payah untuk mempersiapkan perbekalan. Mereka semua merupakan keturunan Bani
Makhzum yang mempunyai pengaruh kuat di kalangan suku Quraisy ketika
masing-masing keluarga terpisah-pisah.
Di Suku Quraisy terdapat Bani Hasyim, Bani Umayyah,
dan Abdud Darda mereka ini merupakan tiga marga dalam suku Quraisy yang kuat,
dan ketiga suku tersebut bertemu pada satu kakek yang lebih dekat dengan kakek
yang mempertemukan mereka dengan Bani Makhzum, yaitu Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟ay
bin Ghalib bin Fahr, yang merupakan kakek seluruh kaum Quraisy.
Sebelum ayahnya meninggal dunia, Khalid bin Al-Walid
telah menikah dan mempunyai dua orang anak laki-laki bernama Sulaiman dan
Abdurrahman sehingga Khalid mendapat sebutan Abu Sulaiman. Selain itu Khalid
bin Al- Walid memiliki banyak sahabat di mana ia pergi bersama untuk menunggang
kuda, berburu, dan jika tidak sedang berburu mereka mendendangkan bait-bait
syair sambil minum. Di antara mereka itu adalah Amru bin Al-Ash, Abul Hakam
Amru bin Hisyam bin Al-Mughirah, dan putra Abu Hakam yaitu Ikrimah yang menjadi
sahabat dekat Khalid bin Al-Walid. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
B. Khalid bin Walid
Sebelum Masuk Islam.
Saat Al-Walid meninggal dunia akibat penyakit yang
dideritanya, muncullah Khalid bin Al-Walid menggantikan posisi ayahnya.
Orang-orang Quraisy sangat berkeinginan agar Khalid tetap berdiri di pihak
mereka untuk melawan kaum Muslimin, terutama setelah setelah Hamzah bin Abdul
Munthalib dan Umar bin Khatab masuk Islam. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
Sebelum
menganut Islam, Khalid adalah seorang pahlawan Quraisy yang ditakuti dan
penanggung kuda yang hebat. Dalam perang Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam
barisan kaum musyrik. Ia mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak
kasar, cenderung pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan. Tak pernah ia gentar
menghadapi lawan di medan perang, tak pernah takut kepada siapa pun. Sifat
Khalid pada saat sebelum masuk Islam, Ia sangat menentang sekali terhadap agama
Islam. Ayahnya selalu memperbincangkan agama Islam kepada anak-anaknya serta
kerabat lainnya. Penentangan Khalid terhadap Islam semakin besar dengan masuk
Islamnya Al-Walid bin Al-Walid, saudara Khalid bin Al-Walid saat Perang Badar
telah usai.
Pada
masa kecil, Khalid mempelajari segala sesuatu yang dipelajari anak-anak
seusianya, yang dipersiapkan untuk perang dan adu ketangkasan berkuda serta
sifat-sifat kepemimpinannya. Khalid bin Al-Walid tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan yang terhormat dan paling kaya dalam komunitas masyarakatnya. Nenek
moyangnya kakek-nenek ataupun paman- pamannya adalah Ra’is Ibn Ra’is (Pemimpin
Putra Sang Pemimpin) di mana tidak ada seorang pemimpin pun pada masa
jahiliyyah yang melebihi kepemimpinannya. Ketika memasuki usia remaja, Khalid bin
Al-Walid merasakan sedikit kesombongan karena ia adalah putra seorang pemimpin,
karena ayahnya adalah seorang pemimpin dan tokoh utama Bani Makhzum yang
merupakan salah satu marga terpopuler dan terkuat di kalangan suku Quraisy.
Khalid bin Al-Walid senantiasa belajar tentang
ketrampilan berperang bersamaan dengan mengasah kemampuannya menunggang kuda,
belajar menggunakan berbagai jenis persenjataan seperti tombak, lembing, anak
panah, dan pedang lainnya. Ia juga belajar berperang menggunakan tombak dan pedang
di atas punggung kuda dan ketika berjalan kaki.
Ketika Khalid bin Al-Walid sampai pada usia dewasa,
maka fokus utama perhatiannya tertuju pada perang dan bagian perhatian ini
kemudian lebih mendominasi pikirannnya secara signifikan. Khalid banyak menghadapi
berbagai pertempuran dan senantiasa meraih kemenangan besar, dan ia pun menjadi
pahlawannya. Semua itu mampu diraihnya disepanjang hidupnya pada masa jahilliya
sebelum masuk Islam. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
C. Khalid Bin Walid Masuk
Islam
The Prophet said: "Khâlid
bin Waleed! On the basis of your intelligence, understanding and foresight I
was very hopeful that one day you would f1nally accept Islarn.
‘Nabi berkata:
"Khâlid bin Waleed Atas dasar kecerdasan, pengertian dan pandangan ke
depan, saya sangat berharap suatu hari nanti Anda akhirnya akan menerima Islam.”
Nabi
bersabda seperti ini karena Khalid adalah seorang yang cerdas, pengertian dan
pandangan ke depan artinya pintar dalam strategi peperangannya, mengambil
keputusannya dan bisa menempatkan pilihan yang terbaik pada saat keadaan
terdesak seperti saat peperangan uhud disaat kaum Quraisy sudah mulai mengalami
kekalahan tapi dengan kepiawaian Khalid dalam melihat kesempatan akhirnya bisa
membalikkan keadaan sehingga umat islam mengalami kekalahan”.
Pada tahun Perjanjian Hudaibiyyah
saat Rasulullah SAW dan kaum Muslimin mengunjungi Masjidil Haram, Khalid dengan
bala tentaranya bermaksud menghalau Rasulullah SAW beserta kaum Muslimin dari
Masjidil Haram. Akan tetapi Khalid menemukan mereka sedang melakukan shalat
berjama‟ah bersama Nabi SAW sebagai imam mereka. Pemandangan inilah yang
kemudian hati Khalid bergetar serta menimbulkan kesan yang sangat dalam pada
jiwanya.
Diceritakan bahwa peristiwa Umrah Qadha, Khalid bin
Al-Walid telah pergi meninggalkan Makkah. Khalid bin Al-Walid berkata: Ketika
Allah mengharapkan kebaikan dariku, Dia memancarkan kasih sayang Islam ke dalam
hatiku. Nalar merasuki pikiranku, dan aku berkata, “Aku telah menyaksikan tiga
perang, yang semuanya melawan Muhammad. Di setiap pertempuran yang kusaksikan,
aku pulang dengan perasaan bahwa aku berada di sisi yang salah, dan bahwa
Muhammad pasti akan menang.” Saat Rasulullah pergi ke Hudaibiyah, aku pergi
bersama pasukan kaum musyrik dan menemui Rasulullah dan pengikutnya di „Usfan.
Aku berdiri di barisan depan, dan melawannya. Tetapi ia lantas melakukan shalat
Zuhur dengan pengikutnya, dan mereka aman dari kami, meskipun kami sedang
berencana menyerangnya, dan kami tidak dapat melakukan serangan terhadapnya. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
Ada kebaikan dalam diri beliau, dan
kami melihatnya dengan mata hati kami. Saat ketakutan beliau melakukan shalat
pada waktu „Asar, bersama dengan pengikutnya. Hal ini mengesankan bagiku, dan
aku berkata, “Laki-laki ini dilindungi.” Kami berpisah dan beliau mengambil
jalur yang menyimpang dari pasukan berkuda kami dan mengambil jalan ke kanan.
Saudaraku Walid bin Al-Walid masuk ke dalam Mekkah
bersama Nabi, di saat „Umrah Qadiyya. Ia mencariku, tetapi tidak dapat
menemukanku, jadi dia menulis surat untukku. Surat itu berbunyi, “Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Dan kata berikutnya, “Aku tidak
melihat hal yang lebih ganjil daripada melihatmu terus menjauhi dari Islam. Kau
punya pemikiran yang begitu baik. Bisakah seseorang tidak melihat Islam?
Rasulullah menanyaiku tentangmu. Beliau bertanya, „Di mana Khalid? Aku
menjawab, „Allah akan menuntunnya.‟ Rasulullah berkata, „sepertinya tidak ada
orang yang akan mengabaikan Islam. Sesungguhnya, akan lebih baik jika dia
menaruh kecerdasan dan keteguhannya bersama kaum Muslim, dan bukan bersama kaum
Musyrik. Kami akan memilihnya di atas orang-orang lain, atau kami akan
menjadikannya pemimpin atas oarang-orang lain. Jadi, pahamilah, wahai
saudaraku, apa yang sedang melewatimu saat ini. Banyak kesempatan baik yang
telah terlewatkan olehmu”.
Saat suratnya tiba di tanganku, aku menjadi ingin
pergi keluar. Suratnya menambah ketertarikanku terhadap Islam dan kata-kata
Nabi membuatku senang. Khalid mengatakan: aku bermimpi, aku sedang pergi dari
tanah yang penuh najis dan memperihatinkan, dan datang ke tanah yang hijau
subur dan luas. Aku menceritakan mimpi itu kepada Abu Bakar, dan ia berkata,
“Tujuan yang ditunjukkan Allah kepadamu adalah Islam. Kemiskinan yang melandamu
sebelumnya disebabkan oleh kemusyrikan”.
Ketika aku bertekad untuk menemui
Rasulullah aku bertanya, “siapakah
yang menemaniku bertemu dengan Rasulullah?” Lalu aku
bertemu dengan Shafwan bin Umayyah dan aku mengajaknya tetapi Shafwan menolak
ajakanku, kemudian aku berjumpah dengan Ikrimah bin Abu Jahal dan aku
mengajaknya seperti ajakanku kepada Shafwan, dan ia pun juga menolak sama
dengan Shafwan. Lalu aku berakata kepadanya, “Lupakanlah apa yang aku katakan
padamu ini.” Ia berkata, “Aku tidak akan menyebutnya lagi.” Aku masuk ke dalam
rumahku dan memerintahkan agar tungganganku disiapkan. Aku lalu pergi
bersamanya sampai bertemu dengan „Ustman bin Thalhah. Aku berpikir: sungguh,
dia adalah seorang kawan. Aku akan mengutakan niatku kepadanya. Aku menyebutkan
kerabatnya yang terbunuh sebelumnya, meskipun aku tidak suka mengingatkannya
akan hal itu. Setelah itu, aku bertanya: apa yang terjadi kepadaku? Aku harus
pergi menit ini juga, aku menyebutkan bagaiman masalah ini telah
mempengaruhinya, dan kataku: Jelas, kita bagaikan rubah yang berada di dalam
lubang. Jika ada seember air dituang ke dalam lubang itu, rubah tersebut akan
pergi.
Ia cepat-cepat menjawabku, “Sungguh,
aku akan berangkat hari ini, dan
aku pun ingin pergi. Tetapi tungganganku tertahan di
Fakh.” Ia mengatakan: aku bersepakat dengannya untuk bertemu di sekitar Ya‟jaj.
Jika ia pergi terlebih dahulu, dia akan menungguku, dan jika aku yang berangkat
lebih dulu, aku akan menunggunya. Ia mengatakan: Kami berangkat saat larut
malam, dibagian terakhir malam, dan fajar belum lagi terbit saat kami sampai di
Ya‟jaj. Kami berangkat agi sampai tiba di Hadda, dan menemukan „Amr bin „Ash di
sana.
Ia berkata, Assalamu’alaikum.” Dan
kami menjawab, Dan kepadamu.”
Dia bertanya, Apa tujuan kalian?” kata kami, “Apa yang
membuatmu ada di sini?” ia membalas lagi. “dan apa yang menyebabkan kalian
pergi?” Kami menjawab, “kami ingin memeluk Islam dan mengikuti Muhammad.” Ia
berakata, “itu juga menyebabkanku melakukan perjalanan ini.” Kemudian kami
berjalan bersama-sama sampai kami tiba di Madinah, dan lantas mengistirahatkan
kendaraan kami di Harrah. Rasulullah telah diberitahu mengenai kedatangan kami
dan beliau bersuka cita mendengar kabar tersebut. Aku menggenakan salah satu
pakaian terbaikku dan datang ke hadapan Rasulullah. Saudaraku menyambutku. Ia
berkata, “Cepatlah, Rasulullah telah diberitahu tentang kedatanganmu dan beliau
bersuka cita atas kehadiranmu, dan sedang menanti dirimu.” Aku berjalan
bergegas, dan datang kepada beliau. Beliau terus tersenyum, sampai aku berhenti
di hadapannya.
Aku memberikan salam dan menyatakan
berserah pada kenabiannya.
Beliau membalas salamku dengan wajah gembira. Aku
lantas berujr, Aku besaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau
adalah utusan- Nya.” Beliau berkata, “segala puji bagi Allah yang telah memberi
hidayah kepadamu. Aku telah mengetahui kecerdasanmu dan berharap Islammu hanya
akan menuai kebaikan.” Aku menjawab, ya Rasulullah, engkau melihatku apa yang
kusaksikan tempat-tempat penentangan atasmu berlangsu: orang-orang yang keras
kepala menolak kebenaran. Bisakah engkau meminta kepada Allah untuk
mengampuniku?” Rasulullah menjawab, „Islam meninggalkan apa yang terjadi
sebelum Islam. Kataku lagi. “Ya Rasulullah sejak saat itu?” maka beliau berkata
lag, “Ya Allah, mohon ampunilah Khalid, dan semua yang pernah dia lakukan dalam
merintangi orang-orang di jalan-Mu.”
Kemudian Amru dan Ustaman maju
kedepan dan keduanya dibaiat
Rasulullah. Kedatangan kami di Madinah adalah pada
bulan Shafar tahun 8 H. Demi Allah, Rasulullah berada sama tinggi denganku,
sama dengan posisi beliau dengan sahabatnya tentang apa yang terjadi pada
sahabatnya itu. Sejak aku masuk Islam Rasulullah tidak pernah meninggalkanku
ikut bermusyawarah dalam urusan-urusan yang dihadapinya.
Khalid bin Al-Walid memulai hidup baru dalam
masyarakat Islam di Madinah setelah ia masuk Islam, sementara perjanjian damai
Hudaibiyyah masih berjalan. Perdamaian ini terus berjalan sampai pada tahun 8
H, Khalid masuk Islam pada awal bulan Shafar dan ikut dalam Perang Mu‟tah, dua
bulan sebelum penaklukan kota Makkah. Perang Mu‟tah ini adalah perang pertama
yang diikuti oleh Khalid setelah ia masuk Islam. Dalam perang ini Khalid belum
diangkat sebagai panglima atau ditugasi sebagai pemimpin oleh Rasulullah.
Pasukan Islam berjumlah 3000 pejuang,
di antara mereka adalah Khalid bin Al-Walid. Rasulullah mempercayakan panji
perang kepada tiga orang dan menjadikan komandonya secara berurutan. Rasululah
bersabda, “Zaid bin Haritsah kutunjuk menjadi komandan pasukan; jika Zaid
terbunuh, maka Ja’far bin Abi Thalib akan menggantikannya; dan jika Ja’far
terluka, Abdullah bin Rawwahah yang akan menggantikannya. Apabila Abdullah juga
terluka, maka kaum Muslim akan menunjuk seorang pria dan menjadikannya pemimpin
mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)21. Pasukan Islam telah bersiap dan mulai
berjalan keluar pada hari Jum‟at tahun 8 H. mereka berjalan sampai mereka tiba
di sebuah desa di negeri Syam yang bernama Ma‟an. Mereka mendapatkan kabar
bahwa Heraklius telah berada di Ma‟ab di tanah Al-Balqa‟ bersama 100.000
pasukan Romawi lalu ikut bergabung bersama 100.000 pasukan dari kabilah-kabilah
Arab yang menjadi sekutu mereka, sehingga jumlah keseluruhan pasukan Heraklius
200.000 personel.
Dua pasukan akhirnya bertemu dan
terjadilah pertempuran sengit antara dua belah pihak. Panglima pasukan Islam
yang pertama terbunuh adalah Zaid bin Haritsah dalam kondisi maju ke depan.
Kemudian Ja‟far bin Abi Thalib mengambil bendera dengan tangan kanannya
menggantikan posisi Zaid. Tangan kanan Ja‟far terputus, lalu ia mengambil
bendera dengan tangan kirinya, tangan kirinya pun terputus, lalu ia meletakkan
dalam pangkuannya sampai ia gugur di medan perang. Kemudian Abdullah bin
Rawahah mengambil bendera dan maju menaiki kudanya. Lalu ia maju ke depan
melanjutkan berperang sampai ia gugur di medan perang sebagai syuhada. Kemudian
Tsabit bin Arqam bin Tsa‟labah Al-Anshari mengambil bendera dan mulai berseru
kepada kaum Anshar, dan orang-orang datang mendekatinya dari berbagai arah,
tetapi hanya sedikit. Lalu ia berkata, “ikutlah bersamaku, pasukan!” dan mereka
berkumpul di dekatnya.
Ia mengatakan: Tsabit melihat ke arah khalid
dan berkata, “Abu Sulaiman, ambilah bendera ini.” Khalid menjawab, Tidak, aku
tidak akan mengambilnya, karena engkau lebih pantas memegangnya daripada aku.
Kaulah orang yang lebih senior di antara kita, dan kau juga yang ikut dalam
Badar.” Tsabit berkata, “Ambillah kau, karena, Demi Allah, aku tidak akan
mengambilnya kecuali untukmu”. Pasukan menyetujui atas Khalid bin Al-Walid.
Kata Tsabit, “Apakah kalian sepakat dengan Khalid?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka
Khalid mengambil bendera itu dan orang-orang melihatnya dan Khalid langsung memimpin
pasukan untuk berperang.
Mengawali kepemimpinannya dalam Perang Mu‟tah, Khalid
bin Al-Walid berkata, “Beri aku sebilah pedang!” Mereka memberinya. “lindungi
punggungku!”. Pedang pertama yang dipergunakan oleh Khalid patah. Pedang kedua
diserahkan dan ternyata patah juga, lalu pedang ketiga dan seterusnya. Dalam
pertempuran itu tidak kurang dari 9 buah pedang dipergunakan oleh Khalid bin
Al-Walid dan pedang yang terakhir digunakan yaitu pedang Yaman. Khalid
menghimpun seluruh pasukan dan mengeluarkan seluruh pasukan dan mengeluarkan
maklumat, “kita harus menata ulang barisan.” Tetapi, ia kemudian mengatakan,
“kita tidak akan menarik mundur kekuatan sekaligus. Karena jika tentara Romawi
mencium muslihat ini, mereka pasti akan memburu kita.” Malam itu mereka
merundingkan perubahan taktik perang. Satuan tempur di barisan terdepan digeser
ke belakang, sayap kanan bertukar posisi dengan sayap kiri. Seratus orang
prajurit diperintahkan untuk keluar dari medan tempur dengan diam-diam. Khalid
berpesan, “setelah itu, masuklah kembali ke medan perang sepuluh demi sepuluh
sambil meneriakkan takbir, sehingga musuh mengira bahwa mereka adalah bala
bantuan yang didatangkan dari Madinah.”
Pada pagi hari, pertukaran posisi
dilakukan, dan bersamaan dengan itu, sepuluh personil pasukan berkuda memasuki
medan tempur seraya mengumandangkan takbir. Khalid meminta pasukan berkuda
untuk membuat debu bertebaran dan suara detak kaki kuda yang keras. Debu
membumbung tinggi ke angkasa. Sepuluh pasukan berkuda kedua menyusul dan
diikuti oleh satuan-satuan berikutnya. Sehingga pasukan Romawi mengira pasukan
Islam telah mendapat bala bantuan dan semangat mereka menjadi kendur. Pasukan
Romawi mundur, dan Khalid bin Al-Walid menarik pasukannya dari medan
pertempuran24 dan peperangan pun telah berakhir.
Rasulullah diperlihatkan oleh Allah
adegan Perang Mu‟atah, lalu Rasulullah memberitahukannnya kepada para
sahabatnya. Beliau bersabda, “Wahai manusia, telah dibukakan pintu kebaikan
(Nabi mengulangnya tiga kali) aku kabari kalian tentang pasukan kalian yang
sedang berperang ini. Mereka telah bergerak dan bertemu dengan musuh, Zaid
telah gugur sebagai syahid, maka mintalah ampunan untuknya. Kemudian Ja’far bin
Abi Thalib mengembil bendera lalu ia gugur sebagai syahid, maka mintalah
ampunan untuknya. Kemudian Abdullah bin Rawahah mengambil bendera dan terus
bertahan sampai ia gugur sebagai syahid, maka mintalah ampunan untuknya.
Kemudian Khalid bin Al-Walid mengambil bendera dan ia bukan salah seorang
panglima perang, ia adalah pemimpin dirinya sendiri, tetapi ia adalah pedang
Allah yang kembali dengan nembawa kemenangan.”
Anas bin Malik meriwayatkan sebagai
berikut:
ل
َ اَقَ ف ُرَ بَلجا ُمُهَ يِت أَي ْنَا َلْبَ ق ِساَّنلِل ٍةَحاَوَر َنْباَو اًرَفْعَجَو اًدْيَز ىَعَ ن ِللها َلْوُسَر َّنِا
ة
ٍ َحاَوَر َنْبِااَه َذَخَا َُّثُ َبْيِصُاَف ٌرَفْعَج اَه َذَخَا َُّثُ َبْيِص
ُاَف
ٌدْيَز َةَياَّرل اَذَخَا
ُللها
َحَتَ ف َّتََّح ِللها ِفْوُ يُس ْنِم ٌفْيَس َةَياَّرلا َذَخَا َّتََّح ,ِناَفِرْدَت ُهاَنْ يَعَو , َبْيِصُأَف .م
ْ ِهْيَلَع
Artinya: “sesungguhnya Rasulullah
saw. memberitahukan kepada orang banyak tentang kematian Zaid, Ja’far dan
Abdullah bin Rawahah sebelum ada seorang pun yang membawa kabar kematian
mereka.” Nabi berkata “ bendera dipegang oleh Zaid ia terbunuh. Selanjutnya
bendera itu dipegang Ja’far sampai ia terbunuh. Setelah itu bendera dipegang
oleh Abdullah bin Rawahah sampai ia terbunuh. Selanjutnya bendera itu dipegang
oleh salah satu daripada pedang Allah (Khalid) sampai Allah memberikan
kemenangan. (HR. Bukhari).
Panji dipegang oleh Khalid bin
Al-Walid berdasarkan kesepakatan
sahabat, bukan Rasulullah. Sejak itulah Rasulullah
menjuluki Khalid sebagai Saifullah Al-Maslul (Pedang Allah yang terhunus). (HR.
Bukhari).
Sejak saat itu Khalid sering ikut
berperang di barisan kaum Muslim
untuk membela Islam bersama Rasulullah. Setelah
penaklukan kota Makkah Rasulullah mengutus Khalid untuk menghancurkan berhala
Uzza dan beberapa perang di masa Rasulullah lainnya. Khalid juga ikut serta
dalam berbagai ekspansi pada masa pemerintah
an Khalifah Abu Bakat Ash-Shiddiq, dan Umar bin
Al-Khatab. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
DISKUSI
"What an excellent slave of Allah: Khalid ibn
al-Walid, one of the swords of Allah, unleashed against the unbelievers!" (Life, Ten and Paradise, 2010)
"Apa hamba Allah yang sangat baik: Khalid ibn
al-Walid, salah satu pedang Allah, melepaskan diri dari orang-orang yang tidak
beriman!"
Ketika Nabi memberi Khalid gelar ini, dia benar-benar
menjamin kesuksesannya dalam pertempuran di masa depan. Beberapa
sejarawan menggambarkan pertempuran Mutah sebagai kemenangan bagi umat Islam;
yang lain menyebutnya sebagai kekalahan. Sebenarnya bukan itu. Itu adalah
pertempuran yang ditarik; namun tertarik pada orang-orang Kristen, karena kaum
Muslim menarik diri dari medan perang dan membiarkannya memiliki lawan-lawan
mereka. Itu bukan pertarungan besar; Itu bahkan bukan yang sangat penting. Tapi
Khalid memberi kesempatan untuk menunjukkan keahliannya sebagai komandan
independen; dan itu membuatnya mendapatkan gelar Pedang Allah.
“Hampir semua tentara muslim gembira dengan
penunjukkan itu. Memang Khalid bin Walid-lah panglima / pemimpin lapangan yg
tepat. Abu Bakar-pun tdk begitu saja menunjuk pejuang yg berjulukan “Pedang
Allah” itu. Sejak kecil, Khalid dikenal sebagai seorang yg keras”.(Rasulullah, Saw and
Pedang-allah, 2010)
“Khalid adalah seorang yang cerdas dan piawai dalam
memimpin dan merencanakan taktik penyerangan maka tidak heran disaat Khalid
diangkat menjadi panglima semua tentara muslim pada gembira dengan pertunjukan
itu tapi bisa kita garis bawahi dari peristiwa ini jangan sampai kita terlalu
memuji-muji seseorang karena akan berdampak kepada niat kita yang mudah dan
sering berubah-rubah”.
IMPLEMENTASI
“Khalid bin
Al-Walid sebelum genab berumur 17 tahun ketika agama Islam lahir. Ia sudah
menunjukkan perhatian serius dan besar dalam ilmu berperang, termasuk
mengendarai kuda, melempar lembing atau tombak dan memanah sehingga ia dengan
cepat menjadi tersohor”. Kita bisa mengambil teladan dari kutipan diatas
bahwasannya segala sesuatu diperlukan usaha keras seperti Khalid seorang yang
pintar dalam seni berpedang, menunggang kuda dan berperang, semua itu tidak
lain dihasilkan dengan usahanya yang keras dan terus berlatih semenjak dia
masih kecil hingga dewasa Khalid selalu berusaha keras”.(Hakim et al., 2014)
”Tidak tahu apa yg ada di pikiran Khalid bin Walid ketika
Abu Bakar menunjuknya menjadi panglima perang pasukan sebanyak 46.000 orang.
Khalid tdk hentinya istigfar. Ia sama sekali tdk gentar dengan peperangan yg
akan dihadapi terhadap 240.000 tentara Bizantin-Romawi. Ia hanya khawatir tidak
bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatan itu”.(Rasulullah, Saw and
Pedang-allah, 2010)
Dari sikap Khalid kita bisa mengambil teladan
bahwasannya sebuah pangkat hanya akan menjatuhkan kita kepada dunia dan
dimurkai oleh Allah sedangkan jika kita bisa menata hati kita dan berpikir
bahwa semuanya adalah kehendak Allah dan segala sesuatunya hanya atas izin
Allah maka kita akan lebih dicintai oleh Allah, begitupula semua kemenangan
yang diraih oleh Khaid itu semua atas izin dan kehendak dari Allah”.
“Berpikir
terus, bagaimana caranya agar amal perbuatan kita diterima Allah. Tidak
mengharap balas jasa, pujian, atau keuntungan sesaat, adalah tepat dan perlu.
Coba disimak himbauan Khalid bin Walid sebelum perang Yarmuk: "Ketahuilah,
hari ini adalah hari Allah. tidak boleh ada kesombongan dan sikap melampaui
batas. Ikhlaskan niat kalian untuk berjihad dan carilah ridha Allah dengan amal
kalian". Inilah yg disampaikan Khalid di hadapan komandan pasukannya
menjelang perang.(Rasulullah, Saw and
Pedang-allah, 2010)
Bagaimana
sikap Khalid ? saat menerima berita pemberhentian/penggantian panglima ? Dengan
sikap ksatria. Tidak sedikit pun kekecewaan & emosi terpancar dari
wajahnya. "Aku tidak berperang untuk Umar. Aku berperang untuk Tuhannya
Umar," demikian ungkapnya. Ia segera mendatangi Abu Ubaidah bin Jarrah utk
menyerahkan kendali kepemimpinan. Setelah itu ia berperang habis-habisan di
bawah komando mantan anak buahnya. Padahal, masa itu adalah masa keemasan
Khalid bin Walid. Kita dpt belajar dr hal ini, betapa tetap bahagianya Khalid
bin Walid. Gampang saja menyerahkan jabatan kepada anak buahnya, lalu tetap
mendukung-berperang habishabisan sebagai prajurit. Orientasi perjuangannya
adalah Allah, bukan jabatan, ketenaran dan kepuasan nafsunya. (Rasulullah, Saw and
Pedang-allah, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Al-walid, B. K. B. I. N. and Al-mughirah, A. (2014) ‘BIOGRAFI
KHALID BIN AL-WALID’.
Hakim, M. A. et al. (2014) ‘Manshur Abdul Hakim,
Khalid Bin Al-Walid Panglima Yang Tak Terkalahkan, Terj: Masturi Irham
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), 5. digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.’, pp. 1–15.
Life, H., Ten, T. and Paradise, P. (2010) ‘The Sword of
Allah : Khalid bin Al-Waleed’.
Rasulullah, P., Saw, M. and Pedang-allah, K. B. I. N. W.
(2010) ‘KEIKHLASAN ; “ Khalid bin Walid ”’, (April), pp. 2–4.
No comments:
Post a Comment