CATATAN PELAJAR: JURNAL TELADAN KISAH MASUK ISLAMNYA PANGLIMA QURAISY KHALID BIN AL WALID

Friday 3 August 2018

JURNAL TELADAN KISAH MASUK ISLAMNYA PANGLIMA QURAISY KHALID BIN AL WALID


TELADAN KISAH MASUK ISLAMNYA PANGLIMA QURAISY
                                         KHALID BIN AL WALID

Allen Dio Pradityo

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia
Email: 

 
ABSTRAK
Jurnal ini tentang teladan kisah masuk Islamnya panglima Quraisy Khalid Bin Al-Walid serta implikasinya terhadap kehidupan kita sehari-hari. Jurnal ini bertujuan untuk menambah wawasan kita tentang masuknya Khalid Bin Walid kedalam Islam dan bagaimana caranya agar kita bisa meneladani sifat dari sahabat nabi yaitu Khalid Bin Walid. Cerita ini diambil dari beberapa sumber artikel yang terkait tentang masalah kisah Khalid Bin Walid baik artikel Nasional maupun Internasional yang meliputi yaitu, 1). Silsilah Khalid Bin Walid, 2) Kisah saat sebelum Khalid masuk kedalam Islam. 3) Masuknya Khalid Bin Walid ke dalam Islam, 4) Diskusi, 5) Implementasi  Adapun Implementasi terhadap kehidupan sehari-hari yaitu banyak teladan yang bisa kita ambil dari cerita Khalid, jika kita semakin memahami cerita khalid maka kita akan lebih mudah menata niat kita terhadap Allah, segala sesuatu membutuhkan usaha yang sangat keras tidak ada suatu cita-cita yang diraih hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan hal apapun yang akan membawa kita menuju pada cita-cita kita sendiri seperti halnya Khalid yang menjadi ahli seni berpedang karena kegigihannya belajar sedari kecil, sebuah pangkat hanya mendatangkan kesenangan sementara begitupula dunia hanya berisi kesenangan semata tidak bisa dibandingkan dengan akhirot yang lebih baik dari pada dunia dan seisinya yang kekal dan mendatangkan banyak manfaat, serta kita bisa menjadi manusia yang lebih ikhlas jika kita mendapatkan berita buruk atau musibah yang menimpa pada diri kita.
Kata Kunnci: Khalid, Panglima, Masuk Islam, Pembelajaran

PENDAHULUAN

A. Silsilah Khalid Bin Walid
Nama lengkap Khalid adalah Khalid bin Al-Walid bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah, dan nasabnya bertemu dengan Rasulullah SAW pada Murrah. Khalid dijuluki dengan nama Abu Sulaiman dan juga dengan Abu Walid.1 Khalid bin Al- Walid merupakan seorang dari keturunan Bani Makhzum2, yaitu salah satu Bani yang terpandang di Quraisy. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
Ayah Khalid bernama Al-Walid bin Al-Mughirah, ia adalah seorang bangsawan dikalangan kaum Quraisy pada masa Jahilliyah. Pada permulaan Islam ayah Khalid, Al-Walid bin Al-Mughirah sangat membenci Islam, bahkan dia dikenal sebagai orang yang paling sengit memusuhi dakwah Islam. Al-Walid bin Al-Mughirah adalah orang yang paling kuat tekanannya kepada para penganut Islam3. Ibunya bernama Lubabah Ash-Shughra binti Al-Harits dari Bani Hilal bin Amir. Ia adalah saudara perempuan Ummul Mukminin Maimunah binti Al-Harits istri Rasulullah SAW, dan saudara Lubabah Al- Kubra yang merupakan istri Al-Abbas paman Rasulullah SAW dan dijuluki Ummul Fadhl. Ibunda Khalid bin Al-Walid meninggal dunia sebagai seorang Muslimah setelah Khalid meninggal dunia.
Khalid bin Al-Walid lahir di Makkah dan ia memiliki beberapa saudara, di antaranya yaitu: pertama, Imarah bin Al-Walid yang dikirim kaum Quraisy bersama Amru bin Al-„Ash untuk menarik kembali umat Islam yang berhijrah dari Habasyah. Kedua, Hisyam bin Al-Walid, yang termasuk mereka orang- orang yang dilembutkan dan ditaklukkan hatinya dan masuk Islam. Ketiga, Al-Walid bin Al-Walid yang ikut serta dalam Perang Badar sebagai pasukan musuh atau musyrik. Kemudian ditawan oleh Abdullah bin Jahsy. Adapula yang menyebutkan ditawan oleh Salik Al-Mazini Al-Anshari. Al-Walid akhirnya bebas dari tawanan karena telah ditebus oleh Hisyam. Al-Walid bin Al-Walid saat tiba di Makkah, ia memproklamasikan keislamannya dan ia ikut serta bersama Rasulullah SAW dalam Umrah Qadha. Keempat, Fathimah binti Al-Walid bin Al-Mughirah.
Khalid bin Al-Walid sendiri adalah paman Umar Bin Khathab dari pihak ibu. Sewaktu masa kanak-kanak, Khalid bin Al-Walid pernah bergulat dengan Umar bin Khathab. Khalid mampu mengalahkan Umar dengan mematahkan tulang betisnya. Masing-masing dari keduanya memiliki postur tubuh yang sama, wajah mereka berdua juga tampak mirip5. Umar bin Khathab juga lahir di Makkah tiga belas tahun sesudah kelahiran Rasulullah.
Keluarga Khalid bin Al-Walid memiliki kedudukan penting dan terhormat di kalangan suku Quraisy. Ayah Khalid bin Al-Walid, yaitu Al- Walid bin Al-Mughirah adalah seorang tokoh utama di kalangan Bani Makhzum dan ia merupakan seorang hartawan yang selalu memberi makan para jama‟ah haji di Mina dan melarang mereka memasak selain dirinya. Ia juga membiayai seluruh jama‟ah haji dalam jumlah besar, sehingga ia mendapat julukan Raihanah Quraisy (penghidupan/rezeki kaum Quraisy).
Akan tetapi Al-Walid bin Al-Mughirah meninggal dunia dalam kesesatannya karena ia termasuk golongan yang sama seperti lainnya yang suka memperolok-olok agama Islam dan Nabi Muhammad, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah, “sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu)”. (Al- HIJR:95). Al-Walid meninggal dunia karena anak panah yang menancap pada dirinya hingga membuat terluka parah dan mengakibatkan ia meninggal dunia. Al-Walid meninggal dunia tiga bulan setelah Hijrah dan dalam usia sembilan puluh lima tahun dan dimakamkan di Jahun Makkah.
Khalid bin Al-Walid memiliki beberapa paman diantaranya, yaitu Hisyam bin Al-Mughirah yang merupakan salah satu tokoh utama Quraisy di Makkah pada masa jahilliyah. Lalu Al-Fakihah bin Al- Mughirah, ia adalah orang terhormat di kalangan bangsa Arab pada masanya. Paman Khalid yang lainnya adalah Abu Hudzaifah, yang merupakan salah satu dari empat tokoh yang memegang ujung-ujung selendang dan membawa Hajar Aswad ke tempatnya di Ka‟bah. Dan ada juga paman Abu Umayyah bin Al-Mughirah, yang mendapat julukan Zad Ar-Rakib yang berarti pembekalan para Musafir karena ia terbiasa melengkapi dan mempersiapakan pembekalan kepada sahabatnya tanpa harus sahabatnya bersusah payah untuk mempersiapkan perbekalan. Mereka semua merupakan keturunan Bani Makhzum yang mempunyai pengaruh kuat di kalangan suku Quraisy ketika masing-masing keluarga terpisah-pisah.
Di Suku Quraisy terdapat Bani Hasyim, Bani Umayyah, dan Abdud Darda mereka ini merupakan tiga marga dalam suku Quraisy yang kuat, dan ketiga suku tersebut bertemu pada satu kakek yang lebih dekat dengan kakek yang mempertemukan mereka dengan Bani Makhzum, yaitu Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟ay bin Ghalib bin Fahr, yang merupakan kakek seluruh kaum Quraisy.
Sebelum ayahnya meninggal dunia, Khalid bin Al-Walid telah menikah dan mempunyai dua orang anak laki-laki bernama Sulaiman dan Abdurrahman sehingga Khalid mendapat sebutan Abu Sulaiman. Selain itu Khalid bin Al- Walid memiliki banyak sahabat di mana ia pergi bersama untuk menunggang kuda, berburu, dan jika tidak sedang berburu mereka mendendangkan bait-bait syair sambil minum. Di antara mereka itu adalah Amru bin Al-Ash, Abul Hakam Amru bin Hisyam bin Al-Mughirah, dan putra Abu Hakam yaitu Ikrimah yang menjadi sahabat dekat Khalid bin Al-Walid. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)

B. Khalid bin Walid Sebelum Masuk Islam.
Saat Al-Walid meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya, muncullah Khalid bin Al-Walid menggantikan posisi ayahnya. Orang-orang Quraisy sangat berkeinginan agar Khalid tetap berdiri di pihak mereka untuk melawan kaum Muslimin, terutama setelah setelah Hamzah bin Abdul Munthalib dan Umar bin Khatab masuk Islam. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
Sebelum menganut Islam, Khalid adalah seorang pahlawan Quraisy yang ditakuti dan penanggung kuda yang hebat. Dalam perang Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam barisan kaum musyrik. Ia mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak kasar, cenderung pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan perang, tak pernah takut kepada siapa pun. Sifat Khalid pada saat sebelum masuk Islam, Ia sangat menentang sekali terhadap agama Islam. Ayahnya selalu memperbincangkan agama Islam kepada anak-anaknya serta kerabat lainnya. Penentangan Khalid terhadap Islam semakin besar dengan masuk Islamnya Al-Walid bin Al-Walid, saudara Khalid bin Al-Walid saat Perang Badar telah usai.
Pada masa kecil, Khalid mempelajari segala sesuatu yang dipelajari anak-anak seusianya, yang dipersiapkan untuk perang dan adu ketangkasan berkuda serta sifat-sifat kepemimpinannya. Khalid bin Al-Walid tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang terhormat dan paling kaya dalam komunitas masyarakatnya. Nenek moyangnya kakek-nenek ataupun paman- pamannya adalah Ra’is Ibn Ra’is (Pemimpin Putra Sang Pemimpin) di mana tidak ada seorang pemimpin pun pada masa jahiliyyah yang melebihi kepemimpinannya. Ketika memasuki usia remaja, Khalid bin Al-Walid merasakan sedikit kesombongan karena ia adalah putra seorang pemimpin, karena ayahnya adalah seorang pemimpin dan tokoh utama Bani Makhzum yang merupakan salah satu marga terpopuler dan terkuat di kalangan suku Quraisy.
Khalid bin Al-Walid senantiasa belajar tentang ketrampilan berperang bersamaan dengan mengasah kemampuannya menunggang kuda, belajar menggunakan berbagai jenis persenjataan seperti tombak, lembing, anak panah, dan pedang lainnya. Ia juga belajar berperang menggunakan tombak dan pedang di atas punggung kuda dan ketika berjalan kaki.
Ketika Khalid bin Al-Walid sampai pada usia dewasa, maka fokus utama perhatiannya tertuju pada perang dan bagian perhatian ini kemudian lebih mendominasi pikirannnya secara signifikan. Khalid banyak menghadapi berbagai pertempuran dan senantiasa meraih kemenangan besar, dan ia pun menjadi pahlawannya. Semua itu mampu diraihnya disepanjang hidupnya pada masa jahilliya sebelum masuk Islam. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
C. Khalid Bin Walid Masuk Islam
The Prophet said: "Khâlid bin Waleed! On the basis of your intelligence, understanding and foresight I was very hopeful that one day you would f1nally accept Islarn.
Nabi berkata: "Khâlid bin Waleed Atas dasar kecerdasan, pengertian dan pandangan ke depan, saya sangat berharap suatu hari nanti Anda akhirnya akan menerima Islam.
               Nabi bersabda seperti ini karena Khalid adalah seorang yang cerdas, pengertian dan pandangan ke depan artinya pintar dalam strategi peperangannya, mengambil keputusannya dan bisa menempatkan pilihan yang terbaik pada saat keadaan terdesak seperti saat peperangan uhud disaat kaum Quraisy sudah mulai mengalami kekalahan tapi dengan kepiawaian Khalid dalam melihat kesempatan akhirnya bisa membalikkan keadaan sehingga umat islam mengalami kekalahan”.                                                                                                                                                
Pada tahun Perjanjian Hudaibiyyah saat Rasulullah SAW dan kaum Muslimin mengunjungi Masjidil Haram, Khalid dengan bala tentaranya bermaksud menghalau Rasulullah SAW beserta kaum Muslimin dari Masjidil Haram. Akan tetapi Khalid menemukan mereka sedang melakukan shalat berjama‟ah bersama Nabi SAW sebagai imam mereka. Pemandangan inilah yang kemudian hati Khalid bergetar serta menimbulkan kesan yang sangat dalam pada jiwanya.
Diceritakan bahwa peristiwa Umrah Qadha, Khalid bin Al-Walid telah pergi meninggalkan Makkah. Khalid bin Al-Walid berkata: Ketika Allah mengharapkan kebaikan dariku, Dia memancarkan kasih sayang Islam ke dalam hatiku. Nalar merasuki pikiranku, dan aku berkata, “Aku telah menyaksikan tiga perang, yang semuanya melawan Muhammad. Di setiap pertempuran yang kusaksikan, aku pulang dengan perasaan bahwa aku berada di sisi yang salah, dan bahwa Muhammad pasti akan menang.” Saat Rasulullah pergi ke Hudaibiyah, aku pergi bersama pasukan kaum musyrik dan menemui Rasulullah dan pengikutnya di „Usfan. Aku berdiri di barisan depan, dan melawannya. Tetapi ia lantas melakukan shalat Zuhur dengan pengikutnya, dan mereka aman dari kami, meskipun kami sedang berencana menyerangnya, dan kami tidak dapat melakukan serangan terhadapnya. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
Ada kebaikan dalam diri beliau, dan kami melihatnya dengan mata hati kami. Saat ketakutan beliau melakukan shalat pada waktu „Asar, bersama dengan pengikutnya. Hal ini mengesankan bagiku, dan aku berkata, “Laki-laki ini dilindungi.” Kami berpisah dan beliau mengambil jalur yang menyimpang dari pasukan berkuda kami dan mengambil jalan ke kanan.
Saudaraku Walid bin Al-Walid masuk ke dalam Mekkah bersama Nabi, di saat „Umrah Qadiyya. Ia mencariku, tetapi tidak dapat menemukanku, jadi dia menulis surat untukku. Surat itu berbunyi, “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Dan kata berikutnya, “Aku tidak melihat hal yang lebih ganjil daripada melihatmu terus menjauhi dari Islam. Kau punya pemikiran yang begitu baik. Bisakah seseorang tidak melihat Islam? Rasulullah menanyaiku tentangmu. Beliau bertanya, „Di mana Khalid? Aku menjawab, „Allah akan menuntunnya.‟ Rasulullah berkata, „sepertinya tidak ada orang yang akan mengabaikan Islam. Sesungguhnya, akan lebih baik jika dia menaruh kecerdasan dan keteguhannya bersama kaum Muslim, dan bukan bersama kaum Musyrik. Kami akan memilihnya di atas orang-orang lain, atau kami akan menjadikannya pemimpin atas oarang-orang lain. Jadi, pahamilah, wahai saudaraku, apa yang sedang melewatimu saat ini. Banyak kesempatan baik yang telah terlewatkan olehmu”.
Saat suratnya tiba di tanganku, aku menjadi ingin pergi keluar. Suratnya menambah ketertarikanku terhadap Islam dan kata-kata Nabi membuatku senang. Khalid mengatakan: aku bermimpi, aku sedang pergi dari tanah yang penuh najis dan memperihatinkan, dan datang ke tanah yang hijau subur dan luas. Aku menceritakan mimpi itu kepada Abu Bakar, dan ia berkata, “Tujuan yang ditunjukkan Allah kepadamu adalah Islam. Kemiskinan yang melandamu sebelumnya disebabkan oleh kemusyrikan”.
Ketika aku bertekad untuk menemui Rasulullah aku bertanya, “siapakah
yang menemaniku bertemu dengan Rasulullah?” Lalu aku bertemu dengan Shafwan bin Umayyah dan aku mengajaknya tetapi Shafwan menolak ajakanku, kemudian aku berjumpah dengan Ikrimah bin Abu Jahal dan aku mengajaknya seperti ajakanku kepada Shafwan, dan ia pun juga menolak sama dengan Shafwan. Lalu aku berakata kepadanya, “Lupakanlah apa yang aku katakan padamu ini.” Ia berkata, “Aku tidak akan menyebutnya lagi.” Aku masuk ke dalam rumahku dan memerintahkan agar tungganganku disiapkan. Aku lalu pergi bersamanya sampai bertemu dengan „Ustman bin Thalhah. Aku berpikir: sungguh, dia adalah seorang kawan. Aku akan mengutakan niatku kepadanya. Aku menyebutkan kerabatnya yang terbunuh sebelumnya, meskipun aku tidak suka mengingatkannya akan hal itu. Setelah itu, aku bertanya: apa yang terjadi kepadaku? Aku harus pergi menit ini juga, aku menyebutkan bagaiman masalah ini telah mempengaruhinya, dan kataku: Jelas, kita bagaikan rubah yang berada di dalam lubang. Jika ada seember air dituang ke dalam lubang itu, rubah tersebut akan pergi.
Ia cepat-cepat menjawabku, “Sungguh, aku akan berangkat hari ini, dan
aku pun ingin pergi. Tetapi tungganganku tertahan di Fakh.” Ia mengatakan: aku bersepakat dengannya untuk bertemu di sekitar Ya‟jaj. Jika ia pergi terlebih dahulu, dia akan menungguku, dan jika aku yang berangkat lebih dulu, aku akan menunggunya. Ia mengatakan: Kami berangkat saat larut malam, dibagian terakhir malam, dan fajar belum lagi terbit saat kami sampai di Ya‟jaj. Kami berangkat agi sampai tiba di Hadda, dan menemukan „Amr bin „Ash di sana.
Ia berkata, Assalamu’alaikum.” Dan kami menjawab, Dan kepadamu.”
Dia bertanya, Apa tujuan kalian?” kata kami, “Apa yang membuatmu ada di sini?” ia membalas lagi. “dan apa yang menyebabkan kalian pergi?” Kami menjawab, “kami ingin memeluk Islam dan mengikuti Muhammad.” Ia berakata, “itu juga menyebabkanku melakukan perjalanan ini.” Kemudian kami berjalan bersama-sama sampai kami tiba di Madinah, dan lantas mengistirahatkan kendaraan kami di Harrah. Rasulullah telah diberitahu mengenai kedatangan kami dan beliau bersuka cita mendengar kabar tersebut. Aku menggenakan salah satu pakaian terbaikku dan datang ke hadapan Rasulullah. Saudaraku menyambutku. Ia berkata, “Cepatlah, Rasulullah telah diberitahu tentang kedatanganmu dan beliau bersuka cita atas kehadiranmu, dan sedang menanti dirimu.” Aku berjalan bergegas, dan datang kepada beliau. Beliau terus tersenyum, sampai aku berhenti di hadapannya.
Aku memberikan salam dan menyatakan berserah pada kenabiannya.
Beliau membalas salamku dengan wajah gembira. Aku lantas berujr, Aku besaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan- Nya.” Beliau berkata, “segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah kepadamu. Aku telah mengetahui kecerdasanmu dan berharap Islammu hanya akan menuai kebaikan.” Aku menjawab, ya Rasulullah, engkau melihatku apa yang kusaksikan tempat-tempat penentangan atasmu berlangsu: orang-orang yang keras kepala menolak kebenaran. Bisakah engkau meminta kepada Allah untuk mengampuniku?” Rasulullah menjawab, „Islam meninggalkan apa yang terjadi sebelum Islam. Kataku lagi. “Ya Rasulullah sejak saat itu?” maka beliau berkata lag, “Ya Allah, mohon ampunilah Khalid, dan semua yang pernah dia lakukan dalam merintangi orang-orang di jalan-Mu.”
Kemudian Amru dan Ustaman maju kedepan dan keduanya dibaiat
Rasulullah. Kedatangan kami di Madinah adalah pada bulan Shafar tahun 8 H. Demi Allah, Rasulullah berada sama tinggi denganku, sama dengan posisi beliau dengan sahabatnya tentang apa yang terjadi pada sahabatnya itu. Sejak aku masuk Islam Rasulullah tidak pernah meninggalkanku ikut bermusyawarah dalam urusan-urusan yang dihadapinya.
Khalid bin Al-Walid memulai hidup baru dalam masyarakat Islam di Madinah setelah ia masuk Islam, sementara perjanjian damai Hudaibiyyah masih berjalan. Perdamaian ini terus berjalan sampai pada tahun 8 H, Khalid masuk Islam pada awal bulan Shafar dan ikut dalam Perang Mu‟tah, dua bulan sebelum penaklukan kota Makkah. Perang Mu‟tah ini adalah perang pertama yang diikuti oleh Khalid setelah ia masuk Islam. Dalam perang ini Khalid belum diangkat sebagai panglima atau ditugasi sebagai pemimpin oleh Rasulullah.
Pasukan Islam berjumlah 3000 pejuang, di antara mereka adalah Khalid bin Al-Walid. Rasulullah mempercayakan panji perang kepada tiga orang dan menjadikan komandonya secara berurutan. Rasululah bersabda, “Zaid bin Haritsah kutunjuk menjadi komandan pasukan; jika Zaid terbunuh, maka Ja’far bin Abi Thalib akan menggantikannya; dan jika Ja’far terluka, Abdullah bin Rawwahah yang akan menggantikannya. Apabila Abdullah juga terluka, maka kaum Muslim akan menunjuk seorang pria dan menjadikannya pemimpin mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)21. Pasukan Islam telah bersiap dan mulai berjalan keluar pada hari Jum‟at tahun 8 H. mereka berjalan sampai mereka tiba di sebuah desa di negeri Syam yang bernama Ma‟an. Mereka mendapatkan kabar bahwa Heraklius telah berada di Ma‟ab di tanah Al-Balqa‟ bersama 100.000 pasukan Romawi lalu ikut bergabung bersama 100.000 pasukan dari kabilah-kabilah Arab yang menjadi sekutu mereka, sehingga jumlah keseluruhan pasukan Heraklius 200.000 personel.
Dua pasukan akhirnya bertemu dan terjadilah pertempuran sengit antara dua belah pihak. Panglima pasukan Islam yang pertama terbunuh adalah Zaid bin Haritsah dalam kondisi maju ke depan. Kemudian Ja‟far bin Abi Thalib mengambil bendera dengan tangan kanannya menggantikan posisi Zaid. Tangan kanan Ja‟far terputus, lalu ia mengambil bendera dengan tangan kirinya, tangan kirinya pun terputus, lalu ia meletakkan dalam pangkuannya sampai ia gugur di medan perang. Kemudian Abdullah bin Rawahah mengambil bendera dan maju menaiki kudanya. Lalu ia maju ke depan melanjutkan berperang sampai ia gugur di medan perang sebagai syuhada. Kemudian Tsabit bin Arqam bin Tsa‟labah Al-Anshari mengambil bendera dan mulai berseru kepada kaum Anshar, dan orang-orang datang mendekatinya dari berbagai arah, tetapi hanya sedikit. Lalu ia berkata, “ikutlah bersamaku, pasukan!” dan mereka berkumpul di dekatnya.
 Ia mengatakan: Tsabit melihat ke arah khalid dan berkata, “Abu Sulaiman, ambilah bendera ini.” Khalid menjawab, Tidak, aku tidak akan mengambilnya, karena engkau lebih pantas memegangnya daripada aku. Kaulah orang yang lebih senior di antara kita, dan kau juga yang ikut dalam Badar.” Tsabit berkata, “Ambillah kau, karena, Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya kecuali untukmu”. Pasukan menyetujui atas Khalid bin Al-Walid. Kata Tsabit, “Apakah kalian sepakat dengan Khalid?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka Khalid mengambil bendera itu dan orang-orang melihatnya dan Khalid langsung memimpin pasukan untuk berperang.
Mengawali kepemimpinannya dalam Perang Mu‟tah, Khalid bin Al-Walid berkata, “Beri aku sebilah pedang!” Mereka memberinya. “lindungi punggungku!”. Pedang pertama yang dipergunakan oleh Khalid patah. Pedang kedua diserahkan dan ternyata patah juga, lalu pedang ketiga dan seterusnya. Dalam pertempuran itu tidak kurang dari 9 buah pedang dipergunakan oleh Khalid bin Al-Walid dan pedang yang terakhir digunakan yaitu pedang Yaman. Khalid menghimpun seluruh pasukan dan mengeluarkan seluruh pasukan dan mengeluarkan maklumat, “kita harus menata ulang barisan.” Tetapi, ia kemudian mengatakan, “kita tidak akan menarik mundur kekuatan sekaligus. Karena jika tentara Romawi mencium muslihat ini, mereka pasti akan memburu kita.” Malam itu mereka merundingkan perubahan taktik perang. Satuan tempur di barisan terdepan digeser ke belakang, sayap kanan bertukar posisi dengan sayap kiri. Seratus orang prajurit diperintahkan untuk keluar dari medan tempur dengan diam-diam. Khalid berpesan, “setelah itu, masuklah kembali ke medan perang sepuluh demi sepuluh sambil meneriakkan takbir, sehingga musuh mengira bahwa mereka adalah bala bantuan yang didatangkan dari Madinah.”
Pada pagi hari, pertukaran posisi dilakukan, dan bersamaan dengan itu, sepuluh personil pasukan berkuda memasuki medan tempur seraya mengumandangkan takbir. Khalid meminta pasukan berkuda untuk membuat debu bertebaran dan suara detak kaki kuda yang keras. Debu membumbung tinggi ke angkasa. Sepuluh pasukan berkuda kedua menyusul dan diikuti oleh satuan-satuan berikutnya. Sehingga pasukan Romawi mengira pasukan Islam telah mendapat bala bantuan dan semangat mereka menjadi kendur. Pasukan Romawi mundur, dan Khalid bin Al-Walid menarik pasukannya dari medan pertempuran24 dan peperangan pun telah berakhir.
Rasulullah diperlihatkan oleh Allah adegan Perang Mu‟atah, lalu Rasulullah memberitahukannnya kepada para sahabatnya. Beliau bersabda, “Wahai manusia, telah dibukakan pintu kebaikan (Nabi mengulangnya tiga kali) aku kabari kalian tentang pasukan kalian yang sedang berperang ini. Mereka telah bergerak dan bertemu dengan musuh, Zaid telah gugur sebagai syahid, maka mintalah ampunan untuknya. Kemudian Ja’far bin Abi Thalib mengembil bendera lalu ia gugur sebagai syahid, maka mintalah ampunan untuknya. Kemudian Abdullah bin Rawahah mengambil bendera dan terus bertahan sampai ia gugur sebagai syahid, maka mintalah ampunan untuknya. Kemudian Khalid bin Al-Walid mengambil bendera dan ia bukan salah seorang panglima perang, ia adalah pemimpin dirinya sendiri, tetapi ia adalah pedang Allah yang kembali dengan nembawa kemenangan.”
Anas bin Malik meriwayatkan sebagai berikut:
ل َ اَقَ ف ُرَ بَلجا ُمُهَ يِت أَي ْنَا َلْبَ ق ِساَّنلِل ٍةَحاَوَر َنْباَو اًرَفْعَجَو اًدْيَز ىَعَ ن ِللها َلْوُسَر َّنِا
ة ٍ َحاَوَر َنْبِااَه َذَخَا َُّثُ َبْيِصُاَف ٌرَفْعَج اَه َذَخَا َُّثُ َبْيِص
ُاَف ٌدْيَز َةَياَّرل اَذَخَا
ُللها َحَتَ ف َّتََّح ِللها ِفْوُ يُس ْنِم ٌفْيَس َةَياَّرلا َذَخَا َّتََّح ,ِناَفِرْدَت ُهاَنْ يَعَو , َبْيِصُأَف .م ْ ِهْيَلَع
Artinya: “sesungguhnya Rasulullah saw. memberitahukan kepada orang banyak tentang kematian Zaid, Ja’far dan Abdullah bin Rawahah sebelum ada seorang pun yang membawa kabar kematian mereka.” Nabi berkata “ bendera dipegang oleh Zaid ia terbunuh. Selanjutnya bendera itu dipegang Ja’far sampai ia terbunuh. Setelah itu bendera dipegang oleh Abdullah bin Rawahah sampai ia terbunuh. Selanjutnya bendera itu dipegang oleh salah satu daripada pedang Allah (Khalid) sampai Allah memberikan kemenangan. (HR. Bukhari).
Panji dipegang oleh Khalid bin Al-Walid berdasarkan kesepakatan
sahabat, bukan Rasulullah. Sejak itulah Rasulullah menjuluki Khalid sebagai Saifullah Al-Maslul (Pedang Allah yang terhunus). (HR. Bukhari).
Sejak saat itu Khalid sering ikut berperang di barisan kaum Muslim
untuk membela Islam bersama Rasulullah. Setelah penaklukan kota Makkah Rasulullah mengutus Khalid untuk menghancurkan berhala Uzza dan beberapa perang di masa Rasulullah lainnya. Khalid juga ikut serta dalam berbagai ekspansi pada masa pemerintah
an Khalifah Abu Bakat Ash-Shiddiq, dan Umar bin Al-Khatab. (Al-walid and Al-mughirah, 2014)
DISKUSI
"What an excellent slave of Allah: Khalid ibn al-Walid, one of the swords of Allah, unleashed against the unbelievers!" (Life, Ten and Paradise, 2010)
"Apa hamba Allah yang sangat baik: Khalid ibn al-Walid, salah satu pedang Allah, melepaskan diri dari orang-orang yang tidak beriman!"
Ketika Nabi memberi Khalid gelar ini, dia benar-benar menjamin kesuksesannya dalam pertempuran di masa depan. Beberapa sejarawan menggambarkan pertempuran Mutah sebagai kemenangan bagi umat Islam; yang lain menyebutnya sebagai kekalahan. Sebenarnya bukan itu. Itu adalah pertempuran yang ditarik; namun tertarik pada orang-orang Kristen, karena kaum Muslim menarik diri dari medan perang dan membiarkannya memiliki lawan-lawan mereka. Itu bukan pertarungan besar; Itu bahkan bukan yang sangat penting. Tapi Khalid memberi kesempatan untuk menunjukkan keahliannya sebagai komandan independen; dan itu membuatnya mendapatkan gelar Pedang Allah.
Hampir semua tentara muslim gembira dengan penunjukkan itu. Memang Khalid bin Walid-lah panglima / pemimpin lapangan yg tepat. Abu Bakar-pun tdk begitu saja menunjuk pejuang yg berjulukan “Pedang Allah” itu. Sejak kecil, Khalid dikenal sebagai seorang yg keras.(Rasulullah, Saw and Pedang-allah, 2010)
“Khalid adalah seorang yang cerdas dan piawai dalam memimpin dan merencanakan taktik penyerangan maka tidak heran disaat Khalid diangkat menjadi panglima semua tentara muslim pada gembira dengan pertunjukan itu tapi bisa kita garis bawahi dari peristiwa ini jangan sampai kita terlalu memuji-muji seseorang karena akan berdampak kepada niat kita yang mudah dan sering berubah-rubah”.
IMPLEMENTASI
“Khalid bin Al-Walid sebelum genab berumur 17 tahun ketika agama Islam lahir. Ia sudah menunjukkan perhatian serius dan besar dalam ilmu berperang, termasuk mengendarai kuda, melempar lembing atau tombak dan memanah sehingga ia dengan cepat menjadi tersohor”. Kita bisa mengambil teladan dari kutipan diatas bahwasannya segala sesuatu diperlukan usaha keras seperti Khalid seorang yang pintar dalam seni berpedang, menunggang kuda dan berperang, semua itu tidak lain dihasilkan dengan usahanya yang keras dan terus berlatih semenjak dia masih kecil hingga dewasa Khalid selalu berusaha keras”.(Hakim et al., 2014)
            ”Tidak tahu apa yg ada di pikiran Khalid bin Walid ketika Abu Bakar menunjuknya menjadi panglima perang pasukan sebanyak 46.000 orang. Khalid tdk hentinya istigfar. Ia sama sekali tdk gentar dengan peperangan yg akan dihadapi terhadap 240.000 tentara Bizantin-Romawi. Ia hanya khawatir tidak bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatan itu”.(Rasulullah, Saw and Pedang-allah, 2010)
 Dari sikap Khalid kita bisa mengambil teladan bahwasannya sebuah pangkat hanya akan menjatuhkan kita kepada dunia dan dimurkai oleh Allah sedangkan jika kita bisa menata hati kita dan berpikir bahwa semuanya adalah kehendak Allah dan segala sesuatunya hanya atas izin Allah maka kita akan lebih dicintai oleh Allah, begitupula semua kemenangan yang diraih oleh Khaid itu semua atas izin dan kehendak dari Allah”.
“Berpikir terus, bagaimana caranya agar amal perbuatan kita diterima Allah. Tidak mengharap balas jasa, pujian, atau keuntungan sesaat, adalah tepat dan perlu. Coba disimak himbauan Khalid bin Walid sebelum perang Yarmuk: "Ketahuilah, hari ini adalah hari Allah. tidak boleh ada kesombongan dan sikap melampaui batas. Ikhlaskan niat kalian untuk berjihad dan carilah ridha Allah dengan amal kalian". Inilah yg disampaikan Khalid di hadapan komandan pasukannya menjelang perang.(Rasulullah, Saw and Pedang-allah, 2010)
Bagaimana sikap Khalid ? saat menerima berita pemberhentian/penggantian panglima ? Dengan sikap ksatria. Tidak sedikit pun kekecewaan & emosi terpancar dari wajahnya. "Aku tidak berperang untuk Umar. Aku berperang untuk Tuhannya Umar," demikian ungkapnya. Ia segera mendatangi Abu Ubaidah bin Jarrah utk menyerahkan kendali kepemimpinan. Setelah itu ia berperang habis-habisan di bawah komando mantan anak buahnya. Padahal, masa itu adalah masa keemasan Khalid bin Walid. Kita dpt belajar dr hal ini, betapa tetap bahagianya Khalid bin Walid. Gampang saja menyerahkan jabatan kepada anak buahnya, lalu tetap mendukung-berperang habishabisan sebagai prajurit. Orientasi perjuangannya adalah Allah, bukan jabatan, ketenaran dan kepuasan nafsunya. (Rasulullah, Saw and Pedang-allah, 2010) 

DAFTAR PUSTAKA
Al-walid, B. K. B. I. N. and Al-mughirah, A. (2014) ‘BIOGRAFI KHALID BIN AL-WALID’.
Hakim, M. A. et al. (2014) ‘Manshur Abdul Hakim, Khalid Bin Al-Walid Panglima Yang Tak Terkalahkan, Terj: Masturi Irham (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), 5. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.’, pp. 1–15.
Life, H., Ten, T. and Paradise, P. (2010) ‘The Sword of Allah : Khalid bin Al-Waleed’.
Rasulullah, P., Saw, M. and Pedang-allah, K. B. I. N. W. (2010) ‘KEIKHLASAN ; “ Khalid bin Walid ”’, (April), pp. 2–4.


No comments:

Post a Comment