Iklan

Rabu, 12 Juni 2024

Makalah Tujuan Pendidikan Islam dalam Al-Quran

Tujuan Pendidikan Islam dalam Al-Quran


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam perspektif Islam, tujuan pendidikan adalah sebagai pengubah karakter individu. Selain itu Islam juga mempunyai konsep yang mendasar mengenai tujuan pendidikan yang lebih membentuk manusia yang kamil, sehingga memiliki keseimbangan baik jasmani maupun rohani. Kesemuanya itu bertujuan untuk menjalankan tugas hidup sebagai khalifah fil ard yang diharapkan mampu mengubah peradaban dinegeri ini. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berkesadaran dan bertujuan, Allah telah menyusun landasan pendidikan yang jelas bagi seluruh manusia melalui syariat Islam Dalam perspektif Islam, konsep tujuan pendidikan dalam Islam termaktub dalam Alquran yang pada dasarnya merupakan konsep yang ideal. Akan tetapi realitanya masih kurang dalam penerapannya. Dalam hal ini perlu adanya rumusan lebih dasar tujuan pendidikan Islam agar sesuai digambarkan dalam Alquran.

Menurut Imam al- Ghazali, tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai ialah kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah dekat kepada Allah, kesempatan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Jadi, menurut al-Ghazali ada dua tujuan pendidikan yang ingin dacapai   sekaligus, yaitu   kesempurnaan   yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta kesempurnaan manusia yang bertujuan kebahagiaan dunia akhirat (insān kāmil). Namun kita seringkali tidak memahami bagaimanakah tujuan pendidikan itu sendiri. Bahkan kita sebagai calon pengajar dalam pendidikan Agama kebanyakan masih belum mengetahui, oleh karena itu makalah ini dibuat agar para calon pengajar mengerti makna penting dari Tujuan Pendidikan Islam yang sesuai dengan Alquran.

B.    Rumusan Masalah

1.     Bagaimana pengertian tujuan pendidikan Islam ?

2.     Apa Tujuan Pendidikan dalam Perspektif Islam?

3.     Kajian ayat-ayat Alquran mengenai tujuan pendidikan islam?

4.     Bagaimana analisis kandungan ayat-ayat Alquran mengenai tujuan pendidikan islam?

C.    Tujuan Penelitian

1.     Untuk mengetahui bagaimana pengertian tujuan pendidikan Islam ?

2.     Untuk mengetahui apa tujuan pendidikan dalam Perspektif Islam?

3.     Untuk mengetahui bagaimana kajian ayat-ayat Alquran mengenai tujuan pendidikan islam?

4.     Untuk mengetahui bagaimana analisis kandungan ayat-ayat Alquran mengenai tujuan     pendidikan islam?

BAB II

KAJIAN TEORI

A.     Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata ‘didik’, dengan memberinya awalan ‘pe’ dan akhiran ‘kan’, yang mengandung arti  ‘perbuatan’ (hal, cara, dan sebagainya). Pendidikan  berasal dari kata yunani “paedagogie‟ yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Kemudian istilah ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan ‟education‟  yang berarti pengembangan atau bimbingan. (Nafis, 2011, p. 1). Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.

Jadi Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. pengertian tujuan pendidikan menurut beberapa tokoh, diantaranya. Ki Hadjar Dewantoro: Tujuan pendidikan adalah mendidik anak agar menjadi manusia yangsempurna hidupnya, yaitu kehidupan dan penghidupan manusia yang selarasdengan alamnya (kodratnya) dan masyarakatnya.

Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari dua segi. Pertama dari sudut masayarakat  kedua dari sudut individu. Pendidikan dari sudut individu adalah proses untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan, jadi pendidikan adalah proses menampakkan  atau manifest  dari yang tersembunyi atau latent pada anak didik. Sedangkan  dari sudut masyarakat  pendidikan adalah menekankan atau memanfaatkan kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan mencarinya pada alam di luar manusia. (Langgulung, 1988, p. 57)

Dalam khazanah pendidikan Islam terdapat sejumlah istilah yang merujuk langsung pada pengertian pendidikan dan pengajaran seperti at-Tarbiyah (Pendidikan), at-Ta‘dîb (Pendidikan yang bersifat Akhlaq), at-Ta‘lîm (Pengajaran), at-Tabyîn (Penjelasan) dan at-Tadrîś (Pengajaran). Begitu juga, dalam sumber ajaran Islam, al-Qurân dan Hadîts, banyak ditemukan perintah yang berkaitan dengan belajar dan berpikir. Menurut Ahmad Munir, bahwa pendidikan  diartikan dengan Tarbiyah ketika proses pengajaran dalam konteks ini lebih bersifat pendiktean untuk mengentaskan anak didik dari masa kanak-kanak menuju ke arah kedewasaan. Keteladanan yang dicontohkan orangtua kepada anak pada hakikatnya adalah usaha yang dilakukan untuk membimbing anak ke arah kemandirian dan sikap bertanggungjawab.

Begitu juga menurut Abdul Fattah Jalal tidak berbeda seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Munir, bahwa pendidikan disebut juga Tarbiyah yaitu proses yang berkaitan erat dengan  persiapan dan pemeliharaan pada masa kanak-kanak di dalam keluarga. Sedangkan menurut Muhammad Muntahibun, mengutip pendapat Fahr al-Razi, istilah rabbayani  tidak hanya mencakup ranah kognitif, tetapi juga afektif. Sementara Sayyid Qutb menafsirkan rabbayani  sebagai pemeliharaan jasmani anak dan mentalnya. Dua pendapat ini memberi gambaran bahwa istilah Tarbiyah mencakup tiga domain pendidikan yaitu kognitif (cipta), afektif (rasa), dan psikomotorik (karsa) dan dua aspek pendidikan jasmani dan rohani. (Nafis, 2011, p. 15)

Selain Tarbiyah, kata pendidikan tidak bisa terlepas dari kata Ta’lim. Ta’lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata allama. Sebagian para ahli menerjemahkan istilah tarbiyah dengan pendidikan sedangkan Ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran.  Menurut Abdul Mujib, yang mengutip karya Muhammad Rasyid Ridha mengartikan Ta’lim yaitu proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada Jiwa Individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. “pengertian ini didasarkan pada firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 31 tentang ‘allama’  Tuhan kepada Nabi Adam as. Proses transmisi itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi adam menyaksikan dan menganalisis asma‟ (nama-nama) yang oleh Allah kepadanya. (Mujib, 2006, p. 19)

Menurut Ahmad Munir, ta’lim dalam konteks ini yaitu proses pengajaran dilakukan seorang guru kepada peserta didiknya secara rutin, maka harus mampu memberikan pengaruh terhadap perubahan intelektual peserta didik. Perubahan intelektual tersebut tidak berhenti pada penguasaan materi yang telah diajarkan oleh guru, tetapi juga mempengaruhi terhadap perilaku belajar peserta didik, dari malas menjadi rajin atau dari yang tidak kreatif menjadi kreatif. (Munir, 2008, p. 50).

Kata pendidikan juga dapat diambil dari kata Ta’dib. Ta’dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tatakrama, adab. Budi pekerti, akhlak, moral, dan etika.  Menurut Abdul Mujib, bahwa Ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya orang yang berpendidikan adalah orang yang berperadaban. Sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan. (Mujib, 2006, p. 20)

Ajaran Islam mengajarkan bahwa manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan membawa fitrah (kecenderungan untuk menerima kebenaran Islam) tetapi orang tua dan lingkugannya yang menjadikan lain dari fitrahnya itu, sebagaimana sabda Rosulullah SAW berikut ini:

كُلُّ مَوْلُودِ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنُـصِّرَانِهِ اَويُمَجِّسَانِهِ

Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan kedunia ini dalam keadaan fitrah, kemudian Ibu Bapaknyalah yang menjadikan ia seorang Yahudi, Nasroni dan Majusi”.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapatlah kita merumuskan bahwa pendidikan adalah Usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia. Pendidikan dalam suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang mengarahkan kehidupannya, sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga dapat membantu cita-citanya. Moh. Saltut, mendefinisikan pendidikan agama Islam sebagai berikut:

“Pendidikan Islam adalah mengembangkan, mengajak sera mendorong umat manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik berhubungan dengan akal, peasaan maupun perbuatan.” Pendidikan Islam adalah proses mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan, dan mengembangkan kemampuannya”.

B.      Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitar di mana individu itu hidup.

Menurut D Marimba dalam bukunya “Pengantar Filsafat Pendidikan Islam” sebagaimana dikutip oleh Arief Armai, menyebutkan bahwa; setiap usaha mengalami permulaan dan juga mengalami Akhir. Ada usaha yang terhenti karena gagal sebelum mencapai tujuan, akan tetapi usaha tersebut belum dapat disebut berakhir, karena pada umumnya suatu usaha baru berakhir setelah tujuan akhir tercapai. Dengan demikian fungsi tujuan yang pertama, adalah mengakhiri usaha. Fungsi kedua dari tujuan adalah mengarahkan usaha. Fungsi ketiga sebagai titik tolak untuk mencapai tujuantujuan lain. Fungsi ke empat memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha tersebut. (Arief, 2002, pp. 15-17)

Muhammad Fadhil al-Jamali merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan empat macam yaitu: (1) Mengenalkan manusia akan perannya diantara sesama mahluk dua tanggung jawabnya dalam hidup ini; (2) Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggungjawabnya dalam tata hidup  bermasyarakat; (3) Mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya. (4) Mengenalkan manusia akan pencipta alam (Allah) dan menyuruhnya beribadah kepada-Nya (Al-Jamali, 1986). Jadi Tujuan-tujuan pendidikan mengikut definisi ini adalah perubahan-perubahan yang diinginkan pada tiga bidang-bidang asas yaitu:

1.     Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individuindividu, pelajaran (learning) dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa yang berkaitan dengan individu-individu  tersebut ada perubahan yang diinginkan  pada tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya, dan pada pertumbuhan yang diingini pada pribadi mereka, dan pada persiapan  yang dimestikan  kepada mereka pada kehidupan dunia akhirat

2.     Tujuan Sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dan dengan apa yang berkaitan dengan kehidupan ini tentang pertumbuhan, memperkaya pengalaman, dan kemajuan yang diinginkan.

3.     Tujuan-tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan  dan pengajaran sebagai Ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai suatu aktivitas  diantara aktivitas-aktivitas masyarakat (Al-Syaibani, 1979).

Dengan demikian dapat disimpulkan konsep tujuan pendidikan Islam adalah suatu gagasan menuju perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelah menjalani proses pendidikan, baik perubahan pada tingkahlaku pribadinya dan perubahan pada masyarakat sekitarnya di tempat subyek didik berada


BAB III

KAJIAN AYAT

KAJIAN AL-QUR’AN DALAM QS. AL-BAQARAH AYAT 151, QS. ALI ‘IMRAN AYAT 164, DAN QS. AL-JUMU’AH AYAT 2

A.    Q.S Al-Baqarah Ayat 151

1.     Redaksi dan Terjemah

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”

2.     Asbabul Nuzul

Asbab Al-Nuzul pada Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151, masih berkaitan dengan ayat sebelumnya (Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 150). Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur as-Suddi dengan sanad-sanadnya , dia berkata, „Ketika kiblat shalat Rasulullah dipindahkan ke arah Ka‟bah setelah sebelumnya ke arah Baitul Maqdis, orang-orang musyrik Mekah berkata, „Muhammad bingung dengan agamanya sehingga kiblatnya mengarah kepada kalian. Dia tahu bahwa kalian lebih benar darinya dan dia pun akan masuk ke dalam agama kalian.

Dalam tafsir An-Nur menyebutkan Asbab al-Nuzul pada Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151, berkaitan dengan komentar-komentar orang kafir pada ayat sebelumnya yaitu berkenaan dengan perubahan kiblat dari bait al-Maqdis ke Masjid al-Haram. Ketika Nabi Muhammad SAW. Masih bermukim di Mekkah, jika beliau shalat selalu menghadap ke arah batu yang berada di masjid al-Aqsa (Bait al-Maqdis) Yerusallem, sebagaimana dilakukan para Nabi Bani Israil sebelumnya. Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW. Sangat menginginkan berkiblat ke Ka‟bah dan selalu berharap semoga Allah SWT. Mengganti kiblat yang berlaku dari Bait al- Maqdis ke Ka‟bah di Masjidil Haram. Lantaran ini, Nabi SAW. mengumpulkan antara menghadap ke Ka‟bah dan ke Sakhrah dengan cara shalat di sebelah selatan Ka‟bah dan menghadap ke utara. Tetapi setelah bermukim di Madinah, saat shalat Nabi SAW. hanya menghadap ke Bait al-Maqdis, karena tidak bisa mengumpulkan keduanya, seperti halnya saat masih berada di Mekah, enam belas bulan lamanya Nabi SAW. berkiblat ke Bait al-Maqdis saat beribadah. Selama dalam rentang waktu itu, Nabi selalu berharap kepada Allah supaya menjadikan Ka‟bah sebagai kiblat umat Islam, karena Ka‟bah adalah kiblat Nabi Ibrahim. (Ash-Shiddieqy, Jilid 1, p. 146)

3.     Penafsiran

a.     Tafsir lafadh  كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا

Sungguh Aku Allah SWT. Berkehendak menyempurnakan nikmat-Ku kepada kalian, yakni dengan memberikan kekuasaan kepada kalian terhadap Baitullah yang aku jadikan sebagai kiblat kalian dan membersihkan kalian dari penyembahan berhala. Allah SWT. juga menyempurnakan nikmat dengan mengutus seorang Rasul dari kalangan sendiri, yakni Nabi Muhammad SAW. Kiblat berada di negara umat Islam dan Rasul adalah dari kalangan mereka sendiri. Rasul SAW. membacakan ayat-ayat Allah yang membimbing ke jalan yang benar, rasul SAW. Memberi petunjuk ke jalan hidayah. Hidayah tersebut adalah ayatayat al-Qur‟an dan lain-lain yang merupakan bukti dan dalil yang menunjukkan keesaan dan keagungan Allah SWT., serta menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. yang maha mengatur tatanan langit dan bumi.

Tafsir An-Nuur menjelaskan ayat ini menerangkan dalil dan keterangan yang menunjukkan kepada keesaan Allah SWT. dan kebesaran kodrat (kekuasaan)Nya, serta keindahan tasharuf (pengelolaan, pengaturan)Nya di langit dan di bumi. Jalan memperoleh kenikmatan yang demikian banyak itu bagi mereka mukmin dengan cara Tuhan menunjukkan kebenaran disertai dalil dan keterangan yang meyakinkan, bukan dengan jalan taklid dan menggantungkan diri kepada pendapat orang lain. Dengan jalan itu akal memiliki kemerdekaan (kebebasan) berfikir dan jadilah agama sebagai petunjuk dan pembimbing bagi akal

b.     Tafsir kalimat  وَيُزَكِّيكُمْ

Rasulullah SAW. membersihkan jiwa umat manusia dari berbagai kotoran perbuatan yang hina, seperti kebiasaan jahiliyyah yang merajalela. Misalnya mengubur anak perempuan hidup-hidup, membunuh anak dengan maksud meringankan beban penghidupan, dan gemar mengalirkan darah lantaran persoalan yang sangat sepele. Di samping itu, Rasulullah SAW. Selalu menanamkan benih akhlak yang mulia, sehingga kalian menjadi manusia yang mempunyai akhlak karimah. Dengan bekal kesucian ini, akhirnya mereka bias mampu menundukkan kerajaan-kerajaan besar yang tadinya menghina mereka. Mereka memperkenalkan kepada semua bangsa berupa keutamaan dan keistimewaan, termasuk keadilan dan politik yang baik di dalam mengatur umat manusia.

c.     Tafsir kalimat وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ

“Serta mengajarkan kepada Kamu al-Kitab”, ditafsirkan dalam kalimat tersebut mencakup segala hal yang disebutkan di muka, yaitu pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dan penjelasan terhadap materi pokok di dalamnya, yaitu hikmah. Hikmah adalah buah pendidikan dari kitab ini, yakni penguasaan yang benar dan dating bersama hikmah pada suatu masalah, dengan suatu timbangan yang benar serta mengetahui tujuan perkaraperkara dan arahan-arahannya. Begitu juga akan terealisir hikmah ini secara masak mendapatkan bimbingan dan penyucian dari Rasulullah SAW. dengan ayat-ayat Allah.

d.     Tafsir kalimat  وَالْحِكْمَةَ

Hikmah ialah pengetahuan yang disertai dengan berbagai rahasia dan manfaat hukum, sehingga dapat mendorong seseorang untuk mengamalkannya sesuai dengan petunjuk.

 

 

e.     Tafsir kalimat وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Al-Maraghi menjelaskan bahwa, Nabi Muhammad SAW. juga mengajarkan pengetahuan yang tidak bersumber dari akal dan analisa. Pengetahuan tersebut hanya bisa diperoleh melalui wahyu, seperti pemberitaan tentang alam ghaib, perjalanan para Nabi dan riwayat terdahulu yang masih tampak kurang jelas bagi kalian, dan kisah-kisah yang sama sekali tidak diketahui oleh ahli kitab.

4.     Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam QS. Al-Baqarah Ayat 151

Konsep Tujuan Pendidikan Islam yang dimaknai sebagai sebuah konsep pendidikan menuju perubahan yang lebih baik, dengan melihat Asbab Al-Nuzul, dan penafsiran ayat, maka dalam QS. Al-Baqarah Ayat 151 mengandung Konsep Tujuan Pendidikan Islam. Di dalam ayat tersebut terdapat relevansi dengan konsep tujuan pendidikan Islam. Yaitu Rasulullah SAW. sebagai pendidik jagad raya ini, beliau mengajarkan bagaimana cara melatih diri agar senantiasa sadar akan segala nikmat Allah SWT. yang telah diberikan kepada hamba Allah SWT. Nikmat itu terlalu banyak dan besar sehingga tidak dapat dihitung sama sekali, sehingga kesyukuranlah yang harus dipanjatkan kepada Allah SWT.

Salah satu nikmat yang tiada tara adalah Allah SWT. telah mengutus hambanya yang beriman yaitu Rasulullah SAW., untuk mengabdikan dirinya kepada umatnya dengan cara yang baik dan tulus untuk mengajarkan apa yang telah dimiliki kepada umatnya.

Oleh karena itu, terdapat kaitan dalam QS. Al- Baqarah Ayat 151 dengan konsep tujuan pendidikan Islam yaitu terletak pada kata yuzakkiihim dan yu’allimu. Rasulullah SAW. adalah pendidik bagi para umatnya. Berbagai tahap menuju konsep tujuan tersebut, Pertama menyucikan bangsa Arab, yang tadinya masih dalam keadaan tersesat. Kedua mengajarkan al-Kitab dan al- Hikmah kepada umatnya hal-hal yang belum diketahui.

 Kalimat “mengajarkan apa yang mereka belum ketahui”, ini merupakan nikmat tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui sekian cara. Memang sejak dini al-Qur‟an mengisyaratkan dalam wahyu pertama Iqra, bahwa ilmu yang diperoleh manusia diraih dengan dua cara. Pertama, upaya belajar mengajar, dan kedua anugerah langsung dari Allah SWT. berupa ilham dan intuisi.

B.    Q.S Ali-Imran Ayat 164

1.       Redaksi dan Terjemah

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

 

Artinya : “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.

2.       Asbabul Nuzul

                        Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 164, turun serangkaian dengan ayat-ayat sebelumnya. Diriwayatkan, ketika tersebar isu bahwa Nabi Muhammad SAW, wafat terbunuh dalam perang Uhud, maka para Munafik berkata pada kawannya; “siapa yang akan menjadi utusan kepada Ibnu Ubay agar dia meminta keamanan kepada Abu Sufyan untuk kita?” Adapula diantara mereka yang berkata; “seandainya Muhammad SAW, adalah Nabi, tentu tidak terbunuh. Kembalilah kamu (muslim) kepada saudara saudaramu dan agamamu dahulu”. “Dengarlah Abu Sufyan berkata, “kami mempunyai Uzza (nama berhala) dan kamu tidak mempunyainya”.

                        Pada awalnya kaum muslimin telah berhasil memenangkan peperangan, akan tetapi karena sebagian dari mereka berambisi untuk mengambil harta rampasan dan meninggalkan posko, maka lawan balik menyerang kepada sebagian yang tersisa di posko, hingga akhirnya kaum muslimin terkalahkan (Ash-Shiddieqy, Jilid 1). Al-Kalbiy dan Al-Muqotil meriwayatkan, bahwa ayat-ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan pasukan panah ketika meninggalkan posisinya karena bermaksud meraih ghanimah, maka apa yang diambilnya itu adalah untuknya. Kami merasakan khawatir, jika nanti ghanimah tidak dibagikan kepada kita, seperti yang telah beliau lakukan pada waktu perang Badar.

                        Kemudian Nabi Muhammad SAW, bersabda, ‟bukankah kalian aku tugasi jangan meninggalkan posisi itu sebelum ada perintah dariku?” mereka menjawab, “kami tinggalkan saudara-saudara kami dalam keadaan siaga”. Kemudian dijawab oleh Nabi SAW, “Bahkan kalian mengira kami akan menggelapkan ghanimah dan tidak membagibagikannya” (Al Maraghi, 1993). Dengan latar belakang ini, maka Allah SWT, menurunkan serangkaian ayat ini.

3.       Penafsiran

a.       Tafsir kalimat لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Nabi SAW, berasal dari mereka. Maksudnya beliau berasal dari kalangan bangsa Arab. Dengan demikian mereka akan lebih cepat menanggapi ajakannya, mengambil hidayah dan petunjuknya. Sang Nabi akan lebih dipercaya oleh mereka dibandingkan jika beliau bukan berasal dari kalangan mereka (Al Maraghi, 1993).

Dalam Tafsir An-Nuur menjelaskan Rasul Muhammad SAW., yang dilahirkan di negeri mereka, senantiasa bersifat benar, memelihara amanat, menyeru kepada Allah SWT., berpaling dari dunia, tidaklah patut disangka berkhianat. Tampilnya Nabi SAW, dari golongan mereka sendiri adalah suatu nikmat Allah Yang Maha Besar yang dicurahkan kepada mereka yang beriman.

Orang mukmin pada ayat ini adalah umat beriman yang mengambil manfaat dengan kedatangan Nabi SAW. Walaupun Nabi Muhammad SAW, berasal dari suku Arab, beliau adalah rahmat bagi segala alam. Sebagaimana dalam Tafsir Al-Manar, menjelaskan bahwa min anfusihim adalah jenis manusia bukan jenis Arab. Seperti yang termakktub dalam QS. Al-Anbiya ayat 107, wamaa arsalnaaka illa rahmatil lil ‘aalamiin. “Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (Ash-Shiddieqy, Jilid 1).

b.       Tafsir Kalimat يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ

Nabi membacakan untuk mereka ayat-ayat Allah SWT yang menunjukkan kekuasaan, keesaan dan pengetahuan-Nya, agar jiwa manusia terarah padanya untuk mengambil faedah dan teladan darinya (Al Maraghi, 1993). Artinya Nabi Muhammad menyampaikan dan membacakan ayat-ayat yang diterimanya kepada kaumnya.

c.       Tafsir Kalimat وَيُزَكِّيهِمْ

Sesungguhnya Nabi Muhammad menyucikan dan membersihkan jiwa mereka dari akidah palsu, bujukan bujukan wasaniy dan kotorannya. Sebab, bangsa Arab dan lainnya sebelum Islam, hidup dalam kekacauan akhlak, akidah dan etika. Kemudian Nabi Muhammad SAW, mencabut dari mereka akar-akar wasaniy dan mengenyahkan akar-akar bathil dari akidah mereka. Seperti kepercayaan mereka bahwa dibalik sebab-sebab alam yang berkaitan dengan kejadian-kejadian itu, terdapat pula manfaat-manfaat yang bisa diharapkan dan bahaya yang dikhawatirkan. Hal tersebut timbul dari sebagian mahluk (Al Maraghi, 1993).

Muhammad SAW membersihkan dan menyucikan mereka dari segala kepercayaan yang sesat. Muhammad menyuruh mereka mengerjakan yang Ma’ruf dan meninggalkan yang munkar (Ash-Shiddieqy, Jilid 1).

d.       Tafsir kalimat وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

Nabi SAW mengajari mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan hikmah (Hadits). Mengajarkan al-Kitab berarti memaksakan mereka agar mau belajar menulis dan membebaskan mereka dari kebuta hurufan menuju cahaya dan ilmu pengetahuan. Nabi SAW minta agar mereka menulis al-Qur’an dan beliau membentuk sekretaris-sekretaris wahyu (Al Maraghi, 1993). Kemudian beliau menulis surat-surat untuk para raja dan pemimpin kabilah di seluruh penjuru dan wilayah yang cukup terkenal, mengajak mereka masuk Islam. Sehingga tulis menulis tersiar di kalangan mereka. Peradaban mereka menjadi semakin besar, kekuasaan mereka pun bertambah luas. Dengan demikian, mereka mampu menguasai umat yang dulunya mempunyai kekuasaan, pengaruh, dan kekuatan yang besar pada masa itu.

Begitu pula Nabi Muhammad SAW mengajari mereka tentang hikmah (hadits), membimbing mereka memahami segala sesuatu dan mengetahui rahasiarahasianya, memahami hukum-hukumnya, menjelaskan masalah dan hukum yang terkandung di dalamnya (al-Qur’an melalui hikmah/hadits). Kemudian Nabi SAW memberikan petunjuk mengenai cara-cara mengambil istidlal, cara-cara mengetahui hakikat segala perkara dengan bukti-bukti (argumentasi-argumentasinya) (Al Maraghi, 1993).

Dalam Tafsir An-Nuur dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW mendidik mereka untuk mempelajari ilmu tulis dan ilmu baca. Muhammad SAW memang berhasil membebaskan umatnya yang buta huruf menjadi umat yang hidupnya disinari ilmu pengetahuan. Mereka diperintahkan menuliskan al-Qur’an. Hak itu mendesak mereka untuk belajar menulis dan membaca. Nabi SAW sendiri mengangkat beberapa orang penulisnya. Dengan usaha itu berkembanglah pelajaran tulis baca di kalangan bangsa Arab (Ash-Shiddieqy, Jilid 1).

Pada Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dijelaskan “...Dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah...” orang-orang yang dituju dalam firman ini adalah orang-orang pribumi yang bodoh-bodoh, yang tidak tahu tulis baca dan lemah pikirannya. Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun yang berbobot untuk ukuran internasional dalam bidang apapun. Mereka pun tidak mempunyai cita-cita yang besar dalam kehidupan mereka yang melahirkan pengetahuan yang bertaraf internasional dalam bab apapun.

Maka risalah inilah yang menjadikan mereka sebagai guru jagad, hukama atau pemberi kebijakan dunia, dan pemilik akidah, pemikiran, sistem sosial, dan tata aturan yang menyelamatkan manusia secara keseluruhan dari Jahiliahnya pada masa itu. Mereka dinantikan peranannya dalam perjalanan ke depan untuk menyelamatkan kemanusiaan dari kejahiliahan modern yang mengekspresikan segala ciri khas jahiliyah tempo dulu, baik dalam bidang akhlak, sistem social kemasyarakatan, maupun mengenai pandangan mereka terhadap sasaran dan tujuan hidup, meskipun sudah terbuka bagi mereka ilmu-ilmu yang berkaitan dengan materi, produk-produk perindustrian, dan kemajuan peradaban (Quthb, 2000).

e.       Tafsir kalimat وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Sungguh mereka sebelum masa kenabian berada dalam kesesatan yang nyata. Sebab tidak ada kesesatan yang lebih parah selain kesesatan suatu kaum yang musyrik kepada Allah SWT dengan menyembah berhala-berhala, dan mereka memperturutkan khayalan-khayalan mereka. Tetapi selain itu, mereka juga orang-orang umiy, tidak bisa membaca dan menulis, sebagai suatu sarana yang bisa membimbing mereka untuk mengetahui kesesatan yang sedang mereka alami selamaini. Sesungguhnya Allah SWT. Menjadikan kenabian ini sebagai anugerah. Sebab beliau diturunkan sesudah malapetaka atau kejahiliyahan sehingga hal itu terasa amat agung di hati mereka. Sebab diutusnya rasul sebelumnya sudah sangat lama. Mereka tidak mengetahui kebenaran, sehingga manfaatnya lebih luas dirasakan dan lebih merasuk ke dalam hati (Al Maraghi, 1993).

Muhammad SAW diangkat menjadi rasul atau sebelum Islam turun, orang-orang mukmin berada dalam kesesatan yang nyata. Mereka penyembah berhala. Selain itu mereka juga buta huruf, tidak mampu membaca dan menulis (Ash-Shiddieqy, Jilid 1).

4.       Konsep Tujuan Pendidikan Islam dalam Q.S Ali-Imran Ayat 164

                        Setelah mengamati asbab al-Nuzul dan penafsiran ayat. Bahwa ayat dalam QS. Ali Imran Ayat 164 memiliki korelasi dengan ayat dalam QS. Al-Baqarah ayat 151. Penulis dapat memberikan gambaran bahwa pada ayat ini terdapat konsep tujuan pendidikan Islam yang tidak jauh berbeda dengan Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151. Menyambung dari konsep tujuan pendidikan Islam pada Qur’an Surat al-Baqarah ayat 151, bahwa pada ayat ini terdapat konsep tujuan pendidikan Islam yang mengarahkan pada perubahan sosial untuk masyarakat di sekitarnya. Seperti pada kalimat وَإِنْ كَاوُىْا مِهْ قَبْمُ نَفِى ضَلاَلٍ مُبِيْهٍ Sungguh mereka sebelum masa kenabian berada dalam kesesatan yang nyata.

                        Seorang pendidik mengarahkan peserta didik agar mampu menjadi para pemberi kebijakan bagi masyarakat, mampu memberdayakan umat di sekelilingnya. Membawa masyarakat pada kemodernan sehingga ummat islam akan mampu bersaing dengan orang-orang non muslim, sehingga Islam kembali mengalami kejayaan. Walaupun secara sekilas itu tidak mudah, akan tetapi melihat perjuangan Rasulullah SAW pada masa itu yang sangat gigih berjuang memajukan masayarakat Arab pada masanya, sehingga mampu mencerahkan umat manusia yang dahulu kala memang dalam keadaan sesat yang nyata. Dengan demikian, pendidik memiliki peran urgent untuk menjadikan perubahan yang signifikan pada peserta didiknya, lingkungan, dan masyarakatnya.

C.    Q.S Al Jumu’ah Ayat 2

1.       Redaksi dan Terjemah

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

 

Artinya: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

2.       Asbabul Nuzul

                          Sebab turun Qs. Al-Jumu‟ah ayat 2, tidak bisa terlepas dari ayat sebelumnya. Ayat ini turun berkaitan dengan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada umat beliau. Bila dibandingkan dengan Nabi dan umat-umat sebelumnya, maka Nabi Muhammad SAW dan umatnya adalah mahluk yang paling mendapat keutamaan.

                   Sebagaimana dijelaskan dalam surat lainnya yaitu surat As-Shaff ayat 6;

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ ۖ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَٰذَا سِحْرٌ مُبِينٌ

 

       Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata”.

                          Semua itu merupakan isyarat bahwa dialah yang dinubuwahkan oleh Nabi Isa. Berdasarkan ayat di atas bahwasanya kedatangan Nabi Muhammad SAW sudah diprediksikan kalau beliau adalah utusan bagi umatnya, yang pada akhirnya mampu memberikan perubahan sosial dan kebijakan yang mampu eksis di dunia.

3.       Penafsiran

a.       Tafsir Kalimat هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ

            Dialah yang mengutus rasul-Nya SAW kepada bangsa yang umiiy, yang tidak membaca dan tidak pula menulis, yaitu orang-orang Arab. Telah dikeluarkan dari Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan An-Nasai dari Ibnu Umar, beliau mengatakan, “kami adalah Ummiy. Kami tidak menulis juga tidak menghitung”.

            Rasul ini termasuk mereka, yaitu seperti mereka. Namun demikian, ia membacakan kepada mereka ayat-ayat al-Kitab untuk menjadikan mereka suci dari kotoran-kotoran akidah dan amal perbuatan, dan untuk mengajari mereka syari’at dan urusan-urusan intelektual yang menyempurnakan jiwa dan mendidiknya (Al Maraghi, 1993). Dalam tafsir An-Nur menjelaskan salah satu keutamaan Allah SWT adalah mengutus Muhammad SAW untuk menjadi panutan segenap manusia dan penutup seluruh rasul (Ash-Shiddieqy, Jilid 1). Walaupun Nabi Muhammad SAW diutus pada umat yang umi, beliau mampu membawa umatnya menjadi lebih memahami ajaran-Nya.

b.       Tafsir kalimat يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ

            Nabi Muhammad SAW membacakan kepada mereka ayat-ayat al-Qur’an yang di dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan mereka menuju kebaikan dua kampung, sedang dia pun seorang umi yang tidak dapat membaca, menulis agar kenabiannya tidak diragukan dengan kata-kata mereka, bahwa dia telah mengambilnya dari kitab-kitab orang terdahulu (Al Maraghi, 1993).

            Begitu juga dalam tafsir An-Nuur menjelaskan bahwa Nabi Muhammad bertugas membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada mereka, meskipun Muhammad SAW sendiri tidak pandai menulis dan membaca (Ash-Shiddieqy, Jilid 1).

c.       Tafsir kalimat وَيُزَكِّيهِمْ

            Selain bertugas membacakan ayat-ayat Allah SWT, Nabi Muhammad SAW juga bertugas membawa manusia kepada kesucian jiwa, kebersihan budi pekerti, serta menumbuhkan perasaan yang hidup pada diri mereka (Ash-Shiddieqy, Jilid 1). Dalam tafsir al-Maraghi menjelaskan Nabi Muhammad SAW memiliki tugas untuk mensucikan mereka dari kotoran-kotoran kemusyrikan dan akhlak-akhlak jahiliyyah, menjadikan mereka kembali dan takut kepada Allah SWT dalam perbuatan dan ucapan, serta tidak tunduk kepada kekuasaan makhluk selain Allah SWT., baik itu malaikat, manusia ataupun benda-benda (Al Maraghi, 1993).

d.       Tafsir kalimat وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

            Mengajarkan mereka syari’at, hukum dan hikmah serta rahasianya. Sehingga mereka tidak menerima sesuatu pun dari padanya dengan rindu dan puas (Al Maraghi, 1993).

            Beliau pula yang telah mengajarkan al-Qur’an dan hikmah yang berguna, yang dapat kita petik dari ucapannya dan perbuatannya. Beliau jugalah teladan yang utama dan pemimpin agung yang menuntun umatnya kepada jalan yang benar dan membawanya kepada ilmu pengetahuan dalam segala bentuknya (Ash-Shiddieqy, Jilid 1).

e.       Tafsir kalimat وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

            Orang-orang Arab dahulu berada dalam agama Ibrahim. Kemudian mereka mengganti, mengubah dan menggeser tauhid untuk menjadi syirik, dan yakin menjadi ragu-ragu. Mereka telah mengada-adakan hal yang tidak diizinkan Allah SWT sehingga akan bijaksanalah jika Allah SWT mengutus Muhammad SAW dengan membawa syari’at besar yang di dalamnya terdapat petunjuk bagi manusia, penjelasan mengenai urusan-urusan dunia dan akhirat yang mereka butuhkan, seruan yang membawa keridaan Allah SWT dan kenikmatan dalam syurga-syurgaNya yang penuh nikmat, dan larangan yang menyebabkan kemurkaan-Nya dan mendekatkan pada neraka (Al Maraghi, 1993).

            Dengan begitu Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk membawa satu agama yang benar dan merupakan pelita hidup bagi seluruh manusia. Nabi mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka. Selain itu juga membersihkan jiwa mereka dari kotoran syirik dan pekerti-pekerti yang buruk (Ash-Shiddieqy, Jilid 1).

4.       Konsep Tujuan Pendidikan Islam dalam Q.S Al Jumu’ah Ayat 2

                          Berdasarkan penjelasan asbab al-Nuzul dan penafsiran ayat dalam Qur’an Surat al-Jumu’ah ayat 2, dapat diambil garis merah bahwa ayat ini berkaitan dengan ayat dalam QS. al-Baqarah ayat 151, dan QS. Ali Imran Ayat 164. Di dalamnya sama-sama menggambarkan konsep tujuan pendidikan Islam sebagai sarana perubahan sosial. Pada Qur’an Surat al-Jumu’ah ayat 2, Tujuan pendidikan Islam diantaranya mengarahkan pada diri sendiri agar selalu memacu diri untuk berubah menjadi lebih baik. Baik secara vertikal dan horizontal. Ayat ini secara vertikal komponen-komponen dalam pendidikan mampu mengubah diri untuk selalu mendekatkan diri pada Allah SWT serta bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Oleh-Nya.

                          Kemudian, secara tidak langsung Allah SWT telah memberi nikmat berupa para pendidik yang bertugas menyadarkan peserta didiknya atau umatnya untuk selalu mendekatkan diri pada Allah SWT. Secara horizontal pendidik memiliki tugas untuk mengembangkan bakat mereka sekaligus memberikan solusi yang tepat terhadap problem yang dimiliki oleh masing-masing peserta didiknya. Mula-mula pendidik menyucikan atau menunjukkan bahwa perbuatan tindakan yang telah dilakukan itu salah. Setelah menjelaskan bahwa tindakan peserta didiknya tidak tepat, setelah itu maka pendidik memberikan solusi. Adapun solusi yang tepat adalah dengan mengajari mereka dengan tekun.

                          Seorang pendidik tidak boleh cepat putus asa menghadapi masyarakatnya, meskipun mereka sebelumnya masih dalam keadaan sesat atau belum tau apa-apa. Tugas seorang pendidik adalah memberikan pengarahan yang benar secara bijak. Agar para peserta didik mudah menerimanya dengan baik dan dapat mengamalkan apa yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena pada dasarnya konsep tujuan pendidikan Islam adalah mampu sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Dengan demikian, konsep tujuan pendidikan Islam yang ideal adalah mampu mengubah masyarakat menjadi imbang secara vertikal dan horizontal.


BAB IV

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Merujuk kembali pada rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab pertama, Konsep Tujuan Pendidikan Islam dalam al-Qur’an Qs. Al-Baqarah:151, Qs. Ali ‘Imran: 164, dan Qs. Al-Jumu’ah: 2, adalah sebagai sarana perubahan sosial. Hal ini bisa dilihat pada setiap ayat dari masing-masing ketiga surat yang saling berhubungan dan memiliki kandungan yang sama. Berikut konsep tujuan pendidikan Islam dalam al-Qur’an Qs. Al-Baqarah:151, Qs. Ali ‘Imran: 164, dan Qs. Al-Jumu’ah: 2.

1.          Konsep Tujuan Individual Dalam Pendidikan Islam

Pada awal dari ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT mengutus hamba-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW untuk para umatnya. Dengan diutusnya Rasulullah SAW., terdapat suatu kebesaran Allah SWT yang diberikan kepada mahluk-Nya. Allah SWT menyempurnakan nikmat dengan mengutus seorang Rasul SAW dari kalangan sendiri, dengan begitu ada sebuah tanda nikmat dari Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.

Dengan diutusnya Rasul SAW dari kalangan mereka sendiri, maka masyarakat akan lebih mudah menerima ajaran yang diberikan Nabi SAW. Sebab, kedekatan mereka sangat mempengaruhi dinamika dan perubahan yang ada dalam masyarakat. Dialah yang mengutus rasul- Nya SAW kepada bangsa yang umiiy, yang tidak membaca dan tidak pula menulis, yaitu orang-orang Arab.

Dengan begitu tujuan individual dari ketiga ayat tersebut adalah mensyukuri atas nikmat Allah SWT yang diberikan kepada manusia, berupa diutusnya Rasulullah SAW di muka bumi ini. Dengan mensyukurinya secara otomatis pula mereka telah mengimani Allah SWT., Rasul- Nya dan wahyu yang diberikan kepada Rasulnya. Tujuan individual yang bertujuan untuk mengubah secara pribadi dari segi sikapnya atau tingkah lakunya yang mencerminkan keimanan kepada Allah SWT dan RasulNya tanpa keraguraguan.

2.          Konsep Tujuan Sosial dalam Pendidikan Islam

Mulai dari awal ayat pada setiap masing-masing surat dan ayat menjelaskan tentang suatu proses dalam pembelajaran. Dalam ketiga ayat ini Nabi Muhammad SAW membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada umatnya. Proses selanjutnya Nabi Muhammad SAW menyucikan umatnya. Nabi Muhammad SAW menyucikan umatnya dengan mendoktrin mereka bahwa aktivitas yang dilakukan umatnya adalah sesat, sehingga Nabi Muhammad SAW memilih metode ini dalam hal mencerahkan muridnya. Beliau mulai membersihkan aktivitas jahiliyyah umatnya.

Selanjutnya Nabi Muhammad SAW mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat keduniaan dan keakhiratan. Dengan mengajarkan al-Kitab, umat Nabi Muhammad SAW akan mendapatkan pencerahan dalam hal dunia akhirat. Kemudian untuk mengimbangi memahami ilmu pengetahuan dari al-Kitab maka Nabi Muhammad SAW mengajarkan al-Hikmah yang dapat diartikan kebijaksanaan. Artinya Nabi Muhammad SAW mengajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kemajuan dan perubahan yang dinamis yaitu menuju perubahan sosial.

Dari tiga proses yang dilakukan Rasulullah SAW kepada umatnya, dapat dijadikan pedoman para ulama dan pendidik. Seorang pendidik sudah seharusnya mampu memberikan pencerahan-pencerahan pada peserta didiknya. Sehingga para pendidik akan mampu melahirkan para peserta didik yang unggul dalam spiritual dan intelektual.

3.          Konsep Tujuan Tertinggi dalam Pendidikan Islam

Konsep tertinggi tujuan tertinggi pendidikan Islam merupakan wujud dari puncak segala tujuan yang paling urgent. Sebab, dapat dilihat bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang terwujud. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian, dan pengajaran sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut sama dengan pengabdian kepada Allah. Menghambakan diri kepada Allah SWT dapat dimaknai secara luas, tidak hanya bentuk beribadah kepada Allah SWT tetapi, dengan melakukan perubahan pada masyarakat, misalnya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan, skills dan lainnya yang dapat mendorong masyarakat untuk berubah, juga dinamakan pengabdian kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam meliputi aspek kejiwaan yang abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Dengan kata lain pendidikan Islam secara filosofis berorientasi kepada nilai-nilai Islam. Artinya segala tindakan yang mencerminkan nilai-islam dapat dikatakan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT.

Dengan demikian dapat dikatakan konsep tujuan tertinggi dalam Pendidikan Islam adalah mencakup semua hal yang diharapkan dalam pendidikan Islam. Adapun kesemuanya itu meliputi sikap seorang hamba kepada Tuhannya. Kemudian disambung dengan hubungan yang selaras dengan masyarakat sekitar, sehingga melahirkan perubahan sosial.

 

B.    Saran

Bagi para pendidik Islam pada khususnya, sudah seharusnya untuk memahami perannya sebagai pendidik. Memahami konsep tujuan pendidikan Islam dan menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Adapun pada dasarnya sebuah konsep pendidikan yang harus menciptakan perubahan sosial. Dengan melihat perjuangan Nabi Muhammad SAW diharapkan pendidik muslim mampu meniru kesabaran beliau dalam mendidik umatnya. Beliau mendidik dari nol hingga mengalami perubahan yang signifikan. Selain itu pendidik muslim juga diharapkan mampu melahirkan generasi-generasi yang dapat diunggulkan sebagai khalifah fil ardhi, sehingga mampu memberikan kebijaksanaan dalam rangka perbaikan kesejahteraan dan kemajuan umat islam. Hingga pada akhirnya mampu mengembalikan kejayaan umat Islam seperti dahulu kala.


DAFTAR PUSTAKA

 

Al Maraghi, A. M. (1993). Tafsir al-Maraghi. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.

Al-Jamali, M. F. (1986). Filsafat Pendidikan Islam dalam Al-Quran, terj. Judial Falasani. Surabaya: Bina Ilmu.

Al-Syaibani, O. M.-T. (1979). Falsafah Penndidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Arief, A. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,. Jakarta: Ciputat Pres.

Ash-Shiddieqy, T. M. (Jilid 1). Tafsir Alquranul Majid Annur. Jakarta: Cakrawala Publishing.

Azizah. (2018). Tujuan Pendidikan Islam dalam QS. AL-BAQARAH dan QS. AL-MUNAFIQUN. IAIN Salatiga, 20.

B, M. R. (2017). Konsep dan Tujuan Pendidikan Islam. Jurnal UIN Alauddin Makassar, 38.

Langgulung, H. (1988). Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke- 21. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Marimba, A. D. (1990). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif.

Mujib, A. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Munir, A. (2008). Tafsir Tarbawi. Yogyakarta: SUKSES Offset,.

Nafis, M. M. (2011). Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Teras, 2011), hlm. 1. . Yogyakarta: Teras.

Quthb, S. (2000). Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema Insani.

Wahyuddin. (2010). Asbabun Nuzul sebagai Langkah Awal Menafsirkan Al-Qur'an. Jurnal Sosial Humaniora ITS, 1.

Web, T. (2010, Februari Jum'at). Tafsir Web. Retrieved from tafsirweb.com: https://tafsirweb.com/983-quran-surat-al-baqarah-ayat-247.html 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammadﷺ menjadi Rasul

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammad ﷺ menjadi Rasul Ketika usia Rasulullah ﷺ telah mendekati 40 tahun, beliau lebih senang mengasingkan ...