Wakaf Uang: Inovasi Objek Wakaf untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seorang muslim
yang ingin mengabadikan hartanya di jalan Allah sebagai amal jariah yang
pahalanya tidak akan putus, maka bisa memilih wakaf sebagai salah satu pilihan
utama. Perbuatan wakaf telah diajarkan oleh Rasulullah dengan cara menahan
aslinya (barangnya) dan menyedekahkan manfaatnya. Oleh karena itu perbuatan
wakaf sangat dianjurkan dalam Islam, karena pahalanya yang mengalir
terus-menerus, meskipun orang yang berwakaf telah meninggal dunia (Hasan, 2011:1). Dengan demikian, wakaf harus
memiliki manfaat bagi aspek-aspek kehidupan manusia.
Namun
wakaf yang sangat populer di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia masih
terbatas pada seputar persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk
tempat ibadah dan pendidikan, atau bangunan sosial lainya. Belakangan baru ada
wakaf yang berbentuk uang tunai, atau benda bergerak yang manfaatnya untuk
kepentingan pendidikan, riset, rumah sakit, pemberdayaan ekonomi lemah dan
lain-lain. Wakaf uang bagi umat Islam Indonesia relatif masih baru, sehingga
pelaksanaannya belum maksimal dan belum dirasakan secara nyata oleh masyarakat
banyak (Misykat, 2016:72). Maka pada
penulisan kali ini akan spesifik membahas tentang wakaf uang sebagai salah satu
pembahasan dalam bidang ilmu fiqih kontemporer.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wakaf tunai?
2.
Bagaimana
sejarah dari wakaf tunai?
3. Apa saja rukun dan syarat wakaf tunai?
4. Apa dasar hukum dari wakaf tunai?
5. Bagaimana gambaran umum dan pelaksanaan
wakaf tunai di Indonesia?
6.
Bagaimana
inovasi wakaf tunai dalam meningkatkan kesejahteraan umat?
C.
Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari
wakaf tunai.
2.
Mengetahui
dan memahami tentang sejarah dari wakaf tunai.
3. Mengetahui dan memahami rukun dan syarat
wakaf tunai.
4. Mengetahui dan memahami dasar hukum dari
wakaf tunai.
5. Mengetahui dan memahami gambaran umum dan
pelaksanaan wakaf tunai di Indonesia.
6. Memahami dan dapat menganalisis mengenai inovasi wakaf tunai dalam meningkatkan kesejahteraan umat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Waqaf Uang
Secara bahasa, kata wakaf berasal dari bahasa Arab: AlWaqf
bermaksud harta yang diwakafkan; Al-Habs
bermakna harta itu ditahan, Al-Mana bermaksud
dihalang. Dari segi syara :Wakaf bermaksud seseorang yang menyerahkan hak
miliknya ( harta yang boleh digunakan tanpa susut fizikalnya ) kepada pengguna
wakaf tersebut dari mula harta diwakafkan hingga ke akhirnya semata-mata kerana
Allah S.W.T. Ianya tidak boleh diambil kembali atau dimiliki oleh mana-mana
individu (Majelis Agama Islam Negeri Johor).
Sedangkan menurut Faishal Haq, kata Waqf (wakaf) dapat diartikan
sebagai sesuatu yang subtansinya (wujud aktiva) dipertahankan, sementara
hasil/manfaatnya digunakan sesuai dengan keinginan Waqif (orang yang mewakafkan
hartanya). Namun dalam perkembangannya terdapat implementasi wakaf dengan
“tunai“ sebagaimana yang dilakukan pada masa kekhalifahan Utsmaniyah. Wakaf
dengan sistem ”tunai” membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi
bidang keagamaan, pendidikan, serta pelayanan sosial. Tabungan dari warga
negara yang berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui penukaran
sertifikat wakaf tunai, sedangkan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan
wakaf tunai tersebut dapat digunakan untuk berbagai kepentingan kemaslahatan
umat.
Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa ”wakaf tunai”
merupakan dana atau uang yang dihimpun oleh institusi pengelola wakaf (nadzir)
melalui penerbitan sertifikat wakaf tunai yang dibeli oleh masyarakat. Dalam
pengertian lain Wakaf Tunai dapat juga diartikan mewakafkan harta berupa uang
atau surat berharga yang dikelola oleh institusi perbankkan atau lembaga
keuangan syari‟ah yang keuntungannya akan disedekahkan, tetapi modalnya tidak
bisa dikurangi untuk sedekahnya, sedangkan dana wakaf yang terkumpul selanjutnya
dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nadzir ke dalam berbagai sektor usaha
yang halal dan produktif, sehingga keuntungannya dapat dimanfaatkan untuk
pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan.
Sedangkan pengertian wakaf tunai yang lainnya, Wakaf tunai (Cash Waqf) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.2 Bank Indonesia mendefinisikan wakaf tunai adalah penyerahan asset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat dipindahtangankan dan dibekukan selain untuk kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya (safrudin, 2010).
B. Sejarah
Waqaf Uang
Istilah wakaf uang belum dikenal di zaman Rasulullah. Wakaf uang (cash
waqf) baru dipraktikkan sejak awal abad kedua Hijriyah. Imam az Zuhri (wafat
124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits
memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah,
sosial, dan pendidikan umat Islam.
Di Turki, pada abad ke-15 H praktek wakaf uang telah menjadi istilah
yang familiar di tengah masyarakat. Wakaf uang biasanya merujuk pada cash
deposits di lembaga-lembaga keuangan seperti bank, wakaf uang tersebut
biasanya diinvestasikan pada profitable business activities. Keuntungan dari
hasil investasi tersebut digunakan kepada segala sesuatu yang bermanfaat secara
sosial keagamaan.
Pada abad ke 20 mulailah muncul berbagai ide untuk meimplementasikan
berbagai ide-ide besar Islam dalam bidang ekonomi, berbagai lembaga keuangan
lahir seperti bank, asuransi, pasar modal, institusi zakat, institusi wakaf,
lembaga tabungan haji dll. Lembaga-lembaga keuangan Islam sudah menjadi istilah
yang familiar baik di dunia Islam maupun non Islam.
Dalam tahapan inilah lahir ide-ide ulama dan praktisi untuk menjadikan
wakaf uang salah satu basis dalam membangun perkonomian umat. Dari berbagai
seminar, yang dilakukan oleh masyarakat Islam, maka ide-ide wakaf uang ini
semakin menggelinding. Negara- negara Islam di Timur Tengah, Afrika, dan Asia
Tenggara sendiri memulainya dengan berabagai cara.
Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. (anonim, 2018)
C.
Rukun
dan Syarat Wakaf Uang
Pada dasarnya rukun dan syarat wakaf uang
adalah sama dengan rukun dan syarat wakaf secara umum. Adapun rukun wakaf ada 4
(empat) sebagaimana dikemukakan oleh Nawawi dan Asy-Syarbini yaitu wakaf dinyatakan sah apabila telah
terpenuhi rukun dan syaratnya. Adapun
rukun wakaf ada 4 macam, sedangkan syaratnya ada pada setiap rukun-rukun
tersebut, yaitu :
1. Syarat Wakif ; Orang yang mewakafkan
disyaratkan cakap bertindak dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak
disini meliputi 4 macam kriteria, yaitu : Merdeka, Berakal sehat, Dewasa, Tidak
di bawah pengampuan
2. Syarat Mauquf Benda-benda yang diwakafkan
dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Benda tersebut
harus mempunyai nilai, Benda bergerak atau benda tetap yang dibenarkan untuk
diwakafkan, Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi
wakaf, Benda tersebut telah menjadi milik si wakif.
3. Syarat Mauquf Alaih ; Mauquf Alaih yaitu
orang atau badan hukum yang berhak menerima harta wakaf. Adapun syarat-syaratnya
ialah : Harus dinyatakan secara tegas pada waktu mwngikrarkan wakaf, kepada
siapa/apa ditujukan wakaf tersebut, Tujuan wakaf itu harus untuk ibadah
4.
Syarat
Shighat ; Shighat akad adalah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang
yang berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya.
Adapun syarat sahnya shighat adalah : Shighat harus munjazah (terjadi
seketika), Shighat tidak diikuti syarat bathil. Shigaht tidak diikuti
pembatasan waktu tertentu, Tidak mengandung suatu pengertian untuk mencabut
kembali wakaf yang sudah dilakukan. (Dhompet
Dhuafa , 2018)
Sedangkan
yang menjadi syarat umum sahnya wakaf sebagaimana dikemukakan Anshori (2006:95)
adalah:
1. Wakaf harus kekal. Wakaf harus dilakukan
secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan terjadinya sesuatu peristiwa di
masa akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika
setelah wakif menyatakan berwakaf.
2. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya
hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan. Wakaf
merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyar. Artinya tidak
boleh membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatkan sebab pernyatan
wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.
(BeritaWakaf, 2016)
Ada
pula syarat-syarat wakaf yang lebih jelas yaitu:
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf
(al-waqif) Syarat-syarat al- waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini
mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan
harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang
berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak
secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan
orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan
(al-mauquf ) Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali
apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ahli fiqih;
pertama, barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga. Kedua, harta
yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah.
Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf
(wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada
harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai‟).
3.
Syarat-syarat
orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya
orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, tertentu (mu‟ayyan) dan tidak
tertentu (ghaira mu‟ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang
yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang
semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah.
3.Sedangkan
yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat
ibadah. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf
mu‟ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li
al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini
boleh memiliki harta wakaf.
4.
Syarat-syarat
Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama,
ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukan kekalnya (ta‟bid).
Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu
dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan
kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu
tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas
dapat terpenuhi maka penguasaan atas harta wakaf bagi penerima wakaf adalah
sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah
kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf
secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat (ghaira tammah). (Hakim, 2010: 23-25)
D. Dasar Hukum (Dalil) Wakaf Uang
1. Dasar Hukum Wakaf
Adapun
yang digunakan sebagai dasar hukum wakaf oleh para ulama yang pertama adalah
Al-Quran, yaitu sebagai berikut.
a. Dalam surat Al-Hajj ayat 77,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون َ
“Hai orang-orang yang
beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”. (QS. Al-Hajj [22]: 77)
b.
Dalam surat Ali-Imran ayat 92,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا
تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran [3]: 92)
c. Dalam surat Al-Baqarah ayat 261,
مَثَلُ الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ
سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ
لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah [2]: 261)
d. Dalam surat Al-Baqarah ayat 267
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ
تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS.
Al-Baqarah [2]: 267)
Selain Al-Quran, para ulama juga bersandar pada
beberapa hadits tentang shadaqah jariyah yang di dalamnnya memuat ajaran wakaf,
di antaranya adalah hadits dari Avu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullahﷺ
bersabda “Apabila anak adam (manusia)
meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan orangtuanya.” (HR.
Muslim). Para ahli berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shadaqah jariyah
dalam hadits tersebut adalah pahala wakaf yang diberikannya ketika seseorang
masih hidup (Basyir, 1987).
2.
Dasar Hukum wakaf uang
Wakaf
tunai sebenarnya sudah menjadi pembahasan ulama terdahulu. Terdapat perbedaan
pendapat mengenai hukum wakaf tunai oleh beberapa ulama. Imam al Bukhari (wafat
tahun 2526 H) mengungkapkan bahwa Imam Az Zuhri (wafat tahun 124 H) berpendapat
dinar dan dirham (keduanya mata uang yang berlaku ditimur tengah) boleh
diwakafkan. Cara ini ialah dengan menjadikan dinar dan dirham ini sebagai modal
usaha (dagang), kemudian menyalurkannya keuntungan sebagai wakaf.
Wahbah
Az Zuhaili juga mengungkapkan bahwa mahzab hanafi juga membolehkan wakaf tunai
sebagai pengecualian, atas dasar istihsan bi al „urfi, karena sudah banyak
dilakukan masyarakat. Mahzab hanafi memang berpendapat bahwa hukum yang
ditetapkan berdasarkan „urf (adat kebiasaan) mempunyai kekuatan yang sama
dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks).
Ibn
Abidin mengemukakan wakaf tunai yang dikatakan merupakan kebiasaan yang berlaku
dimasyarakat adalah kebiasaan yang berlaku dimasyarakat Romawi, sedang dinegeri
lain wakaf tunai bukan merupakan kebiasaan. Karena itu Ibn Abidin berpandangan
bahwa wakaf tunai tidak boleh atau tidak sah. Yang juga berpandangan bahwa
wakaf tunai tidak boleh adalah mahzab Syafi‟i. menurut al Bakri, mahzab Syafi‟I
tidak membolehkan wakaf tunai, karena dinar dan dirham (uang) akan lenyap
ketika dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya. (Thoin & Prastiwi, 2015)
Perbedaan
pendapat diatas bahwa alasan boleh atau tidaknya wakaf tunai berkisar pada
wujud uang. Apakah wujud uang yang setelah digunakan atau dibayarkan masih ada
seperti semula, masihkah terpelihara, dan masih dapat menghasilkan keuntungan
dalam waktu lama atau tidak.
Namun
jika melihat system perekonomian yang berkembang sekarang, sangat mungkin
melaksanakan wakaf tunai. Misalnya, uang yang diwakafkan itu dijadikan modal
usaha seperti yang dikatakan oleh mahzab Hanafi. Atau diinvestasikan dalam
wujud saham diperusahaan yang bonafide atau didepositokan diperbankan syariah,
dan keuntungannya dapat disalurkan sebagai hasil wakaf. Wakaf tunai
diinvestasikan dalam wujud saham atau deposito, wujud atau lebih tepatnya nilai
uang tetap terpelihara dan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu lama.
Bagi
Muslim Indonesia, wakaf tunai atau dalam bentuk uang memang masih terasa asing,
karena paradigma masyarakat tentang wakaf adalah barang yang tidak bergerak,
seperti tanah dan bangunan. Wakaf uang dan surat berharga memiliki keluwesan
dan kemashlahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain disebabkan sifatnya
yag tidak terikat oleh ruang dan waktu. Jadi suatu barang yang bergerak,
seperti uang dapat dijadikan barang wakaf, sebagaimana yang telah difatwakan
oleh MUI mengenai kebolehan dalam melakukan wakaf uang. (Nawawi, 2012)
E.
Wakaf
Uang di Indonesia
Sejumlah Kyai telah mempraktekkan gagasan ini dengan cara melelang
tanah yang akan dibeli untuk mengembangkan pesantren yang diasuhnya dengan
menghargakan tanah per meternya sehingga waqif dapat membayar tanah tersebut sesuai dengan
kemampuannya melalui nomor rekening bank yang sudah disiapkan oleh panitia.
Meskipun akad yang dilakukan adalah wakaf tanah, dalam prakteknya yang
diberikan oleh waqif adalah uang (Mubarok, 2008).
Sebelum ditetapkan dalam UU, pada tanggal 11 Mei 2002 (28 Shafar 1423 H)
Komisi Fatwa MUI telah mengeluarkan fatwa tentang
wakaf uang. Fatwa tersebut ditandatangani oleh K.H. Ma'ruf Amin (Ketua Komisi Fatwa) dan Hasanudin (Sekretaris Komisi
Fatwa). Dalam
fatwa MUI ditetapkan sebagai berikut:
1. Wakaf uang (cash wakaf /waqf al nuqud) adalah wakaf yang
dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan
hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat
berharga.
3. Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal
yang dibolehkan secara shar'i
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak
boleh dijual, dihibahkan, dan / atau diwariskan. (MUI, 2011, hal. 410).
Adapun dasar fatwa MUI tentang kebolehan wakaf uang
adalah al-Qur‟an, Hadis, pendapat para
Ulama surat Direktur Pengembangan Zakat dan wakaf Depag RI dan Undang-Undang.
1. Al-Qur‟an berdasarkan Q.S. Ali Imran, 3 :92 dan
Q.S.al-Baqarah, 2 :262.
2. Hadis Rasulullah: antara lain Riwayat Muslim, al-Timidhi,
al-Nasa'i dan Abu Daud dari Abu Hurairah yang mengatakan,
bahwa apabila manusia telah meninggal dunia maka
terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga hal,
yaitu sedekah jariyah (wakaf) atau ilmu
yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang
mendoakannya.
3.
Pendapat ulama:
a) Pendapat Imam al-Zuhd (w. 124 H) bahwa mewakafkan dinar hukumnya
boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut Mauquf
'alaih sebagai modal usaha kemudian keuntungannya
disalurkan.
b) Mutaqaddimin dari ulama mazhab Hanafi 42 membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas
dasar Istihsan bi al-'Urfi, berdasarkan athar Abullah
bin Mas'ud r.a.: Apa yang dipandang baik
oleh kaum muslimin maka dalam pandangan
Allah adalah baik dan apa yang
dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam
pandangan Allah Pun buruk".
c) Pendapat sebagian ulama mazhab al-Shafi'i: Artinya:
"Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam alSyafi‟i tentang kebolehan wakaf dinar
dan dirham (uang)"
d) Pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal ll Mei
2002 tentang rumusan definisi wakaf sebagai berikut: Yakni menahan harta
yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan huhum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, mewariskannya)
untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah
(tidak haram) yang ada.
Berkenaan dengan wakaf uang, telah terbit Undang-Undang Republik
lndonesia No. 41 Tahun 2004. Pada pasal 16 ayat (l) tentang harta benda wakaf dalam Undang-Undang
tersebut disebutkan, bahwa benda wakaf itu terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Wakaf uang disebutkan
pada ayat (3) tentang wakaf benda tergerak sub
a. Wakaf uang yang disebutkan dalam UU No. 41 Tahun 2004 telah disebutkan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor
42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan wakaf
pada pasal 15 sub c dan pada pasal 22
ayat ( l) dan (2). Pasal 22 menyebutkan :
1. Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
2. Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam matauang asing,
maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.
Pelaksanaan Wakaf Uang di Indonesia
Adapun ketentuan tentang wakaf uang yang dilaksanakan di lndonesia
yang diatur dalam Undang-Undang No. 4l Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1. Waqif dibolehkan mewakafkan uang melalui Lembaga
Keuangan Shariah yang
ditunjuk oleh Menteri
2. Wakaf yang dilaksanakan oleh waqif dengan pernyataan
kehendak
3. Waqif yang
dilakukan secara tertulis
4. Wakaf diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang
5. Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan
disampaikan oleh Lembaga Keuangan
Shariah kepada waqif dan nazir
mendaftatkan harta benda wakaf
berupa uang kepada menteri selambatlam-batnya 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterbitkannya sertifikat wakaf uang.
Berkenaan
dengan ketentuan dan tehnis pelaksanaan wakaf uang dalam PP No. 42 Tahun 2006
disebutkan sebagai berikut :
1. jenis harta yang diserahkan waqif dalam wakaf uang adalah uang dalam valuta
rupiah. Oleh karena itu, uang yang akan diwakafkan harus dikonversikan terlebih
dahulu ke dalam rupiah jika masih dalam valuta asing.
2. Wakaf uang dilakukan melalui Lembaga Keuangan Shariah yang
ditunjuk oleh Menteri Agama sebaga LKS-Penerima Wakaf Uang ( LKS-PWU).
Adapun aturan teknis yang menyangkut wakaf
uang adalah
1. waqif wajib hadir di Lembaga Keuangan Shariah sebagai
penerima wakaf uang (LKS-PWI) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya.
"Bila berhalangan, waqif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
2. Waqif wajib
menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan.
3. Waqif wajib
menyerahkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU.
4. Waqif wajib
mengisi formulir pernyataan kehendaknya.
Wakaf uang dapat dilakukan
dalam jangka waktu tertentu (muaqqat).
Uang yang diwakafkan harus dijadikan modal usaha (ra's al mal) sehingga secara hukum tidak habis sekali pakai, dan
yang disedekahkan adalah hasil dari usaha yang
dilakukan oleh nazir atau pengelola. Adapun yang dimaksud dengan wakaf
tunai yang telah dilaksanakan oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) dalam uraian
pedoman dan ketentuan pelaksanaan wakaf tersebut, adalah wakaf uang. Selain
Bank Muamalat Indonesia yang telah melaksanakan wakaf uang dengan nama
"Baitul Mal Muamalat", juga tetah dilaksanakan oleh Dompet Duafa
Republika dengan nama Tabung Wakaf', PB. Matla'ul Anwar dengan "Dana
Firdaus" dan lain-lain, walaupun pelaksanaannya belum maksimal.
F. Inovasi Objek
Wakaf Tunai dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat
Islam merupakan agama yang paling banyak
penganutnya di Indonesia sebenarnya memiliki beberapa lembaga yang diharapkan
mampu membantu pemerintah mewujudkan kesejahteraan sosial, salah satunya yaitu
wakaf. Walaupun merupakan lembaga Islam yang hukumnya sunnah, akan tetapi
lembaga ini dapat berkembang dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
tempat-tempat ibadah, sekolahan, makam, dll yang berasal dari benda wakaf. (Syauqi, 2014:370)
Wakaf di Indonesia sebenarnya sudah
di atur dalam peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perwakafan,
yakni Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan tanah milik. Namun
seiring berkembanganya peraturan perundang-undangan tersebut tidak lagi bisa
mengakomodasi perkembangan dalam masyarakat khususnya yang menyangkut tentang
wakaf. Bank juga tidak mau menerima tanah atau aset lain yang merupakan harta
wakaf untuk dijadikan jaminan. Karena harta wakaf bukan hak milik, melainkan
hak pakai terhadap manfaat harta wakaf itu. (Syauqi, 2014:370)
Agar wakaf di Indonesia dapat
berkembang dengan baik dan benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan sosial
dan ekonomi umat, maka sudah saatnya di Indonesia dirumuskan berbagai hal yang
berkaitan dengan wakaf khususnya mengenai harta yang boleh diwakafkan,
peruntukan wakaf, nadzir wakaf, dan cara pengelolaan wakaf . (Syauqi, 2014:371)
Menurut (Hazami, 2016:198; Syauqi, 2014:381) Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan wakaf
uang untuk meningkatkan kesejahteraan umum, antara lain dapat dilakukan dengan
cara-cara dibawah ini :
1. Meningkatkan pemahaman kepada masyarakat
tentang wakaf uang.
2. Perlu adanya arahan model pemanfaatan dana
wakaf uang kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang
memiliki reputasi yang baik. Salah satu caranya adalah membentuk dan menjalin
kerjasama dengan perusahaan modal ventura.
3. Memperluas dan meningkatkan penerimaan
dana wakaf uang yaitu dengan cara bekerja sama dengan pemerintah daerah kota. (Syauqi, 2014:381)
Kemudian
ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari wakaf uang dibandingkan dengan
wakaf benda tetap lainya menurut (Syauqi, 2014:377),
antara lain:
1. Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi
sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana
wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
2. Wakaf uang dapat digunakan untuk mengolah
aset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong, untuk dikelola secara produktif
melalui berbagai kegiatan ekonomi, pembangunan gedung, atau pertanian.
3. wakaf uang dapat dijadikan alternatif
pembiayaan bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, madrasah
dan lainnya. Lembaga pendidikan Islam dapa lebih mandiri dengan adanya sumber
pembiayaan dari wakaf uang ini, tidak lagi bergantung pada pendanaan pemerintah
atau lainnya. Di samping itu, kemandirian sumber pendaaan juga akan memudahkan
lembaga pendidikan dalam mengembangkan perannya dalam penguatan keilmuan Islam.
4. Wakaf uang sangat potensial untuk membantu
para pelaku usaha kecil.
Dari empat hal diatas bisa
dikatakan wakaf menjadi solusi bagi pengembangan harta produktif di
tengah-tengah masyarakat dan solusi dari kerakusan pribadi dan
kesewenang-wenangan pemerintah secara bersamaan. Wakaf secara khusus dapat
membantu kegiatan masyarakat umum sebagai bentuk kepedulian terhadap umat, dan
generasi yang akan datang. Kegiatan sosial seperti ini telah dianjurkan dalam
syariat Islam sebagai kebutuhan manusia, bukan saja terbatas pada kaum
muslimin, tetapi juga bagi masyarakat non-muslim. Pandangan Islam terhadap
praktik wakaf sosial seperti ini telah lama berlangsung sepanjang sejarah
Islam, bahkan bentuk dan tujuannya sangat berkembang pesat. Maka wajar kalau
jumlah wakaf Islam banyak sekali dan menyebar di seluruh negara-negara
berpenduduk mayoritas muslim yang dapat memacu angka pertumbuhan ekonomi. (Hazami, 2016:194)
Ada beberapa strategi penting
untuk optimalisasi wakaf tunai dalam rangka untuk menopang pemberdayaan dan
kesejahteraan ummat:
1.
Optimalisasi edukasi dan sosialisasi wakaf dan
wakaf tunai. Seluruh komponen umat perlu untuk terus mendakwahkan konsep,
hikmah dan manfaat wakaf pada seluruh lapisan masyarakat.
2.
Melakukan optimalisasi pemanfaatan wakaf untuk
memberikan kemanfaatan secara lebih luas. Tanah wakaf memiliki potensi yang
sangat besar dalam memajukan sektor pendidikan, kesehatan, perdagangan,
agrobisnis, pertanian dan kebutuhan publik lainnya, terutama kebutuhan
masyarakat miskin. Tanah wakaf dapat dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan
posisi dan kondisi strategis masing-masing; terutama dikaitkan dengan nilai
manfaat dan pengembangan ekonomi.
3.
Membangun
institusi pengelola wakaf yang profesional dan amanah.
4.
Reoptimalisasi
pemanfaatan asset wakaf yang sudah termanfaatkan.
5.
Memanfaatkan
wakaf untuk pembangunan sarana penunjang perdagangan. Misalnya membangun sebuah
kawasan perdagangan yang sarana dan prasarananya dibangun di atas lahan wakaf
dan dari dana wakaf. Proyek ini ditujukan bagi kaum miskin yang memiliki bakat
bisnis untuk terlibat dalam perdagangan pada kawasan yang strategis dengan
biaya sewa tempat yang relatif murah. Sehingga akan mendorong penguatan
pengusaha Muslim pribumi dan sekaligus menggerakkan sektor riil secara lebih
masif.
6.
Mengembangkan
inovasi-inovasi baru melalui berbagai hal dalam kaitan dengan wakaf. Hal
menarik adalah eksperimen yang dikembangkan oleh Prof. Manan yang mendirikan
“Bank Wakaf” dengan konsep Temporary Waqf. Dengan konsep ini pemanfaatan dana
wakaf dibatasi pada jangka waktu tertentu dan nilai pokok wakaf dikembalikan
pada muwaqif. Hal ini sangat menarik meski masih diperdebatakan kebolehannya.
Wacana lain yang menarik adalah memanfaatkan Wakaf Tunai untuk membiayai sektor
investasi berisiko, yang risikonya ini diasuransikan pada Lembaga Asuransi
Syariah. (Setiawan, 2004)
Contoh lembaga yang yang
membuat inovasi baru untuk wakaf tunai adalah Darut Tauhid, berikut ini beragam
program wakaf Darut Tauhid:
1.
Wakaf
Masjid 3 in 1
Program sekali
berwakaf untuk tiga masjid di Batam, Serua (Tangerang), dan Lubuklinggau ini
merupakan program yang banyak digemari. Progres pembangunan ketiganya jelas berbeda.
Masjid Rahmatan Lil’alamin di DT Lubuklinggau misalnya, pembangunannya telah
mencapai 87,18 persen per 11 Agustus 2019. Masjid tiga lantai ini dibangun
dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu pondasi, tahap kedua struktur, dan tahap
ketiga arsitektur. Masjid tersebut direncanakan mampu menampung 1.500 jamaah
dengan dana yang dibutuhkan sekitar 8,1 milyar rupiah. Selanjutnya, Masjid DT
Batam yang akan dibangun tiga lantai, dan progresnya mencapai 40 persen,
meliputi tahap perizinan dan perencanaan. Masjid yang terletak di Jalan Trans
Belerang ini rencananya mampu menampung 2.000 jamaah, dengan dana yang
dibutuhkan sebesar 18 milyar rupiah. Kemudian, Masjid DT Serua, Tangerang
Selatan, diperkirakan mampu menampung 1.500 jamaah, dengan dana yang dibutuhkan
sebesar 15,1 milyar rupiah. Progresnya masih diangka 40 persen, meliputi
perencanaan dan perizinan. (Az-Zahra, 2019)
2.
Wakaf
al-Quran Plus
Melalui program ini,
mushaf al-Quran akan tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Mushaf al-Quran
yang ditebarkan dari dana wakaf tersebut, ialah al-Quran Tahfiz yang sudah
disusun berdasarkan metode DT, untuk memudahkan proses menghafal. Tidak hanya
diberi mushafnya, mereka yang menerima mushaf tersebut juga diberikan pelatihan
cara menghafal Metode DT dengan menggunakan al-Quran Tahfiz tersebut. Program
Wakaf Quran ini merupakan solusi untuk membumikan al-Quran di Indonesia. Maka,
muwakif yang berwakaf untuk program ini, insya Allah mendapat pahala dan
keberkahan yang luar biasa.
3.
Wakaf
Masjid Lintas Batas
Melebarkan sayap
dakwah ke mancanegara, merupakan amal baik yang sedang diperjuangkan oleh DT.
Masyarakat pun dapat terlibat dalam perjuangan tersebut dengan berwakaf. Saat
ini DT sedang membebaskan lahan dan bangunan di 214 Nicholson Road, Longford,
Perth, Australia. Bangunan dan lahan tersebut difungsikan sebagai Masjid
al-Latif DT Centre di Perth Australia. Kehadiran Masjid al-Latif tentu menjawab
kebutuhan umat Islam di sana, khususnya muslim asal Indonesia.
4.
Wakaf
Menara SSG (Santri Siap Guna)
Program yang digelar
oleh DT setiap akhir pekan ialah Program SSG (Santri Siap Guna). Banyak
generasi muda yang mengikuti program tersebut, agar memiliki tauhid yang kuat
kepada Allah SWT, dan memiliki Karakter BAKU (Baik dan Kuat). Maka, Lembaga
Wakaf DT hadir untuk memfasilitasi, yakni dengan membuat bangunan tinggi untuk
berbagai kegiatan SSG, mulai dari kantor hingga galeri bisnis.(Az-Zahra, 2019)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Indonesia prospek
ekonomi harta wakaf diyakini akan bisa lebih berkembang dan lebih baik jika
hasil-hasil kajian para ahli pembangunan Islam tentang harta wakaf
diaplikasikan pada tempat dan kondisi yang memungkinkan. Adanya kebijakan yang
pernah dipraktekkan Rasulullah dan para sahabat selayaknya dapat dijadikan
sebagai landasan dan contoh kearah peningkatan prospek ekonomi harta wakaf yang
ada.
Strategi Pendayagunaan dan Pengelolaan Wakaf
Tunai terlaksana apabila semua elemen baik pemerintah, ulama’ dan masyarakat
Islam melakukan strategi dalam pengelolaannya. Diantaranya yaitu terkait dengan
pemanfaatan atau pendayagunaan wakaf, perubahan harta wakaf (tidak bergerak ke
harta yang bergerak), pemindahan harta wakaf, penggabungan harta wakaf,
perubahan manajemen dan lain sebagainya.
Pada akhirnya, wakaf
sebagai institusi prospektif sebagai penyokong ekonomi masyarakat, perlu
diadakan langkahlangkah strategis pengembangannya. Pemerintah, tokoh
masyarakat, dan masyarakat muslim secara luas perlu melakukan langkah-langkah
strategis untuk mengembangkan dan memberdayakan lembaga wakaf dan memberdayakan
potensinya sehingga berdampak positif pada terhadap kehidupan ekonomi, sosial,
pendidikan dan budaya masyarakat.
B. Saran
Penulis
berharap pembaca memahami isi dari makalah yang disusun, terlepas makalah ini
didalamnya terdapat banyak sekali kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zahra. (2019). Semangat Baru untuk Berwakaf.
Retrieved from http://www.daaruttauhiid.org/semangat-baru-untuk-berwakaf/
Hazami, B. (2016). Peran dan Aplikasi Wakaf dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Umat di Indonesia. Analisis, XVI.
Setiawan, A. A. (2004). Wakaf Tunai dan Kesejahteraan Ummat. Hidayatullah.Com.
Retrieved from
https://www.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2004/12/13/2878/wakaf-tunai-dan-kesejahteraan-ummat.html
Syauqi, A. (2014). OPTIMALISASI PENGELOLAAN WAKAF UANG UNTUK KESEJAHTERAAN UMUM. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, XVI, 369–383. Retrieved from file:///C:/Users/ANASYA_COM/Downloads/6036-12490-1-SM.pdf
Hasan, S. (2011). Wakaf Uang: Perspektif Hukum Fiqih,
Hukum Positif, dan Manajemen. Malang: UIN Maliki Press.
Misykat. (2016). WAKAF
UANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA. Waratsah,
I(II), 72.
safrudin, a. (2010). WAKAF TUNAI SEBAGAI ALTERNATIF MEKANISME PREDISTRIBUSI KEUANGAN ISLAM. JURNAL EKONOMI.
BeritaWakaf. (2016). Rukun
dan Syarat Wakaf Uang . Retrieved from Solusi Jitu Wakaf :
http://solusijituwakaf.blogspot.com/2015/02/rukun-dan-syarat-wakaf-uang.html?m=1
Dhompet Dhuafa .
(2018). Syarat-Syarat Wakaf . Retrieved from Dompet Dhuafa Republika :
https://zakat.or.id/syarat-syarat-wakaf/
Hakim, A. (2010). Pengelolaan
Wakaf Uang Sebagai Salah Satu Instrumen Investasi ( Studi pada Tabung Wakaf
Indonesia ). Jakarta : UIN Jakarta .
Mubarok, J. (2008). Wakaf Produktif. (1, Ed.)
Refika Offset.
MUI, S. (2011). Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia. Jakarta: Sekretariat MUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar