KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Penerapan Psikologi
Pendidikan Dalam Pendidikan Inklusi. Selama penyusunan makalah ini diperlukan kesabaran dan usaha
yang keras dengan harapan dapat memberikan sesuatu yang terbaik.
Kami
menyadari bahwa isi dari makalah Penerapan
Psikologi Pendidikan Dalam Pendidikan Inklusi ini
masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan,
pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki oleh kami. Oleh karena itu kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
yang kami buat. Pada kesempatan ini dengan rasa syukur dan kerendahan hati,
kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah mendukung baik itu secara moril maupun materil hingga makalah Penerapan Psikologi Pendidikan Dalam Pendidikan
Inklusi ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Akhir kata, kami
mengucapkan terima kasih dan do’a semoga budi baik dari semua pihak yang telah
membantu kami mendapat imbalan yang setimpal dari Allah Swt. Kami mengharapkan
semoga makalah Penerapan
Psikologi Pendidikan Dalam Pendidikan Inklusi
ini dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang membutuhkannya.
Bandung, 27 November 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan inklusi merupakan seseuatu yang baru di dunia pendidikan
Indonesia. Istilah pendidikan inklusif atau inklusi, mulai
mengemuka sejak tahun 1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk
semua, yang diteruskan dengan pernyataan tentang pendidikan inklusif pada
tahun 1994.
Pendidikan khusus merupakan
pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh
karena itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan
belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem penilaian, sarana
dan prasarana serta yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media
pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Seiring dengan perjalanan kehidupan sosial bermasyarakat, ada
pandangan bahwa mereka anak-anak penyandang disabilitas dianggap
sebagai sosok individu yang tidak berguna, bahkan perlu diasingkan. Namun,
seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pandangan tersebut mulai
berbeda. Keberadaannya mulai dihargai dan memiliki hak yang sama seperti anak
normal lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa Negara memberikan jaminan
sebenarnya kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan
yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus
mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak normal lainnya dalam
pendidikan. Hanya saja, jika ditinjau dari sudut pandang pendidikan, karena
karakteristiknya yang berbeda dengan anak normal pada umumnya menyebabkan dalam
proses pendidikannya mereka membutuhkan layanan pendekatan dan metode yang
berbeda dengan pendekatan khusus.
Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan
pendidikan mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan penyelenggaraan
pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu kebijaksanaan pemerintah
dalam mengupayakan pendidikan yang bisa dinikmati oleh setiap warga negara agar
memperoleh pendidikan tanpa memandang anak berkebutuhan khusus dan
anak normal agar bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan
berkualitas untuk masa depan hidupnya.
Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup semua
jenis media pendidikan untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak
berkebutuhan khusus, seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa,
Tunalaras, Tuna Wicara, Tunaganda, HIV/AIDS, Gifeted, Talented, Kesulitan
Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain
sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian pendidikan inklusif?
2. Apa
tujuan pendidikan inklusif?
3. Apa
faktor-faktor keberhasilan pendidikan inklusif?
4. Apa
manfaatnya pendidikan inklusif?
5. Apa
permasalahan yang dialami sekolah-sekolah yang mengadakan pendidikan inklusif?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk
mengetahui pengertian pendidikan inklusif.
2. Untuk
mengetahui tujuan pendidikan inklusif.
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor keberhasilan pendidikan inklusif.
4. Untuk
mengetahui manfaat pendidikan inklusif.
5. Untuk
mengetahui dan dapat menemukan solusi untuk tindak lanjutnya dari permasalahan -
permasalahan yang dialami sekolah-sekolah dalam mengadakan pendidikan inklusif.
D.
Manfaat
Penulisan
1. Bagi
penulis
Bagi penulis dengan dibuatnya makalah ini dapat lebih memahami
tentang pendidikan inklusif, dan penulis dapat mengaplikasikannya dalam
bentuk nyata apabila terdapat dalam kelas penulis ada anak yang mempunyai
kebutuhan khusus.
2. Bagi
pembaca
Pembaca dapat mengetahui tentang motivasi dan membangkitkan belajar
dan dapat memilih suatu pendekatan yang tepat untuk pembelajaran.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Inklusif
Definisi pendidikan inklusif terus menerus berkembang sejalan dengan
semakin mendalamnya renungan orang terhadap praktik yang ada. Jika pendidikan
inklusif ingin tetap menjadi jawaban yang nyata dan berharga untuk mengatasi
tentang pendidikan dan hak asasi manusia. Akhirnya definisi pendidikan inklusif
hanya berupa versi lain dari pendidikan luar biasa untuk anak berkebutuhan
khusus.
Beberapa
definisi pendidikan inklusif yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan
inklusif adalah penggabungan pendidikan regular dan pendidikan khusus kedalam
satu sistem persekolahan yang dipersatukan untuk mempertemukan perbedaan
kebutuhan semua siswa.
2. Pendidikan
inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidkan melainkan suatu bentuk
implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang mengemban
misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka
meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa.
3. Menurut
Permen No.70 Tahun 2009 Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah
sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau
bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam llingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
4. Pendidikan
inklusif adalah pendidikan regular yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik yang memiliki kelainan dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa pada sekolah regular dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidkan
inklusif mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai IQ normal
diperuntukan bagi yang memiliki kelainan, bakat istimewa, kecerdasan istimewa
dan atau yang memerlukan pendidkan layanan khusus.
5. Pengertian
pendidikan inklusif yang dirumuskan dalam seminar AGRA dan disetujui oleh 55
negara ( terutama dari selatan) yaitu :
1. Pengertian
pendidikan inlusif lebih luas dari pada pendidikan formal karena mencakup
pendidikan dirumah, masyarakat, sistem non formal dan informal.
2. Mengakui
bahwa semua anak dapat belajar
3. Memungkinkan
stuktur, system, dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua anak
4. Mengakui dan
menghargai berbagai perbedaan pada diri anak meliputi usia, jenis kelamin,
etika, bahasa, kecacatan, status HIV /AIDS.
5. Merupakan
proses dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan konteksnya
6. Pendidikan
inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama
teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994).
Indonesia dan
dunia memiliki banyak keberagaman. Seperti yang kita tahu negeri ini kaya akan
suku, bangsa dan bahasa, itu salah satu contoh keberagaman. Contoh lain ada
pribadi yang “lengkap”, dalam artian memiliki dua mata, satu hidung, dua
telinga, satu mulut, dua tangan, dua kaki dan anggota – anggota tubuh lain yang
berfungsi dengan baik. Tetapi ada juga pribadi yang berbeda dengan kita (manusia
mayoritas), yaitu tuna rungu, tuna wicara, tidak punya kaki, lumpuh (difable),
dll. Yang saya tekankan disini, mereka tidak cacat ! Mereka hanya berbeda, ya
hanya berbeda dengan orang kebanyakan.
B.
Tujuan
Pendidikan Inklusif
Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan atau bakat
istimewa untuk memperoleh pendidikan ynag bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan.
Bakat istimewa
atau khusus (talent) adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi khusus yang
jika memperoleh kesempatan dengan baik untuk pengembangannya akan muncul
sebagai kemampuan khusus dalam bidang tertentu.
C. Faktor-Faktor
Keberhasilan Pendidikan Inklusif
Dalam merancanakan pendidikan inklusif kita tidak cukup memahami
konsepnya saja. Perencanaa juga harus realistis dan tepat. Adapun faktor-faktor
penentu utama yang perlu diperhatikan agar implementasi pendidikan inklusif
tetap bertahan lama adalah:
1. Adanya
kerangka yang kuat
2. Pendidikan
inklusif perlu didukung oleh kerangka nilai-nilai keyakinan, prinsip, dan
indikator keberhasilan
3. Implementasi
berdasarkan budaya
4. Pengalaman
menunjukan bahwa solusi harus dikembangkan dengan memanfaatkan sumber-sumber
yang ada
5. Partisipasi
berkesinambungan
6. Pendidikan
inklusif merupakan proses dinamis. Perlu adanya monitoring yang
berkesinambungan, satu prinsip inti dari pendidikan inklusif adalah harus
tanggap terhadap keberhasilan secara fleksibel yang senantiasa berubah-ubah dan
tidak dapat diprediksi
7. Pengembangan
kerangka
8. Pengembangan
kerangka yang kuat yang merupakan komponen utama pendidikan inklusif yang
berfungsi sebagai tulang program.
D. Manfaat
Pendidikan Inklusif
1. Membangun
kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan
sikap dan nilai yang diskriminatif.
2. Melibatkan
dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal,
mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi
alasan mengapa mereka tidak sekolah
3. Mengidentifikasi
hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap
akses dan pembelajaran.
4. Melibatkan
masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi
semua anak.
E. Permasalahan
yang Dialami Sekolah-Sekolah Dalam Mengadakan Pendidikan Inklusif.
Sekalipun perkembangan pendidikan inklusi di negara kita cukup
menggembirakan dan mendapat apresiasi dan antusiasme dari berbagai kalangan,
terutama para praktisi pendidikan, namun sejauh ini dalam
tataran implementasinya di lapangan masih dihadapkan
kepada berbagai isu dan permasalahan. Berdasarkan hasil penelitian Sunardi
(2009) terhadap 12 sekolah penyelenggara inklusi di Kabupaten dan
Kota Bandung, secara umum saat ini terdapat lima kelompok isu dan
permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah yang perlu dicermati dan
diantisipasi agar tidak menghambat, implementasinya tidak bisa, atau bahkan
menggagalkan pendidikan inklusi itu sendiri, yaitu : pemahaman dan
implementasinya, kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan
support sistem. Salah satu bagian penting dari support sistem adalah tentang
penyiapan anak. Selanjutnya, berdasar isu-isu tersebut, permasalahan
yang dihadapi adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman
inklusi dan implikasinya.
a. Pendidikan
inklusif bagi anak berkelainan/penyandang cacat belum dipahami
sebagai upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan. Masih dipahami sebagai
upaya memasukkan disabled children ke sekolah regular dalam
rangka give education right and kemudahan access
education, and againt discrimination.
b. Pendidikan
inklusi cenderung dipersepsi sama dengan integrasi, sehingga masih ditemukan
pendapat bahwa anak harus menyesuiakan dengan sistem sekolah.
c. Dalam
implementasinya guru cenderung belum mampu
bersikap proactive dan ramah terhadap
semua anak, menimbulkan komplain orang tua, dan menjadikan anak
cacat sebagai bahan olok-olokan.
2. Kebijakan
sekolah
a. Sekalipun
sudah didukung dengan visi yang cukup jelas, menerima semua jenis anak cacat,
sebagian sudah memiliki guru khusus, mempunyai catatan hambatan belajar pada
masing-masing ABK, dan kebebasan guru kelas dan guru khusus untuk
mengimplementasikan pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif, namun
cenderung belum didukung dengan koordinasi dengan tenaga
profesional, organisasi atau institusi terkait.
b. Masih
terdapat kebijakan yang kurang tepat,
yaitu guru kelas tidak memiliki tangung jawab pada kemajuan belajar
ABK, serta keharusan orang tua ABK dalam penyediaan guru khusus.
3. Proses
pembelajaran
a. Proses
pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching,
tidak dilakukan secara terkoordinasi.
b. Guru
cenderung masih mengalami kesulitan dalam
merumusakan flexible
curriculum, pembuatan IEP, dan dalam menentukan
tujuan, materi, dan metode pembelajaran.
c. Masih
terjadi kesalahan praktek bahwa target kurikulum ABK sama dengan
siswa lainnya serta anggapan bahwa siswa cacat tidak memiliki
kemampuan yang cukup untuk menguasai materi belajar.
d. Karena
keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan pembelajaran belum menggunakan media,
resource, dan lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan anak.
4. Kondisi
guru
a. Belum
didukung dengan kualitas guru yang memadai. Guru kelas masih dipandang not
sensitive and proactive yet to the special needs children.
b. Keberadaan
guru khusus masih dinilai belum sensitif dan
proaktif terhadap permasalahan yang dihadapi ABK.
5. Sistem
dukungan
a. Belum
didukung dengan sistem dukungan yang memadai. Peran orang tua, sekolah
khusus, tenaga ahli, perguruan tinggi – LPTK
PLB, dan pemerintah masih dinilai minimal. Sementara itu
fasilitas sekolah juga masih terbatas.
b. Keterlibatan
orang tua sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan inklusi,
belum terbina dengan baik. Dampaknya, orang tua sering bersikap
kurang peduli dan realistik terhadap anaknya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pendidikan inklusif sebagai suatu sistem layanan ABK menyatu dalam
layanan pendidikan formal. Konsep ini menunjukkan hanya ada satu sistem
pembelajaran dalam sekolah inklusif, tetapi mampu mengakomudasi perbedaan
kebutuhan belajar setiap individu. Dalam Sistem persekolahan Nasional yang
selama ini masih cenderung menerapakan layanan pembelajaran dengan “model
ketuntasan hasil belajar bersama” melalui bentuk belajar klasikal berdampak
kurang memberikan kefleksibelan penerapan pendidikan inklusif, terutama bagi
ABK dengan kondisi kemampuan mental rendah.
Sekalipun
perkembangan pendidikan inklusi di Indonesia saat ini semakin
diterima dan berkembang cukup pesat, namun dalam
tataran implementasinya masih dihadapkan kepada berbagai problema, isu, dan
permasalahan yang harus disikapi secara bijak sehingga implementasinya tidak
menghambat upaya dan proses menuju pendidikan inklusif itu sendiri serta
selaras dengan filosofi dan konsep-konsep yang mendasarinya.
B. Saran
Dalam pelaksanaan pendidikan inklusif ada beberapa permasalahn dan
kendala yang dihadapi dalam implementasinya. Untuk itu
diperlukan komitmen tinggi dan kerja keras melalui kolaborasi
berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasinya. Dengan
demikian, tujuan akhir dari semua upaya di atas yaitu kesejahteraan para
penyandang cacat dalam memperoleh segala haknya sebagai warga Negara dapat
direalisasikan secara cepat dan maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Ishartiwi. 2010. Implementasi
Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusu. Dalam Sistem Pendidikan
Nasional.Diunduh darihttp://adgi.or.id/wpcontent/uploads/2011/10/IMPLEMENTASI_PENDIDIKAN_INKLUSIF_BAGI_ANAK_BERKEBUTUHAN_KHUSUS.pdf
diakses pada 13 Juni 2012
Sunaryo. 2009. Manajemen Pendidikan
Inklusif. Diunduh darihttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195607221985031-SUNARYO/Makalah_Inklusi.pdf diakses
pada 26 November 2017.
memiliki support system. memang cukup berpengaruh untuk kehidupan sehari-hari mungkin disaat kita stress ataupun lelah dengan keadaan
BalasHapus