BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kegiatan Bimbingan dan Konseling
tidak serta merta berjalan tanpa arah dan tujuan, dalam melaksanakan kegiatan
bimbingan dan konseling ada cara dan teknik dalam memahami individu yang akan
melakukan bimbingan dan konseling agar mengetahui arah dan tujuan dilakukannya
bimbingan dan konseling. Setiap individu yang melakukan bimbingan dan konseling
memiiki masalah yang berbeda, maka konselor harus bisa memahami setiap individu
dengan berbagai teknik yang ada. Pemahaman yang dilakukan oleh konselor melalui
beberapa cara yang harus diperhatikan seperti Pendekatan
dengan alat-alat yang digunakan Aspek-aspek
pribadi yang akan dikembangkan.
Mengolah dan
menginterprestasi data agar dapat digunakan untuk mendapatkan pemahaman
terhadap individu. Melakukan pelayanan
Konselor harus memahami dan memperhatikan setiap individu dalam kegiatan
bimbingan dan konseling yang meliputi keseluruhan kepribadian siswa beserta
latar belakang yang berkaitan.
Bimbingan dan konseling ada untuk
menolong pelajar memahami berbagai pengalaman diri, peluang yang ada serta
pilihan yang terbuka untuk mereka dengan menolong mereka mengenal, membuat
interpretasi dan bertindak terhadap kekuatan sendiri, dan bersumber dari diri
mereka dan bertujuan untuk mempercepat perkembangan diri pelajar.
Seorang konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan
profesional, oleh sebab itu praktiknya harus mengikuti teknik-teknik pemahaman
individu yang baik, agar kedepannya Bimbingan dan Konseling dapat memberikan
kontribusi yang besar dalam pelaksanaanya
B. Rumusan
Masalah
2.
Apa fungsi pemahaman individu dalam Bimbingan dan Konseling pembelajaran
pada umumnya?
3.
Apa Saja teknik pengumpulan data ?
4.
Apa aspek-aspek individual (atribut psikologis) yang perlu dimakami dalam kegiatan Bimbingan dan konseling ?
5.
Apa saja aspek-aspek yang perlu dipahami oleh guru dalam kegiatan
Bimbingan dan konseling ?
C. Tujuan
1.
Agar Masyarakat mengetahui
Teknik dasar pemahaman Individu.
2.
Agar Masyarakat mengetahui
fungsi pemahaman individu dalam bimbingan dan konseling
3.
Agar Masyarakat mengetahui Teknik
pengumpulan data
4.
Agar Masyarakat mengetahui aspek-aspek
individual (atribut
psikologis) yang perlu dimakami dalam kegiatan Bimbingan dan konseling
5.
Agar Masyarakat mengetahui aspek-aspek yang perlu
dipahami oleh guru dalam kegiatan Bimbingan dan konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Teknik Dasar Pemahaman Individu
Pemahaman individu merupakan awal dari kegiatan bimbingan
konseling. Tanpa adanya pemahaman terhadap iondividu, sangat sulit bagi Guru
Pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya bimbingan adalah
bantuan dalam rangka pengembangan pribadi.
Pemahaman individu oleh Aiken
(1997:454) diartikan sebagai “Appraising the presence or magnitude of one or
more personal characteristic. Assessing human behavior and mental processes
includes such procedures as observations, interviews, rating scale, check list,
inventories, projective techniques, and tests”.
Pengertian tersebut diartikan bahwa pemahaman individu
adalah suatu cara untuk memahami, menilai atau menaksir karakteristik, potensi,
dan atau masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok
individu. Cara yang digunakan meliputi observasi, interview, skala penilaian,
daftar cek, inventori, teknik projektif, dan beberapa jenis tes.
Adapun hal-hal yang perlu dipahami
dari seorang individu dalam rangka pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah
sebagai berikut:
·
Identitas diri, yaitu berbagai aspek
yang secara langsung menjadi keunikan pribadi.
·
Kondisi jasmaniah dan kesehatan.
·
Kapasitas (intelegensi) dan
kecakapan.
·
Sikap dan minat.
·
Watak dan temperamen.
·
Cita-cita sekolah dan pekerjaan
·
Aktivitas sosial.
·
Hobi dan pengisian waktu luang.
·
Kelebihan atau keluarbiasaan dan
kelainan-kelainan yang dimiliki.
·
Latar belakang keluarga siswa.
Adapun teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan
menjadi teknik tes dan non tes. Teknik tes bisa membuat sendiri dan bisa pula
mohon bantuan dari ahli lain yang kompeten untuk itu.
Teknik Tes
Teknik tes dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan menjadi :
Teknik tes dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan menjadi :
·
tes intligensi,
·
tes bakat,
·
tes bakat,
·
tes/Inventory minat,
·
tes bakat dan
·
tes prestasi belajar
Teknik Non Tes
Sedangkan teknik non tes terdiri dari :
Sedangkan teknik non tes terdiri dari :
·
Observasi
·
Catatan anekdot
·
Daftar Cek( Check List).
·
Skala Penilaian( rating Scale)
·
Angket
·
Biografi atau auto biografi
·
Sosiometri
·
Studi dokumentasi
·
Studi kasus( case study)
B. Fungsi Pemahaman
Individu Dalam Bimbingan Dan Konseling
Pembelajaran Pada Umumnya
Sebagai dasar untuk menentukan jenis
bantuan yang diberikan. Pemberian bantuan layanan bk memerlukan dasar penentuan
jenis layanan. Individu akan memperoleh bantuan yang terarah sehingga apa yang
diharapkannya tercapai.
1. Memberikan
warna profesional pada layanan BK. Dalam hal ini setiap jenis dan strategi
layanan memiliki dasa yang kuay sehingga dapat dilakukan secara sistematis.
(Apabila terjadi kegagalan maka dapat ditelusuri kebelakang, ada dasarnya, jika
ada kesalahan ada letaknya. Setiap langkah dalam memberikan layanan harus punya
dasar. (misal diagnosis butuh data)
2. Mendasari
pelaksanaan setiap layanan BK karena dng Pemahaman individu dapat diketahui
karakteristik masalah dan kebutuhan bimbingan dari individu yang bersangkutan
3. Hasil dari
P.I menjadi tumpuan dari setiap layanan BK, dalam hubungan dengan prediksi,
diagnosis, evaluasi program layanan bg individu yang bersangkutan.
C.
Teknik Pengumpulan Data
1.
Wawancara
(interview)
Wawancara merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi
melalui komunikasi langsung dengan responden (orang yang minta informasi).
Kelebihan dan kekurangan wawancara
Kelebihan wawancara:
2) Dapat dilakukan
terhadap setiap tingkatan umur
3) Dapat
diselenggarakan serempak dengan observasi
Kelemahannya:
1) Tidak efisien,
yaitu tidak bisa menghemat waktusacara singkat
2) Sangat
tergantung pada kesediaan kedua belah pihak
3) Menuntut
penguasaan bahasa dari pihak pewawancar
2.
Angket
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui
komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan.
Beberapa petunjuk untuk menyusun angket :
1) Gunakan
kata-kata yang tidak mempunyai arti rangkap
2) Sususnan kalimat
sederhana tapi jelas
3) Hindarkan
kata-kata yang bersifat negatif dan menyinggung perasaan responder.
3. Catatan Anekdot
Catatan anekdot, yaitu catatan otentik hasil observasi.
Dengan mempergunakan catatan anekdot, guru dapat:
1) Memperoleh
pemahaman yang lebih tepat tentang perkembangan murid
2) Memperoleh
pemahaman tentang penyebab dari gejala tingkah laku murid
3) Memudahkan dalam
menyesuaikan diri dengan kbutuhan murid.
Catatan anekdot yang baik dimiliki syarat sebagai berikut :
1) Objektif, yaitu
cacatan yang dibuat secara rinci tentang perilaku murid
2) Deskriftif,
yaitu catatan yang menggambarkan diri murid secara lengkap tentang suatu
peristiwa mengenai murid
3) Selektif, yaitu
dipilih suatu situasi yang dicatat.
4. Otobiografi (Riwayat atau Karangan)
dan Catatan Harian
Karangan pribadi ini merupakan ungkapan pribadi murid
tentang pengalaman hidupnya, cita-citanya, keadaan keluarga, dsb.
Yang Penggunaan otobiografi mempunyai bebrapa kelemahan. Pertama,
seringkali murid hanya menuliskan peristiwa-peristiwa yang berarti bagi murid
tapi belum tentu berarti untuk guru dalam kepentingan layanan bimbingan dan
konseling. Kedua, peristiwa-peristiwa lama seringkali banyak yang terlupakan.
Ketiga, ada kecenderungan murid membuang hal-hal yang kurang sesuai dengan
harapan murid dan menggantinya dengan halyang sesuai. Keempat, seringkali murid
tidak mau memberikan otobiografinya untuk dibaca oleh orang lain.
Karangan pribadi ni dalam pembuatannya dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu terstruktur dan tidak terstruktur.
1) Terstruktur
yaitu karangan pribadi disusun berdasarkan tema (judul)
yang telah ditentukan sebelumnya
2) Tidak
terstruktur yaitu murid diminta untuk membuat karangan pribadi secara bebas.
5. Sosiometri
Teknik ini
bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan atau interaksi sosial
(saling penerimaan atau penolakan) di antara murid dalam suatu kelas, kelompok,
kegiatan ekstrakurikuler, organisasi kesiswaan, dll. Melalui teknik ini guru dapat mengetahui
tentang:
1) Murid yang
populer
2) Yang terisolir
3) Klik(kelompok
kecil dengan anggota 2-3 orang murid).
Sosiometri dapat digunakan untuk :
1) Memperbaiki
hubungan insani
2) Menentukan
kelomppok belajar/kerja
3) Meneliti
kemampuan memimpin seorang individu (murid) dala kelompok.
6.
Studi Kasus
Studi kasus merupakan teknik mempelajari perkembangan
seorang murid secara menyeluruh dan mendalam serta menggungkap seluruh aspek pribadi
murid yang datanya diperoleh dari berbagai pihak.
Dalam melaksanakan studi kasus ini dapat ditempuh
langkah-langkah :
1) Menentukan murid
yang bermasalah
2) Memperoleh data
3) Menganalisis
data
4) Memberikan
layanan bantuan.
h. Konferensi Kasus
Konferensi kasus merupakan suatu pertemuan di antara
beberapa unsur di sekolah untuk membicarakan seorang atau bebrapa murid yang
mempunyai masalah.
Unsur-unsur yang dapat turut berpartisipasi dalam konferensi
kasus dapat terdiri atas, konselor, guru-guru yang mengenal benar murid yang
menjadi kasus, kepala sekolah, psikolog, dokter, petugas perpustakaan, orang
tua siswa atau personel lain yang mengenal dekat dengan murid.
D.
Aspek-Aspek
Individual (Atribut Psikologis) Yang
Perlu Dimakami Dalam Kegiatan Bimbingan Dan Konseling
Atribut psikologis merupakan objek
pengukuran dalam tes psikologi. Anastasi (1997 : 4) mengatakan bahwa pada
dasarnya tes psikologi adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas
sampel-sampel tertentu. Tes psikologi merupakan pengetesan yang bersangkutan
dengan pengukuran dan evaluasi. Dalam hal ini objek pengukuran adalah atribut
psikologis namun sample perilaku adalah sesuatu yang dapat diukur secara
langsung.
A.Intelegensi Quotient (IQ)
Pada dasaranya intelegensi merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah. Banyak definisi yang mengartikan intelektual diantaranya Thornbike (Sobur, 2003) mengatakan bahwa intelgensi adalah kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat terhadap stimulasi yang diterimanya. Selain itu, kita lebih mengenal intelgensi merupakan kecerdasan yang dimiliki individu dalam menyelesaikan persoalan atau masalah.
Colman (Sobur, 2003 : 156) menegaskan bahwa intelegensi merupakan kemempuan seseorang dlam menyesuaikan dengan lingkungannya. Individu yang memiliki inelegensi yang tinggi akan mampu menyelesaikan persoalan dengan baik. Selain itu, mampu untuk menyesuaikan dengan lingkungan.
Kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektualyang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor”-nya, atau Thurstone (1938) dengan teori “Primary Mental Abilities”-nya. Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.
Untuk dapat mengetahui taraf intelegensi seseorang,orang dapat menggunakan tes intelegensi. Dengan tes intelegensi diharapkan orang akan dapat mengungkap intelegensi seseorang, dan akan diketahiu keadaan tarafnya. Orang yang pertama kali menciptakan tes intelegensi adalah Binet. Tes intelegensi Binet pertama kali disusun pada tahun 1905, yang kemudian mendapatkan bermacam-macam revisi baik dari Binet sendiri maupu dari para ahli yang lain. Dalam tahun 1916 tes Binet direvisi dan diadaptasi disesuaikan penggunaanya di Amerika yang dikenal denagn revisi Terman dari Stanford University dan dikenal dengan Stanford Revision. Juga dikenal dengan Intelegensi Stanford-Binet. Untuk memperoleh IQ digunakan rumus IQ=MA/CA. untuk menghindarkan adanya pecahan maka rumus tersebut kemudian dikalikan dengan 100, sehingga rumusnya berbentuk: IQ=MA/CA X 100. MA merupakan mental age atau umur mental, CA dalah chronological age atau umur kronologis atau umur sebenarnya.
Ternyata tes intelegensi mengalami perkembangan terus. Dalam tahun 1939 David Weschsler menciptakan individual intellegensi test, yang dikenal dengan Wechsler Bellevue Intellegence Scale atau sering dikenal denagn tes intelegensi WB. Selain itu intelegensi juga dapat diketahui dengan test tentara. Dalam tes tersebut dipergunakan psikotenik, ialah ilmu jiwa yang mempelajari kesanggupan seseorang untuk memegang suatu jabatan yangb sesuai dengan kecerdasan masing-masing.
2. Emotional Quotient (EQ)
Daniel
Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia
lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap
prestasi seseorang, yakniKecerdasan Emosional, yang kemudian kita
mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ).Kecerdasan
emosi merupakan salah satu jalan agar kita mampu membina hubungan yang baik
dengan orang lain. Tidak dapat dipungkiri, banyak individu yang gagal dalam
membina hubungan sosialnya dikarenakan memiliki kecerdasan emosinya yang
rendah. Segal (2000 : 24) menegaskan bahwa tanpa kesadaran emosi, tanpa
kemampuan untuk mengenali dan menghargai perasaan kita serta bertindak jujur
sesuai dengan perasaan tersebut, kita tidak pernah dapat berhubungan baik
dengan orang lain, kita tidak pernah berhasil dalam hidup ini, kita tidak dapat
mengambil keputusan dengan mudah, dan kita sering terombang-ambing tanpa pernah
bersenutuhan dengan perasaan kita sendiri.
Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Dalam pengukurannya, EQ sulit untuk diukur akan tetapi dalam kecerdasaan emosi yang menjadi indikatornya adalah kemampuan atau keterampilan individu dalam mengelola emosi agar menjadi lebih baik.
Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup. Dalam pengukurannya, EQ sulit untuk diukur akan tetapi dalam kecerdasaan emosi yang menjadi indikatornya adalah kemampuan atau keterampilan individu dalam mengelola emosi agar menjadi lebih baik.
3. Spiritual Quotient (SQ)
Temuan
ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan
oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh
V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam
otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat
spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf
dan otak. Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan
adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang
mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan
yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk
hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah
sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2001). Kajian
tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan
Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan
dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih
bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual
Quotient (SQ).
Danah Zohar dan Ian Marshall
mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan makna atau value
yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan yang menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah
landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Creativity Quotient (CQ) Kreativitas merupakan sesuatu yang baru atau hal yang baru. Individu yang memiliki kreativitas yang tinggi biasanya memiliki kemampuan daya imajinasi yang kuat. Semiawan dkk (Sobur : 161) menjelaskan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan suatu produk yang baru. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa kreativitas memiliki hubungan dengan intelgensi. Penelitian Torrance (Sobur : 162) menggambarkan bahwa adanya hubungan keterkaitan antara kreativitas dan intelgensi. Anak-anak yang memiliki kreativitas tinggi mempunyai taraf intelgensi (IQ) di bawah rata-rata IQ teman sebayanya. Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai fakta yang jelas karena banyak ditemukan individu yang IQ tinggi dan memiliki daya kreativitas yang tinggi. Untuk itu, dapat disimpulkan diantara keduanya memiliki hubungan anatara kreativitas dan intelgensi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Creativity Quotient (CQ) adalah kecerdasan yang berkekuatan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Individu yang memiliki daya kreativitas (CQ) yang tinggi biasanya selalu ingin menciptakan sesuatu yang berbeda dan memiliki nilai tersendiri.
Pengukuran terhadap daya kreativitas memiliki hubungan dengan IQ akan tetapi ada perbedaaan. Supriadi (Sobur, 2003 : 162) menegaskan bahwa cara berpikir intelgensi (IQ) bersipat memusat (konvergen) sedangkan daya kreativitas bersipat menyebar (divergen). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Getzels & Jackson (Sobur, 2003) memberikan penjelasan bahwa orang yang kreativiasnya tinggi dimungkinkan memiliki IQ yang rendah. Untuk itu, kedua peneliti membuat empat kelompok orang yaitu :
Kreativitas rendah, intelgensi rendah Kreativitas tinggi, intelegensi tinggi Kreativitas rendah, intelegensi tinggi Kreativitas tinggi, intelegensi tinggi Dengan demikian kecerdasan kreativitas (CQ) memiliki hubungan dengan kecerdasan intelektual (IQ) akan tetapi hubungan ini akan dijadikan kriteria untuk menentukan bakat seseorang.
Creativity Quotient (CQ) Kreativitas merupakan sesuatu yang baru atau hal yang baru. Individu yang memiliki kreativitas yang tinggi biasanya memiliki kemampuan daya imajinasi yang kuat. Semiawan dkk (Sobur : 161) menjelaskan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan suatu produk yang baru. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa kreativitas memiliki hubungan dengan intelgensi. Penelitian Torrance (Sobur : 162) menggambarkan bahwa adanya hubungan keterkaitan antara kreativitas dan intelgensi. Anak-anak yang memiliki kreativitas tinggi mempunyai taraf intelgensi (IQ) di bawah rata-rata IQ teman sebayanya. Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai fakta yang jelas karena banyak ditemukan individu yang IQ tinggi dan memiliki daya kreativitas yang tinggi. Untuk itu, dapat disimpulkan diantara keduanya memiliki hubungan anatara kreativitas dan intelgensi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Creativity Quotient (CQ) adalah kecerdasan yang berkekuatan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Individu yang memiliki daya kreativitas (CQ) yang tinggi biasanya selalu ingin menciptakan sesuatu yang berbeda dan memiliki nilai tersendiri.
Pengukuran terhadap daya kreativitas memiliki hubungan dengan IQ akan tetapi ada perbedaaan. Supriadi (Sobur, 2003 : 162) menegaskan bahwa cara berpikir intelgensi (IQ) bersipat memusat (konvergen) sedangkan daya kreativitas bersipat menyebar (divergen). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Getzels & Jackson (Sobur, 2003) memberikan penjelasan bahwa orang yang kreativiasnya tinggi dimungkinkan memiliki IQ yang rendah. Untuk itu, kedua peneliti membuat empat kelompok orang yaitu :
Kreativitas rendah, intelgensi rendah Kreativitas tinggi, intelegensi tinggi Kreativitas rendah, intelegensi tinggi Kreativitas tinggi, intelegensi tinggi Dengan demikian kecerdasan kreativitas (CQ) memiliki hubungan dengan kecerdasan intelektual (IQ) akan tetapi hubungan ini akan dijadikan kriteria untuk menentukan bakat seseorang.
E.
Aspek-Aspek Yang Perlu Dipahami Oleh Guru
1. Aspek Kultural
Perkembangan zaman
terutama zaman yang serba canggih banyak menimbulkan modernisasi di segala
bidang kehidupan manusia dan tentunya lembaga pendidikan tidak terlepas dari
fungsi sebagai kehidupan masyarakat , dalam menifestasinya mampu membantu
manusia (siswa) agar bisa mencarikan pemecahannya dari berbagai problem yang
ada akibat dari modernisasi yang mengglobal akan tetapi lembaga pendidikan
hendaknya membantu secara individu maupun secara kelompok di sekolah.
2. Aspek pendidikan
Secara makro
pendidikan di artikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan bantuan oleh
orang dewasa kepada anak didik yang belum dewasa. Dimana suatu kegiatan yang
baik dan ideal hendaknya mencakup tiga aspek yaitu pengajaran kurikuler ,
kepemimpinan dan pembinaan peserta didik untuk menghindari kesulitan belajar
sekecil mungkin karena layanan bimbingan sangat menentukan keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar. Sehingga pada proses selanjutnya siswa dapat
belajar semaksimal mungkin dan menuju keberhasilan yang telah di cita-citakan.
3. Aspek psikologis
Aspek psikologis
ini sangat berkaitan sekali dengan persoalan siswa dimana siswa tersebut di
tuntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, artinya tidak ada
kecenderungan untuk mengabaikan kegiatan sekolah, tidak membuat gaduh dikelas,
tidak selalu menyendiri dan respek terhadap persoalan-persoalan yang berkembang
di sekolah.
Kita ketahui bahwa tidak semua siswa
mampu menjadi seorang siswa, artinya banyak siswa yang membutuhkan penanganan
secara serius terkait dengan kenakalan. maka untuk mengatasi hal itu di
butuhkan penaganan khusus yakni berupa bimbingan dan penyuluhan.
4. Aspek lingkungan
Karena siswa tidak
apat terpantau secara langsung maka kemungkinan –kemungkinan terjadi kenakalan,
ada penyelewengan di luar sekolah sangat mungkin sekali. Untuk itulah
dibutuhkan semacam bimbingan secara khusus untuk membekali siswa setelah pulang
kerumahnya masing-masing.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemahaman
individu merupakan awal dari kegiatan bimbingan konseling. Tanpa adanya pemahaman
terhadap individu, sangat sulit bagi Guru Pembimbing untuk memberikan bantuan
karena pada dasarnya bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi. Dalam penerapan teknik pemhaman
individu ini dilaksanakan dua hal, yaitu tes dan non tes.
Teknik pemahaman individu
dilakukan untuk mengevaluasi dan mencari permasalahan mengenai bimbingan dan
konseling yang dilakukan oleh siswa pada umumnya, teknik ini juga mempermudah
guru Bimbingan dan Konseling, juga pihak terkait dalam menyelesaikan
permasalahan. Teknik pemahaman individu ini juga teknik yang digunakan untuk
mengetahui minat dan bakat peserta didik, sehingga memaksimalkan minat dan
bakat tersebut menjadi sebuah prestasi yang baik bagi sekolah, lingkungan,
maupun keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, L. R. (1997). Psychological testing and assessment.
(edition). Tokyo: Allin and Bacon.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. (1998). Layanan
Konseling Perorangan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. (1998). Layanan
Bimbingan Kelompok dan Layanan Konseling Kelompok. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. (2004).
Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Sukardi, D. Ketut. (1983). Dasar-Dasar Bimbingan dan
Penyuluhan di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Surya, H. M. (1998). Buku Materi Pokok Bimbingan dan
Konseling. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar