Iklan

Sabtu, 04 Agustus 2018

[BK] MAKALAH MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN



KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa solawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw., yang telah membimbing umatnya hingga sampai pada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.

Makalah ini susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Konseling, yang membahas tentang “Model-Model Bimbingan”. Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi dan saran yang diberikan akan sangat membantu kami dalam menyusun makalah selanjutnya.

           
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya, Aamiin.


Bandung, Maret 2018


 Tim penyusun




DAFTAR ISI

1.3 Tujuan.........................................................................................................5
2.3  Pendidikan Berbaisis Bimbingan Inklusi........................................................ 41







BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.
Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif , setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model pembelajaran tersebut dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif memiliki keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan kondisi siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa faktor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat meningkatkan peran kepada siswa secara optimal dalam pembelajaran, dan pada akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Mempertimbangkan pentingnya hal di atas maka kami sebagai calon pendidik akan membahas beberapa model-model pembelajaran yang berbasis bimbingan secara mendalam. Model-model pembelajaran yang akan di bahas dalam makalah ini, antara lain :
1.                        Model Pembelajaran Berdasarkan Teori
2.                        Model Pembelajaran Kontekstual
3.                        Model Pembelajaran Kooperatif
4.                        Model Pembelajaran Berbasis Masalah
5.                        Model Pembelajaran Berbasis Komputer
6.                        Model Pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
7.                        Model Pembelajaran Berbasis Web (e-Learning)
8.                        Model Temuan Terbimbing
9.                        Model Peraihan Konsep
10.                    Model Integratif
11.                    Model Pengajaran Langsung
12.                    Model Ceramah-Diskusi

1.2 Rumusan Masalah
a)    Apa yang dimaksud dengan model-model pembelajaran berbasis bimbingan?
b)                       Apa saja macam-macam model pembelajaran?
c)                       Apa saja ciri-ciri pembelajaran berbasis bimbingan inklusi?
1.3 Tujuan
a.       Mengetahui model-model bimbingan sebagai referensi untuk menerapkannya di kemudian hari.
b.      Mengetahui manfaat dari model-model pembelajaran untuk di terapkan di kemudian hari.
c.       Mengetahui proses pembelajaran berbasis bimbingan inklusi.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Strategi, Pendekatan dan Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan.
a.        Strategi
Pengerian Strategi dalam pembelajaran: (1) Strategi menurut Kemp (1985:15) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. (2) Strategi Pembelajaran menurut Kemp (1985:15) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Dari kedua pengertian strategi tersebut, upaya mengimplementasian rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat dicapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi suatu strategi pembelajaran menggunakan beberapa metode. Misalnya, untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh sebab itu, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjukan pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a way in achieving.

b.        Pendekatan
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum. Pada intinya, pendekatan ini berarti bagaimana cara kita sebagai calon pendidik untuk melakukan pendekatan kepada pembelajaran, baik yang berpusat pada guru ataupun pada siswa.

c.         Model Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (Rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce & Weil, 1980:1), dari pengertian tersebut model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Macam-Macam Pendekatan dalam Pembelajaran

Roy Kellen (1998:28) mencatat bahwa ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:
a.         Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menggunakan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
b.        Pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri dan discovery serta pembelajaran induktif.

1.        Ciri-Ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.         Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbet Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
b.        Memiliki misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
c.         Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
d.        Memilih bagian-bagian model, yang dinamakan:
1)         Urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax).
2)         Adanya prinsip-prinsip reaksi.
3)         Sistem sosial.
4)         Sistem pendukung.
Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
e.         Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:
1)        Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur.
2)        Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
f.         Model Persiapan Mengajar (Design Instructional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

2.2 Macam-Macam Model Pembelajaran
a.         Model Pembelajaran Berdasarkan Teori
1)        Model Interaksi Sosial
Model ini didasarkan oleh teori belajar Gestalt (field theory). Model interaksi sosial menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek/ peristiwa adalah terletak pada seluruh bentuk (Gestalt) dan bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh,bukan bagian-bagian. Dalam pembelajaran ini antara lain adalah:
a)        Pengalaman (insight/ tilikan). Dalam proses pembelajaran siswa hendaknya memiliki kemampuan insight yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek. Guru hendaknya mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan insight.
b)         Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akan menunjang pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran.
c)          Content yang dipelajari siswa hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun  bagi kehidupannya di masa yang akan datang.
d)         Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku di samping adanya kaitan dengan SR-bond, juga terkait dengan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran terjadi karena siswa memiliki harapan tertentu. Sebab itu pembelajaran akan berhasil bila siswa mengetahui tujuan yang akan dicapai.
e)          Prinsip ruang hidup (life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan atau field theory).Perilaku siswa terkait dengan lingkunganataumedan di mana ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi lingkungan di mana siswa berada (kontekstual).
Model interaksi sosial ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a)          Kerja Kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan berperan serta dalam proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery skills dalam bidang akademik.
b)         Pertemuan Kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri dan rasa tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap kelompok.
c)          Pemecahan Masalah Sosial atau Social Inquiry, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara berpikir logis.
d)         Bernain Peranan, bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi melalui situasi tiruan.
e)          Simulasi Sosial, bertujuan untuk membantu siswa mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka.

2)        Model Pemrosesan Informasi
Model ini berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan Informasi merujuk pada cara mengumpulkan atau menerima stimuli dari lingkungan mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep dan menggunakan simbol verbal dan visual. Teori pemrosesan informasi atau kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985:31). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembanganmerupakanhasilkumulatifdari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dari bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif) dan kondisi-kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan) dan interaksi dari antarkeduanya akan menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities) yang terdiri dari:
A.       Informasi verbal.
B.       Kecakapan intelektual.
C.       Strategi kognitif.
D.      Sikap.
E.       Kecakapan motorik.
Delapan fase proses pembelajaran menurut Robert M. Gagne (1985:32) adalah:
a)        Motivasi, fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu (motivasi intrinsik dan ekstrinsik).
b)        Pemahaman, individu menerima dan memahami informasi yang diperoleh dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian.
c)        Pemerolehan, individu memberikan makna atau mempersepsi segala informasi yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori siswa.
d)       Penahan, menahan informasi atau hasil belajar agar dapat digunakan untuk jangka panjang. Proses mengingat jangka panjang.
e)        Ingatan kembali, mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila ada rangsangan.
f)         Generalisasi, menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
g)        Perlakuan, Perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran
h)        Umpan Balik, individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah dilakukannya.
Model Proses Informasi ini meliputi beberapa strategi pembelajaran, diantaranya:
a)        Mengajar Induktif, yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membentuk teori.
b)        Latihan Inquiry, yaitu untuk mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan.
c)        Inquiry keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan sistem penelitian dalam disiplin ilmu, dan diharapkan akan memperoleh pengalaman dalam domain-domain disiplin ilmu lainnya.
d)       Pembentukan konsep, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir induktif, mengembangkan konsep, dan kemampuan analisis.
e)        Model Pengembangan, bertujuan untuk mengembangkan intelegensi umum, terutama berpikir logis, aspek sosial dan moral.
f)         Advanced Organizer Model, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memproses informasi yang efisien untuk menyerap dan menghubungkan satuan ilmu pengetahuan secara bermakna.

3)        Model Personal (Personal Models)
Model ini bertitik tolak dari teori humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta mampu memperoses informasi secara efektif.
Tokoh humanistik yaitu Abraham Maslow (1962:43), R. Rogers, C. Butler, dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional maupun intelektual. Pada teori humanistik ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong, bukan menahan sensitifitas siswa terhadap perasaannya.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
a)        Pembelajaran non-direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri).
b)        Latihan Kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal atau kepedulian siswa.
c)        Sintetik, untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif.
d)       Sistem Konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
4)        Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral)
Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati. Karakteristik model ini adalah dalam hal penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari siswa lebih efisien dan berurutan.
Ada empat fase dalam model modifikasi tingkah laku ini, yaitu:
a)        Fase mesin pembelajaran (CAI dan CBI)
b)        Penggunaan media
c)        Pengajaran berprograma (linear dan branching)
d)       Operant conditioning dan operant reinforcement
Implementasi dari model modifikasi tingkah laku ini adalah: meningkatkan ketelitian pengucapan pada anak, guru selalu perhatian terhadap tingkah laku belajar siswa, modifikasi tingkah laku anak yang kemampuan belajarnya rendah dengan memberikan reward, sebagai reinforcement pendukung, dan penerapan prinsip pembelajaran individual (individual learning) terhadap pembelajaran klasikal.
b.        Model Pembelajaran Kontekstual
Elaine B. Johnson (2002:49) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Inti dari pembelajaran kontekstual ini adalah keterkaitan materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya, yang memang baik secara langsung maupun tidak langsung diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, dalam Rusman, 2012:149).
CTL (Contextual Teaching and Learning) memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru (Johnson, dalam Rusman,2012:150).
CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama (Howey R, Keneth, dalam Rusman,2012:150).
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain atauskenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Menurut Johnson (dalam Rusman,2012:150)Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1)   Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan dimilikinya.
2)   Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
3)   Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4)   Menciptakan masyarakat belajar, seperti melakukan kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
5)   Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6)   Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7)   Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Berikut ini perupakan komponen pembelajaran kontekstual menurut Elaine B. Johnson (2002:45) meliputi:
1)   Menjalin hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
2)   Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant work)
3)   Melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
4)   Mengadakan kolaborasi (collaborating)
5)   Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
6)   Memberikan layanan secara individual (nurturing the individual)
7)   Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standards)
8)   Menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment).
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:
1)   Kontruktivisme (Contructivism)
               Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Batasan kontruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian dari integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
2)   Menemukan (Inquiry)
               Menukan merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil dari temuan sendiri.
3)   Bertanya (Quetioning)
               Unsur lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Dengan kata lain, tugas bagi guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata.
4)   Masyarakat Belajar (Learning Community)
               Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dan teman-teman belajarnya. Seperti yang disarkan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
5)   Pemodelan (Modelling)
               Kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6)   Refleksi (Reflection)
               Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa saja yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan sebelumnya. Pada sat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).
7)   Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
               Penilaian sebagai bagian dari integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat sangat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.  Dengan terkumpulnya berbagai data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar dari setiap siswa.

c.         Model Pembelajaran Kooperatif
               Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori kontruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori kontruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dengan merevisinya bila perlu. Menurut Slavin (2007:23), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah kontruktivisme. Dalam teori kontruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar kontruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak.
Model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa itu sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Pandangan kontruktivisme Piaget dan Vigotsky dapat berjalan berdampingan dalam proses belajar kontruktivisme Piaget yang menekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki orang tersebut. Sedangkan kontruktivisme Vigotsky menekankan pada interaksi sosial dan melakukan konstuksi pengetahuan dari lingkungan sosialnya.
            Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
            Pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing prose antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri (Abdulhak, 2001:19-20).
            Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati, 2002:25).
            Cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok (Tom V. Savage, 1987:217).
            Terdapat empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni:
1)        Adanya peserta didik dalam kelompok
2)        Adanya aturan main (role) dalam kelompok
3)        Adanya upaya belajar dalam kelompok
4)        Adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok
            Pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan:
1)        Minat dan bakat siswa
2)        Latar belakang kemampuan siswa
3)        Perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar belakang kemampuan siswa
         Nurulhayati (2002:25-28) mengemukakan lima unsur dasar model cooperative learning, yaitu:
1)        Ketergantungan yang positif
2)        Pertanggungjawaban individual
3)        Kemampuan bersosialisasi
4)        Tatap muka
5)        Evaluasi proses kelompok

            Berikut adalah model-model pembelajaran kooperatif:
1)        Model Student Teams Achievement Division (STAD)
      Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin.
      Menurut Slavin (2007:27) model STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
      Siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suaru pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingankan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau sebera   pa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya. Nilai-nilai ini kemudian dijumlah untuk dijadikan nilai kelompok, dan kelompok yang dapat mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang lainnya. Keseluruhan aktivitas itu, mulai dari paparan guru ke kerja kelompok sampai kuis, biasanya memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas. STAD adalah yang paling tepat untuk mengajarkan ilmu-ilmu pasti, seperti perhitungan dan penerapan matematika, penggunaan bahasa dan mekanika, geografi dan keterampilan perpetaan, dan konsep-konsep sains lainnya. Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran kooperatif model STAD:
a)        Penyampaian tujuan dan motivasi
b)        Pembagian kelompok
c)        Presentasi dari guru
d)       Kegiatan belajar dalam tim (Kerja Tim)
e)        Kuis (Evaluasi)
f)         Penghargaan prestasi tim

2)        Model Jigsaw
        Menurut Rusman (2012:176) model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas.
      Artis Jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutkannya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
      Pada dasarnya, dalam model ini, guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen atau subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang. Berikut langkah-langkah dari model Jigsaw:
a.         Siswa dikelompokkan dengan anggota 4 orang
b.        Setiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda
c.         Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli)
d.        Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subtopik yang mereka kuasai
e.         Tiap tim ahli memperesentasikan hasil diskusi
f.         Pembahasan
g.        Penutup
      Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri (Lie, 2002:73).
3)        Investigasi Kelompok (Group Investigation)
      Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan  dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel (Rusman, 2012:186)
      Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya setiap kelompok mempresentasikan memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling bertukar informasi teman mereka.
      Belajar kooperatif dengan teknik GI sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan  kegiatan studi proyek terintegrasi, yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintetis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karenanya, kesuksesan implementasi teknik kooperatif GI sangat tergantung dari pelatihan awal dalam penguasaan keterampilan komunikasi dan sosial.
      Impelemnetasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran secara umum dapat dibagi menjadi enam langkah, yaitu:
d)       Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengatagorisasi saran-saran, para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yag sama, komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen, guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi).
e)        Merencanakan tugas-tugas belajar (direncakanan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki, bagaimana kita  melakukannya, siapa sebagai apa-pembagian kerja, untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi).
f)         Melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan, setiap anggota kelompok harus berkontribusi  kepada usaha kelompok, para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesiskan ide-ide)
g)        Menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial proyeknya, merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya, membentuk panitia acara untuk mengoordinasi rencana presentasi)
h)        Mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk, bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya), pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas)
i)          Evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya, guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran, asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis)

4)        Model Make a Match (Membuat Pasangan)
      Model Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994:43). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
      Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencar pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan waktu diperi poin. Langkah-langkah pembelajaran Make a Match antara lain sebagai berikut:
a)        Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya merupakan kartu jawaban)
b)        Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang
c)        Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartuya (kartu soal atau kartu jawaban)
d)       Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
e)        Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya
f)         Kesimpulan



5)        Model TGT (Teams Games Tournaments)
      Model TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
      TGT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suka kata atau ras yang berebda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Berikut adalah langkah-langkahnya:
a)        Penyajian kelas (class precentation)
b)        Belajar dalam kelompok (teams)
c)        Permainan (games)
d)       Pertandingan (tournament)
e)        Penghargaan kelompok (team recognition)

d.        Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
   Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan di dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
   Karakteristik pembelajaran berbasis masalah antara lain sebagai berikut:
1)        Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
2)        Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur
3)        Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
4)        Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetisi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar
5)        Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
6)        Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM
7)        Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif
8)        Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan
9)        Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintetis dan integrasi dari sebuah proses belajar
10)    PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar
            Pada dasarnya kompeksitas masalah yang dihadapi sangat tergantung pada latar belakang dan profil siswa. Desain masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)        Karakteristik: masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas masalah, masalah memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan masalah, sebagai produk akhir.
2)        Konteks: masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki elemen baru.
3)        Sumber dan Lingkungan Belajar: masalah dapat memeberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama, adanya bimbingan dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan sumber, adanya sumber informasi, dan hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.
4)        Presentasi: penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip, audio, jurnal, dan majalah, web site.
            Intisari PBM, Ibrahim dan Nur (2000:2) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.
PBM merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Problem-Based Learning pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada.
Ibrahim dan Nur (2000: 13) dan Ismail (2002:1) mengemukakan bahwa langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut:
1)        Orientasi siswa pada masalah: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
2)        Mengorganisasikan siswa untuk belajar: Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan maslaah tersebut.
3)        Membimbing pengalaman individual atau kelompok: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4)        Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.
5)        Menganalisis dan mengebaluasi proses pemecahan maslah: Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Seperti yang kita ketahui bahwa teori yang melandasi PBM adalah teori kontruktivisme. Ada beberapa teori lainnya yang melandasi pendekatan PBM (Rusman, 2012:194), yakni sebagai berikut:
1)        Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel
Ausubel membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila siswa memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
2)        Teori Belajar Vigotsky
Ibrahim dan Nur (2000:19) Vigotsky ini meyakini bahwa interaksi sosial dengan temain lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan PBM dalam hal mengatikan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.

3)        Teori Belajar Jerome S. Burner
      Bruner juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.

e.         Model Pembelajaran Berbasis Komputer
Berikut adalah model-model yang termasuk ke dalam Model Pembelajaran Berbasis Komputer menurut Rusman (2012:203):
1)        Model Drills
      Model drills adalah model dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. Melalui model drills akan ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan. Model ini juga dapat menambah kecepatan, ketepatan, kesempurnaan dalam melakukan sesuatu serta dapat pula dipakai suatu cara mengulangi bahan latihan yang telah disajiakn, juga dapat menambah kecepatan.
      Langkah-langkah dalam model drills:
a)          Jelaskan terlebih dahulu tujuan atau kompetensi (misalnya sesudah pembelajaran selesai siswa akan dapat mempraktikkan dengan tepat tentang materi yang telah dilatihkannya).
b)         Tentukan dan jelaskan kebiasaan, ucapan, kecekatan, gerak tertentu, dan lain sebagainya yang akan dilatihkan, sehingga siswa mengetahui dengan jelas apa yang harus mereka kerjakan.
c)        Pusatkan perhatian siswa terhadap bahan yang akan atau sedang dilatihkan itum misalnya dengan menggunakan animasi yang menarik dalam tampilan komputer.
d)       Gunakan selingan latihan, supaya tidak membosankan dan melelahkan.
Guru hendaknya memerhatikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa, serta mendiagnosis kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa. Kesalahan dibetulkan secara klasikan, sedangkan kesalahan perorangan dibenarkna secara perseorangan.
      Latihan tidak boleh terlalu lama atau terlalu cepat. Lamanya latihan dan banyaknya bahan yang dilatihkan harus disesuaikan dengan keadaan, kemampuan, serta kesanggupan para siswa.

2)        Model Tutorial
      Model tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan, yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat mencapai hasil belajar secara optimal. Menurut Rusman (2012:209) tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian arahan, bantuan, petunjuk, dan motivasi agar para siswa belajar secara efisian dan efektif. Tutorial didefiniskan sebagai bentuk pembelajaran khusus dengan pembimbing yang terkualifikasi. Program tutorial adalah program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan software berupa program komputer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan. Adapun fungsi tutorial, yaitu sebagai berikut:
a)          Kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengomunikasikannya kepada siswa
b)         Pembelajaran, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar para siswa aktif belajar mandiri melalui program interaktif yang telah dirancang dan ditetapkan
c)          Diagnosis-bimbingan, yakni membantu para siswa yang mengalami kesalahan, kekeliruan, kelambanan, masalah dalam pembelajaran berbasis komputer berdasarkan hasil penilaian, baik formatif maupun sumatif, sehingga siswa mampu membimbing diri sendiri
d)         Administratif, yakni melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian, dan teknis administratif lainnya sesuai dengan tuntutan CBI
e)          Personal, yakni memberikan keteladanan kepada siswa seperti penguasaan mengorganisasikan materi, cara belajar, sikap dan perilaku yang secara tak langsung mengunggah motivasi belajar mandiri dan motif berprestasi yang tinggi.
             Tujuan dari Pembelajaran Tutorial antara lain sebagai berikut:
a)          Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para siswa sesuai dengan yang dimuat dalam software pembelajaran: melakukan usaha-usaha pengayaan materi yang relevan
b)         Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa tentang cara memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu membimbing diri sendiri
c)          Untuk meningkatkan kemampuan siswa tentang cara belajar mandiri dan menerapkannya pada masing-masing CBI yang sedang di pelajari
      Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran tutorial bertujuan untuk memberikan “kepuasan” atau pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada siswa mengenai materi/ bahan pelajaran yang sedang dipelajari.
3)   Model Simulasi
      Menurut Rusman (2012:213) model simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekatai suasana sebenarnya dan berlangsung dalan suasana yang tanpa resiko.
4)  Model Instructional Games
      Menurut Rusman (2012:214) Instructional games merupakan salah satu bentuk metode dalam pembelajaran berbasis komputer. Tujuan Instructional games adalah untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberikan fasilitas belajar untuk menambah kemampuan siswa melalui bentuk permainan yang mendidik.

f.         Model PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
            Menurut Rusman (2012:219) PAKEM berasal dari konsep bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak (student-centered learning) dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut. Di samping itu, PAKEM adalah penerjemahan dari empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO: (1) learning to know, yaitu mempelajari ilmu pengetahuan berupa aspek kognitif dalam pembelajaran, (2) learning to do, yaitu belajar melakukan yang merupakan aspek pengalaman dan pelaksanaanya, (3) learning to be, yaitu belajar menjadi diri sendiri berupa aspek kepribadian dan kesesuaian dengan diri anak, dan (4) learning to life together, yaitu belajar hidup dalam kebersamaan yang merupakan aspek kesosialan anak, bagaimana bersosialisasi, dan bagaimana hidup toleransi dalam keberagaman yang ada di sekeliling siswa.
            Tujuan PAKEM ini adalah terdapatnya perubahan paradigma di bidang pendidikan, seperti yang dicanangkan oleh Depdiknas, bahwa pendidikan di Indonesia saat ini sudah harus beranjak dari: (1) schooling menjadi learning, (2) instructive menjadi facilitative, (3) government role menjadi community role, dan (4) centralistic menjadi decentralistic.
            PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di sekolah dari kurikulum yang sudah dirancang dan menuntut aktivitas dan kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan.
   Berikut adalah klasifikasi pembelajaran PAKEM (Rusman, 2012:220):
1)        Pembelajaran Partisipatif
      Pembelajaran partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran (child center/student center) bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pembelajaran (teacher center).
2)        Pembelajaran Aktif
      Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Pembelajaran aktif memiliki persamaan dengan model pembelajaran self discovery learning, yakni pembelajaran yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan kesimpulan sendiri sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
3)        Pembelajaran Kreatif
      Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Pada umumnya, berpikir kreatif memiliki empat tahapan sebagai berikut:
a)          Persiapan, yaitu proses pengumpulan informasi untuk diuji.
b)         Inkubasi, yaitu suatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional.
c)          Iluminasi, yaitu suatu kondisi untuk menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat dan rasional.
d)         Verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau teori.
4)        Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Proses pelaksanaan pembelajaran efektif dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: (1) melakukan appersepsi, (2) melakukan eksplorasi, yaitu memperkenalkan materi pokok dan kompetensi dasar yang akan dicapai, serta menggunakan variasi metode, (3) melakukan konsolidasi pembelajaran, yaitu mengaktifkan siswa dalam membentuk kompetensi dan mengaitkannya dengan kehidupan siswa, (4) melakukan penilaian, yaitu mengumpulkan fakta-fakta dan data/dokumen belajar siswa yang valid untuk melakukan perbaikan program pembelajaran.
5)        Pembelajaran Menyenangkan
      Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure). Terdapat empat aspek mempengaruhi model PAKEM, yaitu pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi.
      Berikut adalah model-model pembelajaran yang mendukung pembelajaran PAKEM, yaitu:
1)      Pembelajaran Kuantum (Quantum Teaching)
            Pembelajaran kuantum ini merupakan bentuk inovasi dari pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan di sekitar momen belajar.
2)      Pembelajaran Kontekstual
            Pembelajaran kontekstual atau yang lebih dikenal dengan sebutan CTL (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak belajar dan mengalami sendiri apa yang akan dipelajarinya, bukan sebatas mengetahui.
            Dari pengertian di atas bisa dipahami bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang akan diajarkannya kepada siswa sesuai dengan kondisi yang terjadi dan mendorong siswa untuk bisa menerapkan pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. 
g.        Model Pembelajaran Berbasis Web (E-Learning)
            Menurut Rusman (2012:224) pembelajaran berbasis web yang populer dengan sebutan Web-Based Education (WBE) atau kadang disebut e-learning (electronik learning) dapat didefinisikan sebagai aplikasi teknologi web dalam dunia pembelajaran untuk sebuah proses pendidikan.
            Model pembelajaran dirancang dengan mengintegrasikan pembelajaran berbasis web dalam program pembelajaran konvensional tatap muka. Proses pembelajaran konvensional tatap muka dilakukan dengan pendekatan Student Centered Learning (SCL) melalui kerja kelompok. Model ini menuntut partisipasi peserta didik yang tinggi.
            Karena internet merupakan sumber informasi utama dan pengetahuan, melalui teknologi ini kita dapat melakukan beberapa hal, di antaranya untuk:
1)        Penelusuran dan pencairan bahan pustaka
2)        Membangun Program Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) untuk memodelkan sebuah rencana pembelajaran
3)        Memberi kemudahan untuk mengakses apa yang disebut dengan virtual classroom ataupun virtual university
4)        Pemasaran dan promosi hasil karya penelitian.
         Agar pemanfaatan teknologi informasi tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal, maka dibutuhkan kemampuan pengelola teknologi komunikasi dan informasi yang baik yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan baik untuk tingkat pembuatan kebijakan pendidikan di daerah maupun pada tingkat sekolah. Perbedaan pembelajaran tradisional dengan e-learning, yaitu kelas tradisional dulu guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan didalam pembelajaran e-learning fokus utamanya adalah belajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran e-learning akan memaksa pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya.
         Dalam praktiknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu, dikenal istilah computer based learning (CBL), yaitu pembelajaran yang sepenuhnya memakai komputer. Dan ComputerAssisted Learning (CAL)yaitu pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama komputer.
         Ada 3 kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu Web Course, Web Centric Course,dan Web Enhanced Course (Rusman, 2007). Kemungkinan-kemungkinan tersebut antara lain sebagai berikut:
1)        Web Course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana mahasiswa dan dosen sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka.
2)        Web Centic Course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka.
3)        Web Enhanced Course adalah pemanfaatan internet untuk penunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan dikelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara mahasiswa dengan dosen, sesama mahasiswa, anggota kelompok, atau mahasiswa dengan narasumber lain.
h.        Pembelajaran Temuan Terbimbing
            Menurut Rusman (2012:228) temuan terbimbing adalah satu pendekatan mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu mereka mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas. Langkah-langkah model temuan terbimbing antara lain adalah sebagai berikut:
1)        Memulai pelajaran, diniatkan untuk menarik perhatian siswa dan memberikan kerangka kerja konseptual mengenai apa yang harus diikuti.
2)        Berujung-terbuka (open-ended), bertujuanmendorong keterlibatan siswa dan memastikan keberhasilan awal mereka.
3)        Konvergen, dengan tujuan belajar objektif yang guru ingin siswa capai. Untuk melakukan itu guru harus mempersempit rentang response siswa dan mebantu mereka mengidentifikasi karakteristik utama jika guru mengajarkan konsep. Atau, mengidentifikasi hubungan jika guru mengajarkan generalisasi.
4)        Penutup dan penerapan, terjadi kala siswa mampu secara lisan menyatakan karakteristik dari konsep atau secara verbal menggambarkan hubungan yang ada didalam generalisasi.

i.          Model Peraihan Konsep
            Menurut Rusman (2012:231) model peraihan konsep adalah  sebuah model pengajaran yang dirancang untuk membantu siswa dari semua usia mengembangkan dan menguatkan pemahaman mereka tentang konsep dan mempraktikan berpikir kritis. Model peraihan konsep juga berguna untuk memberi siswa pengalaman dengan metode ilmiah. Terutama juga pengalaman dengan pengujian hipotesis, pengalaman yang sulit diberikan dalam bidang-bidang materi selain sains.
            Berikut adalah tujuan pembelajaran model peraihan konsep:
1)        Membangun dan mengembangkan konsep
2)        Mengembangkan kemampuan berpikir kritis
            Langkah-langkah dalam pembelajaran peraihan konsep antara lain adalah sebagai berikut:
1)        Perkenalan, guru memperkenalkan pelajaran dan menjelaskan bagaimana kegiatan akan dilakukan.
2)        Memberi contoh dan merumuskan hipotesis, siswa diberikan satu contoh atau lebih dan non contoh, dan mereka menghipotesiskan kemungkinan sebutan bagi konsep berdasarkan contoh-contoh dan non contoh awal.
3)        Siklus analisis, contoh dan non contoh tambahan diberikan. Siswa menyingkirkan hipotesis-hipotesis yang ada dan menambah hipotesis-hiopotesis baru berdasarkan contoh dan non contoh baru.
4)        Penutup dan penerapan, satu hipotesis tunggal dipisahkan dan didefinisikan. Contoh tambahan dianalisis berdasarkan definisi.
j.          Model Integratif
        Menurut Rusman (2012:234) model integratif adalah sebuah model pengajaran atau intruksional untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman dalam tentang bangunan pengetahuan sistematis sambil secara bersamaan melatih keterampilan berpikir kritis mereka.
            Berikut adalah tujuan dari model pembelajaran integratif:
1)        Membangun pemahaman mendalam tentang bangunan pengetahuan sistematis.
2)        Mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
         Langkah-langkah dalam model pembelajaran integratif adalah:
1)        Berujung – terbuka, murid mendeskripsikan, membandingkan, dan mencari pola.
2)        Kausal, murid memberikan penjelasan bagi kesamaan dan perbedaan.
3)        Hipotesis, murid menghipotesiskan hasil bagi kondisi-kondisi yang berbeda.
4)        Penutup dan penerapan, murid melakukan generalisasi untuk membuat hubungan luas.
k.        Pembelajaran Langsung
            Pembelajaran langusung adalah satu model yang menggunakan peragaan dan penjelasan guru digabungkan dengan latihan dan umpan balik siswa untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan nyata yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh.
            Berikut ini adalah langkah-langkah dalam model pengajaran langsung:
1)        Perkenalan dan review, guru memperkenalkan pelajaran dan mereview pemahaman awal.
2)        Presentasi, keterampilan baru disajikan, dijelaskan, dan digambarkan dengan contoh berkualitas tinggi.
3)        Latihan terbimbing, siswa melatih keterampilan dibawah bimbingan guru.
4)        Latihan mandiri, siswa melatih keterampilan sendiri.

l.          Model Ceramah-Diskusi
            Menurut Rusman (2012:239) model ceramah-diskusi adalah sebuah model pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami bangunan pengetahuan sistematis, dalam pelajarannya.
            Tujuan dalam model ceramah-diskusi antara lain:
1)        Membantu murid mendapatkan informasi yang sulit diakses dengan cara lain.
2)        Membantu siswa mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber.
3)        Memajan siswa dengan berbagai sudut pandang berbeda.
            Langkah-langkah dalam model pembelajaran ceramah-diskusi antara lain:
1)        Review dan perkenalan, guru mereview topik-topik sebelumnya dan menyajikan panduan awal untuk pelajaran. Guru juga bisa memberikan pertanyaan tambahan yang dapat memberikan fokus lebih jauh bagi pelajaran.
2)        Presentasi, guru memberi siswa informasi yang merupakan bagian dari bangunan pengetahuan yang sistematis.
3)        Monitoring pemahaman, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa secara informal menilai sejauh mana mereka mengingat dan memahami informasi yang diberikan.
4)        Integrasi, guru memberikan siswa informasi tambahan kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu siswa mengintegrasikan inforamsi baru dengan informasi yang sudah disajikan. Siklus presentasi-integrasi kemudian berlanjut sepanjang pelajaran.
5)        Penutup, guru membimbing siswa saat mereka mereview dan meringkaskan informasi didalam pelajaran.

2.3 Pendidikan Bimbingan Berbasis Inklusi
a. Pengertian
     Sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
b. Tujuan
     Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan ynag bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
Pendidikan inklusif sebagai suatu sistem layanan ABK menyatu dalam layanan pendidikan formal. Konsep ini menunjukkan hanya ada satu sistem pembelajaran dalam sekolah inklusif, tetapi mampu mengakomudasi perbedaan kebutuhan belajar setiap individu.






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembelajaran berbasis bimbingan dibutuhkan berbagai strategi, pendekatan dan model-model pembelajaran yang saling berkaitan dan berkesinambungan. Model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk siswa mengerti. Untuk pengimplementasian model pembelajaran ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan situasi peserta didik, artinya guru dapat memilih jenis model pembelajaran yang menurut guru tersebut dapat mengefektifkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan disampaikan.


Penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa dalam pembahasan masih terdapat kekurangan baik dari substansi materi maupun contoh dari setiap materi yang dibahas.  Penyusun menyarankan kepada guru maupun calon guru untuk menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan sesuai dengan keadaan peserta didik.

B.      
DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. 2001.Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi dalam Peningkatan Kualitas dan Efektifitas Pembelajaran. Bandung: UPI.

Gagne, Roberth, M. 1985.The Conditions of Learning and Theory of Intructions. Fourth edition. New York: CBS College Publishing.

Ibrahim, M. dan Nur, M.2000.Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa University Press.

Ismail. 2002. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction): Apa Bagaimana, dan Contoh pada Subpokok Bahasan Statistika. Proseding Seminar Nasional Paradigma Baru Pembelajaran MIPA. Kerja Sama Dirjen Dikti Depdiknas dengan (JICA-IMSTEP).

Joyce, Bruce & Marsha Weil. 1980. Model of Teaching, Fitft Edition.USA: Allyn and Bacon A Simon & Scuster Company.

Johnson. B. Elaine. 2002. (1988). Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press. Inc.

Kellen Roy. 1998. Effective Teaching Strategies Lessons from Research and Practice. South Melbourne, Vic: Thomson Social Science Press, 2007.

Kemp, Jarold.E. 1985. Planning and Producing Instructional Media. New York: Harper & Row Publisher.

Lie. A. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Lorna Curran. 1994. Language Art and Cooperative Learning Lessons for Little Ones. Publisher 1994 by Kagan Cooperative Learning in San Juan Capistrano, CA.

Maslow. A. 1962. Toward a Pshichology of Being. New York: John Wiley and Sons.

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurulhayati, Siti. 2002. Pembelajaran Kooperatif yang Menggairahkan. Wahana Informasi dan Komunikasi Pendidikan TK dan SD. Edisi 3.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Edisi Kedua. Jakarta: Grafindo.

Slavin E. Robert. 2007. Cooperative Learning: Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammadﷺ menjadi Rasul

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammad ﷺ menjadi Rasul Ketika usia Rasulullah ﷺ telah mendekati 40 tahun, beliau lebih senang mengasingkan ...