KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat
Allah Swt., berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Dan tak lupa solawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad saw., yang telah membimbing umatnya hingga sampai pada zaman yang
penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Makalah ini susun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Bimbingan Konseling, yang membahas tentang “Model-Model Bimbingan”. Kami
menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan dalam makalah
ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi dan saran yang
diberikan akan sangat membantu kami dalam menyusun makalah selanjutnya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis khususnya, Aamiin.
Bandung, Maret 2018
Tim penyusun
DAFTAR ISI
1.3
Tujuan.........................................................................................................5
2.2Macam-macam Model Pembelajaran.................................................................. 8
2.3 Pendidikan Berbaisis Bimbingan
Inklusi........................................................ 41
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan proses
pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model
pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa
secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran
yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa
dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.
Untuk dapat mengembangkan
model pembelajaran yang efektif , setiap guru harus memiliki pengetahuan yang
memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model pembelajaran
tersebut dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif memiliki
keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan kondisi
siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan
fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa faktor lain yang
terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi ini,
model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat meningkatkan peran kepada
siswa secara optimal dalam pembelajaran, dan pada akhirnya tidak dapat memberi
sumbangan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Mempertimbangkan
pentingnya hal di atas maka kami sebagai calon pendidik akan membahas beberapa
model-model
pembelajaran yang berbasis
bimbingan secara mendalam. Model-model pembelajaran yang
akan di bahas dalam makalah ini,
antara
lain :
1.
Model
Pembelajaran Berdasarkan Teori
2.
Model Pembelajaran Kontekstual
3.
Model Pembelajaran Kooperatif
4.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
5.
Model Pembelajaran Berbasis Komputer
6.
Model Pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
7.
Model Pembelajaran Berbasis Web (e-Learning)
8.
Model Temuan Terbimbing
9.
Model Peraihan Konsep
10.
Model Integratif
11.
Model Pengajaran Langsung
12.
Model Ceramah-Diskusi
1.2 Rumusan Masalah
a)
Apa yang
dimaksud dengan model-model pembelajaran berbasis bimbingan?
b)
Apa saja
macam-macam model pembelajaran?
c)
Apa saja
ciri-ciri pembelajaran berbasis bimbingan inklusi?
1.3 Tujuan
a.
Mengetahui
model-model bimbingan sebagai referensi untuk menerapkannya di kemudian hari.
b.
Mengetahui
manfaat dari model-model pembelajaran untuk di terapkan di kemudian hari.
c.
Mengetahui
proses pembelajaran berbasis bimbingan inklusi.
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Strategi
Pengerian Strategi dalam pembelajaran: (1) Strategi
menurut Kemp (1985:15) adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. (2) Strategi
Pembelajaran menurut Kemp (1985:15) menyebutkan
bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu perangkat materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar
pada siswa. Dari kedua pengertian strategi tersebut, upaya mengimplementasian
rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang
telah disusun dapat dicapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
bisa terjadi suatu strategi pembelajaran menggunakan beberapa metode. Misalnya,
untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus
metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
Termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh sebab itu, strategi berbeda
dengan metode. Strategi menunjukan pada sebuah perencanaan untuk mencapai
sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a
plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a way in achieving.
b.
Pendekatan
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum. Pada intinya,
pendekatan ini berarti bagaimana cara kita sebagai calon pendidik untuk
melakukan pendekatan kepada pembelajaran, baik yang berpusat pada guru ataupun
pada siswa.
c.
Model
Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (Rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain
(Joyce & Weil, 1980:1), dari pengertian tersebut model pembelajaran dapat
dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang
sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Macam-Macam Pendekatan dalam
Pembelajaran
Roy Kellen (1998:28) mencatat bahwa ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu:
a.
Pendekatan yang berpusat pada
guru (teacher-centered approaches).
Pendekatan yang berpusat pada guru menggunakan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
b.
Pendekatan yang berpusat pada
siswa (student-centered approaches).
Pendekatan yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran inkuiri
dan discovery serta pembelajaran induktif.
1.
Ciri-Ciri Model
Pembelajaran
Model pembelajaran memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Berdasarkan teori pendidikan
dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian
kelompok disusun oleh Herbet Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini
dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
b.
Memiliki misi atau tujuan
pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk
mengembangkan proses berpikir induktif.
c.
Dapat dijadikan pedoman untuk
perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki
kreativitas dalam pelajaran mengarang.
d.
Memilih bagian-bagian model,
yang dinamakan:
1)
Urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax).
2)
Adanya prinsip-prinsip reaksi.
3)
Sistem sosial.
4)
Sistem pendukung.
Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila
guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
e.
Memiliki dampak sebagai akibat
terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi:
1)
Dampak pembelajaran, yaitu
hasil belajar yang dapat diukur.
2)
Dampak pengiring, yaitu hasil
belajar jangka panjang.
f.
Model Persiapan Mengajar (Design Instructional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
2.2
Macam-Macam Model Pembelajaran
a.
Model Pembelajaran Berdasarkan
Teori
1)
Model Interaksi Sosial
Model ini didasarkan oleh teori belajar Gestalt (field theory). Model interaksi sosial
menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Pokok
pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai
suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek/ peristiwa adalah
terletak pada seluruh bentuk (Gestalt) dan bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran
akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh,bukan bagian-bagian. Dalam
pembelajaran ini
antara lain adalah:
a)
Pengalaman (insight/
tilikan). Dalam proses pembelajaran siswa hendaknya memiliki kemampuan insight yaitu kemampuan mengenal
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek. Guru hendaknya mengembangkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan insight.
b)
Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait dalam suatu objek akan menunjang pembentukan pemahaman dalam
proses pembelajaran.
c)
Content yang
dipelajari siswa hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya
maupun bagi kehidupannya di masa yang
akan datang.
d)
Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada suatu
tujuan. Perilaku di samping adanya kaitan dengan SR-bond, juga terkait dengan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran
terjadi karena siswa memiliki harapan tertentu. Sebab itu pembelajaran akan
berhasil bila siswa mengetahui tujuan yang akan dicapai.
e)
Prinsip ruang hidup (life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan atau field theory).Perilaku siswa terkait
dengan lingkunganataumedan
di mana ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan
situasi lingkungan di mana siswa berada (kontekstual).
Model
interaksi sosial ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a)
Kerja Kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan
berperan serta dalam proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan
interpersonal dan discovery skills dalam
bidang akademik.
b)
Pertemuan Kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman
mengenai diri sendiri dan rasa tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap kelompok.
c)
Pemecahan Masalah Sosial atau Social Inquiry, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah-masalah sosial dengan cara berpikir logis.
d)
Bernain Peranan, bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi melalui situasi
tiruan.
e)
Simulasi Sosial, bertujuan untuk membantu siswa
mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka.
2)
Model Pemrosesan Informasi
Model ini berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget)
dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat
memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan Informasi merujuk pada cara mengumpulkan atau menerima stimuli dari lingkungan mengorganisasi data,
memecahkan masalah, menemukan konsep dan menggunakan simbol verbal dan visual.
Teori pemrosesan informasi atau kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985:31). Asumsinya adalah pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembanganmerupakanhasilkumulatifdari pembelajaran.
Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah
sehingga menghasilkan output dari bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan
informasi terjadi interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses
kognitif) dan kondisi-kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan) dan
interaksi dari antarkeduanya akan menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran
merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities) yang terdiri dari:
A.
Informasi verbal.
B.
Kecakapan intelektual.
C.
Strategi kognitif.
D.
Sikap.
E.
Kecakapan motorik.
Delapan fase proses pembelajaran menurut Robert M.
Gagne (1985:32) adalah:
a)
Motivasi, fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk
melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu (motivasi intrinsik dan
ekstrinsik).
b)
Pemahaman, individu menerima dan memahami informasi yang diperoleh dari
pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian.
c)
Pemerolehan, individu memberikan makna atau mempersepsi segala informasi yang sampai pada dirinya
sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori siswa.
d) Penahan, menahan informasi atau hasil belajar agar dapat digunakan untuk jangka
panjang. Proses mengingat jangka panjang.
e)
Ingatan kembali, mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan,
bila ada rangsangan.
f)
Generalisasi, menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
g)
Perlakuan, Perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil
pembelajaran
h)
Umpan Balik, individu memperoleh feedback
dari perilaku yang telah dilakukannya.
Model Proses Informasi ini meliputi beberapa strategi
pembelajaran, diantaranya:
a)
Mengajar Induktif, yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan
membentuk teori.
b)
Latihan Inquiry, yaitu untuk
mencari dan menemukan informasi yang memang diperlukan.
c)
Inquiry keilmuan, bertujuan untuk mengajarkan
sistem penelitian dalam disiplin ilmu, dan diharapkan akan memperoleh
pengalaman dalam domain-domain disiplin ilmu lainnya.
d) Pembentukan konsep, bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir induktif, mengembangkan konsep, dan kemampuan
analisis.
e)
Model Pengembangan, bertujuan untuk mengembangkan intelegensi umum,
terutama berpikir logis, aspek sosial dan moral.
f)
Advanced Organizer Model, bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan memproses informasi yang efisien untuk menyerap dan menghubungkan
satuan ilmu pengetahuan secara bermakna.
3)
Model Personal (Personal Models)
Model ini bertitik tolak dari teori humanistik, yaitu
berorientasi terhadap pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada
emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan
lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan
yang harmonis serta mampu memperoses informasi secara efektif.
Tokoh humanistik yaitu Abraham Maslow (1962:43), R. Rogers, C. Butler, dan Arthur Comb. Menurut
teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar
siswa merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional
maupun intelektual. Pada teori humanistik ini, pendidik seharusnya berperan
sebagai pendorong, bukan menahan sensitifitas siswa terhadap perasaannya.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi
pembelajaran sebagai berikut:
a)
Pembelajaran non-direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan
perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri).
b)
Latihan Kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal
atau kepedulian siswa.
c)
Sintetik, untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah
secara kreatif.
d) Sistem Konseptual, untuk meningkatkan
kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
4)
Model Modifikasi Tingkah Laku (Behavioral)
Model ini bertitik tolak dari teori belajar
behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk
mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara
memanipulasi penguatan (reinforcement).
Model ini menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang
tidak dapat diamati. Karakteristik model ini adalah dalam hal penjabaran
tugas-tugas yang harus dipelajari siswa lebih efisien dan berurutan.
Ada empat fase dalam model modifikasi tingkah laku
ini, yaitu:
a)
Fase mesin pembelajaran (CAI dan CBI)
b)
Penggunaan media
c)
Pengajaran berprograma (linear dan
branching)
d) Operant conditioning dan operant
reinforcement
Implementasi dari model modifikasi tingkah laku ini
adalah: meningkatkan ketelitian pengucapan pada anak, guru selalu perhatian
terhadap tingkah laku belajar siswa, modifikasi tingkah laku anak yang
kemampuan belajarnya rendah dengan memberikan reward, sebagai reinforcement
pendukung, dan penerapan prinsip pembelajaran individual (individual learning) terhadap
pembelajaran klasikal.
b.
Model Pembelajaran Kontekstual
Elaine B. Johnson (2002:49) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah
sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.
Lebih lanjut, pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang
cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis
dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Inti dari pembelajaran
kontekstual ini adalah keterkaitan materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan
nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang
materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga
bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media,
dan lain sebagainya, yang memang baik secara langsung maupun tidak langsung
diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat (Nurhadi, dalam
Rusman, 2012:149).
CTL (Contextual
Teaching and Learning) memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran
akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL
memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman
segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan
makna yang baru (Johnson, dalam
Rusman,2012:150).
CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya
proses belajar di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya
dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang
bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama
(Howey R, Keneth, dalam
Rusman,2012:150).
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain atauskenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan
sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Menurut Johnson (dalam
Rusman,2012:150)Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL
tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Mengembangkan pemikiran siswa untuk
melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
yang akan dimilikinya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa
melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4) Menciptakan masyarakat belajar,
seperti melakukan kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain
sebagainya.
5) Menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
6) Membiasakan anak untuk melakukan
refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7) Melakukan penilaian secara objektif,
yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Berikut ini perupakan komponen pembelajaran
kontekstual menurut Elaine B. Johnson (2002:45) meliputi:
1) Menjalin hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
2) Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang
berarti (doing significant work)
3) Melakukan proses belajar yang diatur
sendiri (self-regulated learning)
4) Mengadakan kolaborasi (collaborating)
5) Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
6) Memberikan layanan secara individual (nurturing the individual)
7) Mengupayakan pencapaian standar yang
tinggi (reaching high standards)
8) Menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment).
Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus
dikembangkan oleh guru, yaitu:
1) Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme
merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas. Batasan kontruktivisme di atas memberikan penekanan
bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian dari integral dari
pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari
setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman
nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.
2) Menemukan (Inquiry)
Menukan
merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan
penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain
yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi merupakan hasil dari temuan sendiri.
3) Bertanya (Quetioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik
utama CTL adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang
dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya
merupakan strategi utama CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus
difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru
dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong peningkatan kualitas dan
produktivitas pembelajaran. Dengan kata lain, tugas bagi guru adalah membimbing
siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan
antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah
membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar
dan teman-teman belajarnya. Seperti yang disarkan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini
anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang
positif dalam learning community dikembangkan.
5) Pemodelan (Modelling)
Kini guru
bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala
kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan
untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang
cukup heterogen. Oleh karena itu, pembuatan model dapat dijadikan alternatif
untuk mengembangkan pembelajaran agar bisa memenuhi harapan siswa secara
menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang
apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi
adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa saja yang sudah dilakukan di masa
lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan sebelumnya. Pada sat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk
mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan
dirinya sendiri (learning to be).
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian sebagai bagian dari
integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat sangat menentukan untuk
mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan
CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa
memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan
informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan
semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar
dari setiap siswa.
c.
Model Pembelajaran Kooperatif
Teori yang melandasi pembelajaran
kooperatif adalah teori kontruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori
kontruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara
individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa
informasi dengan aturan yang ada dengan merevisinya bila perlu. Menurut Slavin
(2007:23), pembelajaran kooperatif
menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini
membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak
terancam, sesuai dengan falsafah kontruktivisme. Dalam teori kontruktivisme ini
lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah
kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-bagian yang lebih
sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Model pembelajaran ini
dikembangkan dari teori belajar kontruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget
dan Vigotsky. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama dikemukakan bahwa
pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak.
Model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan
sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa itu sendiri. Guru tidak hanya
memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan
dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa
untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Pandangan kontruktivisme Piaget dan
Vigotsky dapat berjalan berdampingan dalam proses belajar kontruktivisme Piaget
yang menekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang dihadapi
dan pengalaman yang dimiliki orang tersebut. Sedangkan kontruktivisme Vigotsky
menekankan pada interaksi sosial dan melakukan konstuksi pengetahuan dari
lingkungan sosialnya.
Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing prose antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan
pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri (Abdulhak, 2001:19-20).
Pembelajaran kooperatif adalah
strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok
kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati, 2002:25).
Cooperative
learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama
dalam kelompok (Tom V. Savage, 1987:217).
Terdapat
empat hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni:
1)
Adanya peserta didik dalam kelompok
2)
Adanya aturan main (role)
dalam kelompok
3)
Adanya upaya belajar dalam kelompok
4)
Adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok
Pengelompokan
siswa dapat ditentukan berdasarkan:
1)
Minat dan bakat siswa
2)
Latar belakang kemampuan siswa
3)
Perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar belakang kemampuan
siswa
Nurulhayati (2002:25-28) mengemukakan
lima unsur dasar model cooperative
learning, yaitu:
1)
Ketergantungan yang positif
2)
Pertanggungjawaban individual
3)
Kemampuan bersosialisasi
4)
Tatap muka
5)
Evaluasi proses kelompok
Berikut adalah model-model
pembelajaran kooperatif:
1)
Model Student Teams Achievement
Division (STAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert
Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin.
Menurut Slavin (2007:27) model STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif
yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah
digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa inggris, teknik dan banyak subjek
lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang
yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suaru
pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota
kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani
kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh
saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingankan
dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai
itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka
capai atau sebera pa tinggi nilai itu
melampaui nilai mereka sebelumnya. Nilai-nilai ini kemudian dijumlah untuk
dijadikan nilai kelompok, dan kelompok yang dapat mencapai kriteria tertentu
bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang lainnya. Keseluruhan
aktivitas itu, mulai dari paparan guru ke kerja kelompok sampai kuis, biasanya
memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas. STAD adalah yang paling tepat
untuk mengajarkan ilmu-ilmu pasti, seperti perhitungan dan penerapan
matematika, penggunaan bahasa dan mekanika, geografi dan keterampilan
perpetaan, dan konsep-konsep sains lainnya. Berikut adalah langkah-langkah
pembelajaran kooperatif model STAD:
a)
Penyampaian tujuan dan motivasi
b)
Pembagian kelompok
c)
Presentasi dari guru
d) Kegiatan belajar dalam tim (Kerja
Tim)
e)
Kuis (Evaluasi)
f)
Penghargaan prestasi tim
2)
Model Jigsaw
Menurut Rusman (2012:176) model ini dikembangkan dan diujicoba
oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas.
Artis Jigsaw dalam bahasa inggris
adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutkannya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara
bekerja sebuah gergaji (zigzag),
yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan
siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Pada dasarnya, dalam model ini, guru
membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil.
Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang
terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab
terhadap penguasaan setiap komponen atau subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya.
Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang
sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang. Berikut
langkah-langkah dari model Jigsaw:
a.
Siswa dikelompokkan dengan anggota 4 orang
b.
Setiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda
c.
Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok baru (kelompok ahli)
d.
Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subtopik yang mereka kuasai
e.
Tiap tim ahli memperesentasikan hasil diskusi
f.
Pembahasan
g.
Penutup
Model pembelajaran kooperatif model
Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja
kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam
orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan
bertanggung jawab secara mandiri (Lie, 2002:73).
3)
Investigasi Kelompok (Group
Investigation)
Strategi belajar kooperatif GI
dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael
Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel (Rusman, 2012:186)
Secara umum perencanaan
pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok
dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok
bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan
diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya
setiap kelompok mempresentasikan memamerkan laporannya kepada seluruh kelas,
untuk berbagi dan saling bertukar informasi teman mereka.
Belajar kooperatif dengan teknik GI
sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi, yang
mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintetis informasi dalam upaya
untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karenanya, kesuksesan implementasi teknik
kooperatif GI sangat tergantung dari pelatihan awal dalam penguasaan
keterampilan komunikasi dan sosial.
Impelemnetasi strategi belajar
kooperatif GI dalam pembelajaran secara umum dapat dibagi menjadi enam langkah,
yaitu:
d) Mengidentifikasi topik dan
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para siswa menelaah sumber-sumber
informasi, memilih topik, dan mengatagorisasi saran-saran, para siswa bergabung
ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yag sama, komposisi kelompok
didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen, guru membantu atau
memfasilitasi dalam memperoleh informasi).
e)
Merencanakan tugas-tugas belajar (direncakanan secara bersama-sama oleh
para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita
selidiki, bagaimana kita melakukannya,
siapa sebagai apa-pembagian kerja, untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi).
f)
Melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data,
dan membuat kesimpulan, setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok, para siswa bertukar
pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesiskan ide-ide)
g)
Menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan
esensial proyeknya, merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat
presentasinya, membentuk panitia acara untuk mengoordinasi rencana presentasi)
h)
Mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan
kelas dalam berbagai macam bentuk, bagian-bagian presentasi harus secara aktif
dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya), pendengar mengevaluasi kejelasan
presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas)
i)
Evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang
dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya,
guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran, asesmen diarahkan
untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis)
4)
Model Make a Match (Membuat
Pasangan)
Model Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari
metode dalam pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994:43). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana
yang menyenangkan.
Penerapan metode ini dimulai dengan
teknik, yaitu siswa disuruh mencar pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokkan waktu diperi poin. Langkah-langkah pembelajaran Make a Match antara lain sebagai
berikut:
a)
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya
merupakan kartu jawaban)
b)
Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal
dari kartu yang dipegang
c)
Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartuya
(kartu soal atau kartu jawaban)
d) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin
e)
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya
f)
Kesimpulan
5)
Model TGT (Teams
Games Tournaments)
Model TGT siswa memainkan permainan dengan
anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing.
Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat diselingi dengan
pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
TGT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
yang beranggotakan 5-6 siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suka
kata atau ras yang berebda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam
kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada
setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan,
maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau
menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Berikut
adalah langkah-langkahnya:
a)
Penyajian kelas (class
precentation)
b)
Belajar dalam kelompok (teams)
c)
Permainan (games)
d) Pertandingan (tournament)
e)
Penghargaan kelompok (team
recognition)
d.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM
kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja
kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan.
Pembelajaran berbasis masalah
merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan
konfrontasi terhadap tantangan di dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi
segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Karakteristik pembelajaran berbasis
masalah antara lain sebagai berikut:
1)
Permasalahan menjadi starting
point dalam belajar
2)
Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur
3)
Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
4)
Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetisi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang
baru dalam belajar
5)
Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
6)
Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi
sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM
7)
Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif
8)
Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya
dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan
9)
Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintetis dan integrasi dari sebuah
proses belajar
10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar
Pada dasarnya kompeksitas masalah
yang dihadapi sangat tergantung pada latar belakang dan profil siswa. Desain
masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Karakteristik: masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan
kurikulum, tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas masalah, masalah memiliki
kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan masalah, sebagai produk
akhir.
2)
Konteks: masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki
elemen baru.
3)
Sumber dan Lingkungan Belajar: masalah dapat memeberikan dorongan untuk
dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama, adanya bimbingan
dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan sumber, adanya sumber
informasi, dan hal-hal yang diperlukan dalam proses pemecahan masalah.
4)
Presentasi: penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip, audio,
jurnal, dan majalah, web site.
Intisari PBM, Ibrahim dan Nur
(2000:2) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi
siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di
dalamnya belajar bagaimana belajar.
PBM merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Problem-Based Learning pertama kali diperkenalkan pada awal
tahun 1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu
upaya menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan
sesuai situasi yang ada.
Ibrahim dan Nur (2000: 13) dan Ismail
(2002:1) mengemukakan bahwa langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
adalah sebagai berikut:
1)
Orientasi siswa pada masalah: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah.
2)
Mengorganisasikan siswa untuk belajar: Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
maslaah tersebut.
3)
Membimbing pengalaman individual atau kelompok: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
4)
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu
mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.
5)
Menganalisis dan mengebaluasi proses pemecahan maslah: Guru membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses yang mereka gunakan.
Seperti yang
kita ketahui bahwa teori yang melandasi PBM adalah teori kontruktivisme. Ada
beberapa teori lainnya yang melandasi pendekatan PBM (Rusman, 2012:194), yakni sebagai berikut:
1)
Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel
Ausubel
membedakan antara belajar bermakna (meaningfull
learning) dengan belajar menghafal (rote
learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang
sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila siswa memperoleh informasi
baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah
diketahuinya. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
2)
Teori Belajar Vigotsky
Ibrahim dan Nur
(2000:19) Vigotsky ini meyakini bahwa interaksi sosial dengan temain lain
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Kaitan dengan PBM dalam hal mengatikan informasi baru dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial
dengan teman lain.
3)
Teori Belajar Jerome S. Burner
Bruner juga
menggunakan konsep scaffolding dan
interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan
masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman
atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
e.
Model Pembelajaran Berbasis Komputer
Berikut adalah
model-model yang termasuk ke dalam Model Pembelajaran Berbasis Komputer menurut Rusman (2012:203):
1)
Model Drills
Model drills adalah model dalam pembelajaran
dengan jalan melatih siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.
Melalui model drills akan ditanamkan
kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan. Model ini juga dapat menambah
kecepatan, ketepatan, kesempurnaan dalam melakukan sesuatu serta dapat pula
dipakai suatu cara mengulangi bahan latihan yang telah disajiakn, juga dapat
menambah kecepatan.
Langkah-langkah dalam model drills:
a)
Jelaskan terlebih dahulu tujuan atau kompetensi (misalnya sesudah
pembelajaran selesai siswa akan dapat mempraktikkan dengan tepat tentang materi
yang telah dilatihkannya).
b)
Tentukan dan jelaskan kebiasaan, ucapan, kecekatan, gerak tertentu, dan
lain sebagainya yang akan dilatihkan, sehingga siswa mengetahui dengan jelas
apa yang harus mereka kerjakan.
c)
Pusatkan perhatian siswa terhadap bahan yang akan atau sedang dilatihkan
itum misalnya dengan menggunakan animasi yang menarik dalam tampilan komputer.
d) Gunakan selingan latihan, supaya
tidak membosankan dan melelahkan.
Guru hendaknya
memerhatikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa, serta mendiagnosis
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa. Kesalahan dibetulkan secara
klasikan, sedangkan kesalahan perorangan dibenarkna secara perseorangan.
Latihan
tidak boleh terlalu lama atau terlalu cepat. Lamanya latihan dan banyaknya
bahan yang dilatihkan harus disesuaikan dengan keadaan, kemampuan, serta
kesanggupan para siswa.
2)
Model Tutorial
Model
tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan, yang bertujuan memberikan
bantuan kepada siswa agar dapat mencapai hasil belajar secara optimal. Menurut Rusman (2012:209) tutorial adalah bimbingan pembelajaran
dalam bentuk pemberian arahan, bantuan, petunjuk, dan motivasi agar para siswa
belajar secara efisian dan efektif. Tutorial didefiniskan sebagai bentuk
pembelajaran khusus dengan pembimbing yang terkualifikasi. Program tutorial
adalah program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan software berupa program
komputer yang berisi materi pelajaran dan soal-soal latihan. Adapun fungsi
tutorial, yaitu sebagai berikut:
a)
Kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah
dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengomunikasikannya kepada siswa
b)
Pembelajaran, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar para siswa aktif
belajar mandiri melalui program interaktif yang telah dirancang dan ditetapkan
c)
Diagnosis-bimbingan, yakni membantu para siswa yang mengalami kesalahan,
kekeliruan, kelambanan, masalah dalam pembelajaran berbasis komputer
berdasarkan hasil penilaian, baik formatif maupun sumatif, sehingga siswa mampu
membimbing diri sendiri
d)
Administratif, yakni melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian, dan
teknis administratif lainnya sesuai dengan tuntutan CBI
e)
Personal, yakni memberikan keteladanan kepada siswa seperti penguasaan
mengorganisasikan materi, cara belajar, sikap dan perilaku yang secara tak
langsung mengunggah motivasi belajar mandiri dan motif berprestasi yang tinggi.
Tujuan
dari Pembelajaran Tutorial antara lain sebagai berikut:
a)
Untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para siswa sesuai dengan yang
dimuat dalam software pembelajaran:
melakukan usaha-usaha pengayaan materi yang relevan
b)
Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa tentang cara
memecahkan masalah, mengatasi kesulitan atau hambatan agar mampu membimbing
diri sendiri
c)
Untuk meningkatkan kemampuan siswa tentang cara belajar mandiri dan
menerapkannya pada masing-masing CBI yang sedang di pelajari
Berdasarkan
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran tutorial bertujuan
untuk memberikan “kepuasan” atau pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada siswa mengenai materi/ bahan pelajaran
yang sedang dipelajari.
3) Model Simulasi
Menurut Rusman (2012:213) model simulasi pada dasarnya merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar
yang lebih konkret melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang
mendekatai suasana sebenarnya dan berlangsung dalan suasana yang tanpa resiko.
4) Model Instructional Games
Menurut Rusman (2012:214) Instructional games merupakan salah satu bentuk metode
dalam pembelajaran berbasis komputer. Tujuan Instructional games adalah untuk menyediakan pengalaman belajar
yang memberikan fasilitas belajar untuk menambah kemampuan siswa melalui bentuk
permainan yang mendidik.
f.
Model PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
Menurut Rusman (2012:219) PAKEM berasal dari konsep bahwa
pembelajaran harus berpusat pada anak (student-centered
learning) dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka
termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak
merasa terbebani atau takut. Di
samping itu, PAKEM adalah penerjemahan dari empat pilar pendidikan yang
dicanangkan oleh UNESCO: (1) learning to
know, yaitu mempelajari ilmu pengetahuan berupa aspek kognitif dalam
pembelajaran, (2) learning to do, yaitu
belajar melakukan yang merupakan aspek pengalaman dan pelaksanaanya, (3) learning to be, yaitu belajar menjadi
diri sendiri berupa aspek kepribadian dan kesesuaian dengan diri anak, dan (4) learning to life together, yaitu belajar
hidup dalam kebersamaan yang merupakan aspek kesosialan anak, bagaimana
bersosialisasi, dan bagaimana hidup toleransi dalam keberagaman yang ada di
sekeliling siswa.
Tujuan PAKEM ini adalah terdapatnya perubahan paradigma di
bidang pendidikan, seperti yang dicanangkan oleh Depdiknas, bahwa pendidikan di
Indonesia saat ini sudah harus beranjak dari: (1) schooling menjadi learning, (2)
instructive menjadi facilitative, (3) government role menjadi community
role, dan (4) centralistic menjadi
decentralistic.
PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam
bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran merupakan
implementasi kurikulum di sekolah dari kurikulum yang sudah dirancang dan
menuntut aktivitas dan kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana yang
telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan.
Berikut
adalah klasifikasi pembelajaran PAKEM
(Rusman, 2012:220):
1)
Pembelajaran
Partisipatif
Pembelajaran partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini
menitikberatkan pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran (child center/student center) bukan pada
dominasi guru dalam penyampaian materi pembelajaran (teacher center).
2)
Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang
lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan
pemahaman dan kompetensinya. Pembelajaran aktif memiliki persamaan dengan model
pembelajaran self discovery learning,
yakni pembelajaran yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan kesimpulan sendiri
sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
3)
Pembelajaran
Kreatif
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang
mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas siswa
selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan
strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan
masalah. Pada umumnya, berpikir kreatif memiliki empat tahapan sebagai berikut:
a)
Persiapan, yaitu
proses pengumpulan informasi untuk diuji.
b)
Inkubasi, yaitu
suatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai
diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional.
c)
Iluminasi, yaitu
suatu kondisi untuk menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat
dan rasional.
d)
Verifikasi, yaitu
pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau
teori.
4)
Pembelajaran
Efektif
Pembelajaran dapat
dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa membentuk
kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara
optimal. Proses pelaksanaan pembelajaran efektif dilakukan melalui prosedur
sebagai berikut: (1) melakukan appersepsi,
(2) melakukan eksplorasi, yaitu memperkenalkan materi pokok dan kompetensi
dasar yang akan dicapai, serta menggunakan variasi metode, (3) melakukan
konsolidasi pembelajaran, yaitu mengaktifkan siswa dalam membentuk kompetensi
dan mengaitkannya dengan kehidupan siswa, (4) melakukan penilaian, yaitu
mengumpulkan fakta-fakta dan data/dokumen belajar siswa yang valid untuk
melakukan perbaikan program pembelajaran.
5)
Pembelajaran
Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang
didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada
perasaan terpaksa atau tertekan (not
under pressure). Terdapat empat aspek mempengaruhi model PAKEM, yaitu
pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi.
Berikut adalah model-model pembelajaran yang mendukung
pembelajaran PAKEM, yaitu:
1) Pembelajaran Kuantum (Quantum Teaching)
Pembelajaran kuantum ini merupakan bentuk inovasi dari
pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan di sekitar momen
belajar.
2) Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual atau yang lebih dikenal dengan sebutan
CTL (contextual teaching and learning)
merupakan konsep belajar beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika
anak belajar dan mengalami sendiri apa yang akan dipelajarinya, bukan sebatas
mengetahui.
Dari pengertian di atas bisa dipahami bahwa CTL adalah konsep
belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang akan
diajarkannya kepada siswa sesuai dengan kondisi yang terjadi dan mendorong siswa
untuk bisa menerapkan pengetahuan yang didapat dalam kehidupan
sehari-hari.
g.
Model Pembelajaran
Berbasis Web (E-Learning)
Menurut Rusman (2012:224) pembelajaran berbasis web yang
populer dengan sebutan Web-Based
Education (WBE) atau kadang disebut e-learning
(electronik learning) dapat
didefinisikan sebagai aplikasi teknologi web dalam dunia pembelajaran untuk
sebuah proses pendidikan.
Model pembelajaran dirancang dengan mengintegrasikan
pembelajaran berbasis web dalam program pembelajaran konvensional tatap muka.
Proses pembelajaran konvensional tatap muka dilakukan dengan pendekatan Student Centered Learning (SCL) melalui
kerja kelompok. Model ini menuntut partisipasi peserta didik yang tinggi.
Karena internet merupakan sumber informasi utama dan pengetahuan,
melalui teknologi ini kita dapat melakukan beberapa hal, di antaranya untuk:
1)
Penelusuran dan
pencairan bahan pustaka
2)
Membangun Program Artificial Intelligence (kecerdasan
buatan) untuk memodelkan sebuah rencana pembelajaran
3)
Memberi kemudahan
untuk mengakses apa yang disebut dengan virtual
classroom ataupun virtual university
4)
Pemasaran dan
promosi hasil karya penelitian.
Agar pemanfaatan teknologi informasi tersebut dapat
memberikan hasil yang maksimal, maka dibutuhkan kemampuan pengelola teknologi
komunikasi dan informasi yang baik yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan baik untuk tingkat pembuatan kebijakan pendidikan di daerah maupun
pada tingkat sekolah. Perbedaan pembelajaran tradisional dengan e-learning, yaitu kelas tradisional dulu
guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan
ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan didalam pembelajaran e-learning fokus utamanya adalah
belajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung jawab untuk
pembelajarannya. Suasana pembelajaran e-learning
akan memaksa pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya.
Dalam praktiknya e-learning
memerlukan bantuan teknologi. Karena itu, dikenal istilah computer based learning (CBL), yaitu pembelajaran yang sepenuhnya
memakai komputer. Dan ComputerAssisted
Learning (CAL)yaitu pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama
komputer.
Ada 3 kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran
berbasis internet, yaitu Web Course, Web Centric Course,dan Web Enhanced Course (Rusman, 2007). Kemungkinan-kemungkinan tersebut antara lain
sebagai berikut:
1)
Web Course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang
mana mahasiswa dan dosen sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap
muka.
2)
Web
Centic Course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar
jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui
internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka.
3)
Web
Enhanced Course adalah pemanfaatan internet untuk penunjang peningkatan
kualitas pembelajaran yang dilakukan dikelas. Fungsi internet adalah untuk
memberikan pengayaan dan komunikasi antara mahasiswa dengan dosen, sesama
mahasiswa, anggota kelompok, atau mahasiswa dengan narasumber lain.
h.
Pembelajaran
Temuan Terbimbing
Menurut Rusman (2012:228) temuan terbimbing adalah satu
pendekatan mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan
memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Model ini efektif untuk mendorong
keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu mereka mendapatkan pemahaman
mendalam tentang topik-topik yang jelas. Langkah-langkah model temuan
terbimbing antara lain adalah sebagai berikut:
1)
Memulai pelajaran,
diniatkan untuk menarik perhatian siswa dan memberikan kerangka kerja
konseptual mengenai apa yang harus diikuti.
2)
Berujung-terbuka (open-ended), bertujuanmendorong
keterlibatan siswa dan memastikan keberhasilan awal mereka.
3)
Konvergen, dengan
tujuan belajar objektif yang guru ingin siswa capai. Untuk melakukan itu guru
harus mempersempit rentang response siswa dan mebantu mereka mengidentifikasi
karakteristik utama jika guru mengajarkan konsep. Atau, mengidentifikasi
hubungan jika guru mengajarkan generalisasi.
4)
Penutup dan
penerapan, terjadi kala siswa mampu secara lisan menyatakan karakteristik dari
konsep atau secara verbal menggambarkan hubungan yang ada didalam generalisasi.
i.
Model Peraihan
Konsep
Menurut Rusman (2012:231) model peraihan konsep adalah sebuah model pengajaran yang dirancang untuk
membantu siswa dari semua usia mengembangkan dan menguatkan pemahaman mereka
tentang konsep dan mempraktikan berpikir kritis. Model peraihan konsep juga
berguna untuk memberi siswa pengalaman dengan metode ilmiah. Terutama juga
pengalaman dengan pengujian hipotesis, pengalaman yang sulit diberikan dalam
bidang-bidang materi selain sains.
Berikut adalah tujuan pembelajaran model peraihan konsep:
1)
Membangun dan
mengembangkan konsep
2)
Mengembangkan
kemampuan berpikir kritis
Langkah-langkah dalam pembelajaran peraihan konsep antara
lain adalah sebagai berikut:
1)
Perkenalan, guru
memperkenalkan pelajaran dan menjelaskan bagaimana kegiatan akan dilakukan.
2)
Memberi contoh dan
merumuskan hipotesis, siswa diberikan satu contoh atau lebih dan non contoh,
dan mereka menghipotesiskan kemungkinan sebutan bagi konsep berdasarkan
contoh-contoh dan non contoh awal.
3)
Siklus analisis,
contoh dan non contoh tambahan diberikan. Siswa menyingkirkan
hipotesis-hipotesis yang ada dan menambah hipotesis-hiopotesis baru berdasarkan
contoh dan non contoh baru.
4)
Penutup dan
penerapan, satu hipotesis tunggal dipisahkan dan didefinisikan. Contoh tambahan
dianalisis berdasarkan definisi.
j.
Model Integratif
Menurut Rusman (2012:234) model integratif adalah sebuah model
pengajaran atau intruksional untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman dalam
tentang bangunan pengetahuan sistematis sambil secara bersamaan melatih
keterampilan berpikir kritis mereka.
Berikut adalah tujuan dari model pembelajaran integratif:
1)
Membangun
pemahaman mendalam tentang bangunan pengetahuan sistematis.
2)
Mengembangkan
kemampuan berpikir kritis.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran integratif adalah:
1)
Berujung –
terbuka, murid mendeskripsikan, membandingkan, dan mencari pola.
2)
Kausal, murid
memberikan penjelasan bagi kesamaan dan perbedaan.
3)
Hipotesis, murid
menghipotesiskan hasil bagi kondisi-kondisi yang berbeda.
4)
Penutup dan
penerapan, murid melakukan generalisasi untuk membuat hubungan luas.
k.
Pembelajaran
Langsung
Pembelajaran langusung adalah satu model yang menggunakan
peragaan dan penjelasan guru digabungkan dengan latihan dan umpan balik siswa
untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan nyata yang
dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam model pengajaran
langsung:
1)
Perkenalan dan review, guru memperkenalkan pelajaran
dan mereview pemahaman awal.
2)
Presentasi,
keterampilan baru disajikan, dijelaskan, dan digambarkan dengan contoh
berkualitas tinggi.
3)
Latihan
terbimbing, siswa melatih keterampilan dibawah bimbingan guru.
4)
Latihan mandiri,
siswa melatih keterampilan sendiri.
l.
Model
Ceramah-Diskusi
Menurut Rusman (2012:239) model ceramah-diskusi adalah sebuah
model pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami bangunan
pengetahuan sistematis, dalam pelajarannya.
Tujuan dalam model ceramah-diskusi antara lain:
1)
Membantu murid
mendapatkan informasi yang sulit diakses dengan cara lain.
2)
Membantu siswa
mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber.
3)
Memajan siswa
dengan berbagai sudut pandang berbeda.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran ceramah-diskusi
antara lain:
1)
Review dan perkenalan, guru mereview topik-topik sebelumnya dan
menyajikan panduan awal untuk pelajaran. Guru juga bisa memberikan pertanyaan
tambahan yang dapat memberikan fokus lebih jauh bagi pelajaran.
2)
Presentasi, guru
memberi siswa informasi yang merupakan bagian dari bangunan pengetahuan yang
sistematis.
3)
Monitoring
pemahaman, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa secara informal menilai
sejauh mana mereka mengingat dan memahami informasi yang diberikan.
4)
Integrasi, guru
memberikan siswa informasi tambahan kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang membantu siswa mengintegrasikan inforamsi baru dengan informasi yang sudah
disajikan. Siklus presentasi-integrasi kemudian berlanjut sepanjang pelajaran.
5)
Penutup, guru
membimbing siswa saat mereka mereview
dan meringkaskan informasi didalam pelajaran.
2.3 Pendidikan Bimbingan Berbasis Inklusi
a. Pengertian
Sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
b. Tujuan
Memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan atau bakat
istimewa untuk memperoleh pendidikan ynag bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan.
Pendidikan
inklusif sebagai suatu sistem layanan ABK menyatu dalam layanan pendidikan
formal. Konsep ini menunjukkan hanya ada satu sistem pembelajaran dalam sekolah
inklusif, tetapi mampu mengakomudasi perbedaan kebutuhan belajar setiap
individu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran berbasis bimbingan dibutuhkan berbagai
strategi, pendekatan dan model-model pembelajaran yang saling berkaitan dan
berkesinambungan. Model-model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada
penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai
acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam
mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk siswa mengerti. Untuk pengimplementasian model pembelajaran ini
dapat disesuaikan dengan keadaan dan situasi peserta didik, artinya guru dapat
memilih jenis model pembelajaran yang menurut guru tersebut dapat
mengefektifkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan disampaikan.
Penyusunan makalah ini, penyusun menyadari
bahwa dalam pembahasan masih terdapat kekurangan baik dari substansi materi
maupun contoh dari setiap materi yang dibahas. Penyusun menyarankan
kepada guru maupun calon guru untuk menerapkan model pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang akan disampaikan, dan sesuai dengan keadaan peserta didik.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak, I. 2001.Komunikasi
Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi dalam Peningkatan Kualitas dan Efektifitas
Pembelajaran.
Bandung:
UPI.
Gagne, Roberth, M. 1985.The Conditions of Learning and Theory of Intructions. Fourth
edition. New York: CBS College Publishing.
Ibrahim, M. dan Nur, M.2000.Pengajaran
Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa University Press.
Ismail. 2002. Pembelajaran
Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction): Apa Bagaimana, dan Contoh pada
Subpokok Bahasan Statistika. Proseding Seminar Nasional Paradigma Baru
Pembelajaran MIPA. Kerja
Sama Dirjen Dikti Depdiknas dengan (JICA-IMSTEP).
Joyce, Bruce & Marsha Weil. 1980. Model
of Teaching, Fitft Edition.USA: Allyn and Bacon A Simon & Scuster Company.
Johnson. B. Elaine. 2002. (1988). Contextual
Teaching and Learning. California:
Corwin Press. Inc.
Kellen Roy. 1998. Effective
Teaching Strategies Lessons from Research and Practice. South Melbourne,
Vic: Thomson Social Science Press, 2007.
Kemp, Jarold.E. 1985. Planning
and Producing Instructional Media. New York: Harper & Row Publisher.
Lie. A. 2002. Cooperative
Learning. Jakarta: Grasindo.
Lorna Curran. 1994. Language Art and Cooperative Learning Lessons for Little Ones. Publisher
1994 by Kagan Cooperative Learning in San Juan Capistrano, CA.
Maslow. A. 1962. Toward
a Pshichology of Being. New York: John Wiley and Sons.
Nurhadi. 2002. Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Malang: Universitas Negeri
Malang.
Nurulhayati, Siti. 2002. Pembelajaran Kooperatif yang Menggairahkan. Wahana Informasi dan
Komunikasi Pendidikan TK dan SD. Edisi 3.
Rusman. 2012. Model-Model
Pembelajaran. Edisi Kedua. Jakarta: Grafindo.
Slavin E. Robert. 2007. Cooperative Learning: Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar