Pemikiran Islam Kontemporer
‘Aisyah ‘Abd Al-Rahman
Abstrak
‘Aisyah ‘Abd
al-Rahman yang lebih dikenal dengan nama Bint al-Shati merupakan mufassir
wanita pertama di dunia Islam yang hidup pada zaman kontemporer, dengan karya
tafsirnya yang berjudul at-Tafsir al-Bayani li al-Qur’an al-Karim. Selain itu
Bint al-Shati juga aktif dalam penulisan sehingga menghasilkan banyak
karya-karya yang berdampak pada kehidupan dunia. Tulisannya juga sering
membahas tentang feminisme, dimana ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman beranggapan bahwa
hak-hak perempuan telah dipermainkan oleh laki-laki. Maka, Bin al-Shati menjadi
pelopor bagi para kaum wanita Arab untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi,
sehingga wanita dapat menjadi kaum yang intelektual seperti halnya laki-laki.
‘Aisyah ‘Abd al-Rahman berpendapat bahwa Islam menghendaki agar kaum perempuan
dapat mengetahui hak dan kewajibannya, memahami tuntunan Islam dengan sempuma,
cara-cara mendidik yang baik, melaksanakan mu’amalah dengan ketentuan yang
telah diatur sedemikian rupa, bersikap dan bekerja sesuai dengan kodrat
kewanitaannya sehingga dapat mengantar mereka kepada kebahagiaan dunia dan
akhirat. Artikel ini akan membahas ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman secara personal,
termasuk sumbangsih pemikiran beliau tentang feminisme.
Kata Kunci: ‘Aisyah ‘Abd
al-Rahman, Feminisme, Kontemporer, Perempuan
A. Latar Belakang
Sebagian orang Barat mengecam bahwasanya Islam terkesan bersifat
diskriminatif dan tidak adil terhadap wanita. Mereka berargumentasi bahwa Islam
lebih meninggikan posisi laki-laki dengan mengesampingkan kedudukan wanita.
Maka, wanita tidak layak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi
daripada laki-laki. Tugasnya hanyalah mengurus rumah, suami dan anak-anaknya.
Sehingga wanita hanya dituntut untuk menguasai ilmu kerumah-tanggaan saja. Namun
hal itu dapat dijawab melalui lembaran sejarah, tercatat bahwa lahirnya Muhammad
SAW di Jazirah Arab 14 abad yang silam, merupakan langkah awal terangkatnya
harkat dan martabat perempuan dari kebrutalan kaum jahiliyah yang sangat
dahsyat. Dalam konsep syariat, perempuan bukan sub-ordinarif laki-laki,
keduanya sama di sisi Allah, perbedaan hanya ada pada tingkat ketaqwaan,
seperti yang disebut dalam surat Al-Hujarat ayat 13
Syari’at Islam, baik secara normatif maupun empirik historis menunjukkan
adanya kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang politik.
Dalam konteks politik, Syari’at Islam memberikan kesempatan kepada laki-laki
dan perempuan untuk menggunakan akal secara total dan bersih, sebagai ummat yang
sama- sama memiliki potensi
Perempuan tidak diakui sebagai bagian dari gerakan keilmuan Islam
baru-baru ini, meskipun banyak perempuan menggunakan wacana Islam dalam tulisan
mereka di media, dalam koleksi biografi, dan mungkin dalam aspek keilmuan
lainnya. Munculnya feminisme di dunia Muslim dikombinasikan dengan peluang
pendidikan dan budaya yang diperluas bagi perempuan pada akhirnya akan membawa
perempuan ke ruang suci penafsiran Al-Quran, kritik hadis dan biografi
kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Wanita pertama yang melakukan penafsiran
Alquran dan aspek-aspek kehidupan Nabi adalah ‘Aisyah ‘Abd al-Rahman
Dia mampu membuktikan bahwasanya seorang wanita tidak hanya bisa
berperan sebagai pengurus rumah dan dapur saja. Wanita juga memiliki hak dan
tempat untuk menggeluti dunia keilmuan. Karena setiap manusia, baik laki-laki
maupun wanita, memiliki potensi dalam dirinya dan dengan potensi itu, dia dapat
mengembangkan dan memperbaiki diri, masyarakat, bangsa dan negaranya. Tanpa
harus mengesampingkan tugas-tugas utama sebagai wanita shaliha sebagaimana yang
disyariatkan Islam, Bint al-Shati memberikan keteladanan yang agung dalam
pengembangan disiplin ilmu, khususnya ilmu-ilmu al-Qur’an yang menjadi dasar
utama dalam melaksanakan syariat. Sehingga dengan sendirinya, ia telah
menjauhkan anggapan buruk tentang sikap diskriminatif yang dilakukan Islam terhadap
wanita. Ia justru membuktikan bahwasanya wanita juga berhak mengungkapkan
gagasan-gagasan yang dimilikinya, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan disiplin keilmuan dan pengembangan diri dalam hal tersebut.
B. Biografi
Aishah ‘Abd al-Rahman atau yang lebih dikenal dengan nama Bint
al-Shati. Beliau merupakan sosok wanita alim dan produktif. Lahir di kota
Dimyat, sebuah kota Pelabuhan di Delta Sungai Nil, Bagian Utara Mesir, pada
tanggal 6 November 1913 M, bertepatan dengan tanggal 6 Dzulhijjah 1331 H dari
pasangan Shaykh Muhammad ‘Ali ‘Abd al-Rahman dan Faridah ‘Abd al-Salam
Muntasir. Bint al-Shati memulai pendidikannya pada tahun 1918, dan ketika itu dia
berumur 5 tahun
Bint al-Shati’ memulai karirnya dengan menjadi seorang penulis di
sebuah lembaga, di Giza. Ia banyak melayangkan tulisannya ke beberapa media
massa terkenal di Mesir. Diantaranya, majalah al-Nahdah al-Nisa’iyyah (Women
Awakening Magazine), al-Ahram
Setelah sempat berkarir sebagai pengawas pengajaran Sastra Arab
pada Kementrian Pendidikan Mesir pada tahun 1942, dia berhasil meraih gelar
Ph.D dengan pujian pada tahun 1950 dengan disertasi tentang Critical
Research on Risalah al-Ghufran (Treatise on Forgiveness) dan menjadi guru
besar bahasa dan sastra Arab pada Fakultas yang khusus untuk perempuan di
Universitas ‘Ayn al-Shams, Kairo. Selama hidupnya Bint Al-Shati’ banyak
melahirkan karya-karya berupa tulisan. Ada sekitar 40 judul buku dalam bidang Dirasah
Islamiyyah, Fiqh, Tafsir, Adab. Diantaranya: Maqal fi al-Insan,
Al-Qur’an wa al-Tafsir al-j‘Asri, al-Qur’an wa Qadaya al-Insan, al-I’jaz
al-Bayani wa Masa’il Ibn Al-Azraq dan al-Tafsir al-Bayani li al-Qur’an
al-Karim, yang banyak menjadi rujukan mufassir kontemporer
Diantara karya-karya yang
berbentuk non fiksi adalah: Al -Ghufran li Abi al-‘Ala’ ak-Ma’arri, Qira’ah
Jadidah fi Risalat al-Ghufran, Lughatuna wa al-Hayah, dll. Sedangkan karya
berbentuk fiksi antara lain: Fi al-Imtihan, Sirr Shati’, Birrul Bik Bainal
Fann wal Hayyah, ‘Asyiqat al-Layl, dan ‘Arus al-Badiyyah. Tulisan terakhir
yang sempat diterbitkan berjudul Ali bin Abi Thalib Karrama Allah Wajhah,
tanggal 26 Februari 1998
C. Pemikiran
‘Aisyah ‘Abd al-Rahman yang lebih dikenal dengan nama Bint al-Shâti
merupakan mufassir wanita pertama di dunia Islam yang hidup pada zaman
kontemporer. Karya tafsirnya yang berjudul at-Tafsîr al-Bayânî li al-Qur’ân
al-Karîm adalah representasi terbaik dari metodologi penafsiran al-Quran yang
digagas oleh Amin al-Khuli. Penafsiran terhadap empat belas surah-surah pendek
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip metodologis yang kuat. Menurut Bint al-Shati’,
al-Quran harus ditafsirkan dengan pendekatan bahasa dan sastra, sehingga mampu menghasilkan
petunjuk makna al-Quran dari kata yang digunakannya
Pembebasan perempuan menurut Aisyah Abd ar-Rahman haruslah dengan cara
membebaskan mereka dari kebodohan. Banyak perempuan muslim yang tidak mengetahui
hak-hak yang diberikan Islam kepadanya, apalagi mempraktikan hak-hak itu.
Laki-laki yang benar-benar bukan muslim baik, menarik keuntungan yang dimiliki
perempuan ini sehingga melanggar hak-hak yang dimiliki perempuan. Oleh karena
itu, pendidikan merupakan gerbang pembebasan perempuan dan khususnya dalam hal
persoalan yang berkaitan dengan Islam adalah hak-hak serta kewajiban perempuan
dalam aturan sosial Islam yang diimplementasikan secara tepat
Dalam kerangka kerja prinsip-prinsip al-Qur’an yang mengatur
hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, Aisyah Abd ar-Rahman
melihat banyak ruang bagi perempuan untuk menjadikan dirinya sebagai manusia
yang bebas sekaligus beriman. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang dalam
beberapa hal dapat berbeda dengan laki-laki, tetapi perbedaan itu bukan berarti
ketidaksetaraan. Perbedaan itu lebih seperti perbedaan fungsional dan bersifat
saling melengkapi dalam sebuah aturan sosial yang senantiasa mensyaratkan
masukan dari laki-laki maupun perempuan dengan cara berbeda. Hanya saja dalam
persoalan spiritual dia meyakini bahwa prinsip-prinsip al-Qur’an tidak
menunjukkan pembedaan gender laki-laki maupun perempuan: di mata Tuhan keduanya
sama
Bin Al-Shati berpendapat bahwa syari’at Islam yang agung merupakan
sumber utama, tempat tokoh-tokoh kaum muslimin yang menyerukan pembebasan itu mengambil
alasan-alasan mereka untuk melenyapkan penganiayaan yang menimpa kaum wanita di
dunia timur
Dengan demikian perempuan yang telah lama dibelenggu dalam kekuasaan
kaum laki-laki, akhirnya mengalami perubahan. Islam memberikan peluang besar
kepada perempuan untuk berkarir agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat,
artinya ia harus punya bekal ilmu untuk mendidik putra-putri menjadi muslim
sejati. Islam menghendaki agar kaum perempuan dapat mengetahui hak dan
kewajibannya, memahami tuntunan Islam dengan sempuma, cara-cara mendidik yang baik,
melaksanakan mu’amalah dengan ketentuan yang telah diatur sedemikian rupa,
bersikap dan bekerja sesuai dengan kodrat kewanitaannya sehingga dapat
mengantar mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Apalagi Islam mempunyai
tujuan pendidikan tersendiri, agar pemeluk-pemeluknya dapat berpedoman kepada
apa yang telah ditentukan dalm Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Dia tidak
menganggap dirinya sebagai seorang feminis, tetapi karya-karyanya mencerminkan
keyakinan bahwa penulis perempuan lebih mampu menganalisis kisah hidup
perempuan daripada penulis laki-laki, karena laki-laki "tidak tahu naluri
perempuan
D. Simpulan
‘Aisyah ‘Abd al-Rahman yang lebih
dikenal dengan nama Bint al-Shâti merupakan seorang penulis dan mufassir wanita
zaman kontemporer. Dia banyak melahirkan karya-karya hebat melalui
tulisan-tulisannya. Bint al-Shati melakukan pergerakan dan menuangkan ide serta
gagasannya terkait permasalahan di dunia ini melalui tulisan. Dia juga banyak
menyoroti tentang hak kaum perempuan, sehingga banyak yang mengira beliau
adalah orang yang memperjuangkan feminisme. Bin al-Shati juga merupakan pelopor
bagi para kaum wanita Arab untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi, sehingga
wanita dapat menjadi kaum yang intelektual seperti halnya laki-laki.
‘Aisyah ‘Abd al-Rahman berpendapat
bahwa Islam menghendaki agar kaum perempuan dapat mengetahui hak dan
kewajibannya, memahami tuntunan Islam dengan sempuma, cara-cara mendidik yang
baik, melaksanakan mu’amalah dengan ketentuan yang telah diatur sedemikian
rupa, bersikap dan bekerja sesuai dengan kodrat kewanitaannya sehingga dapat
mengantar mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Dia menekankan bahwa
kesetaraan perempuan tidak akan merusak Islam, tetapi bahwa perempuan
bertanggung jawab atas tindakannya. Dengan kata lain, Abd al-Rahman menyuarakan
apa yang dapat dianggap sebagai pandangan feminis yang konsisten dengan
nilai-nilai Islam.
Daftar
Pustaka
Al-Samman, E. N. (2008,
April 21). Yemen Times. Retrieved from Faces & Traces:
https://web.archive.org/web/20110608071315/http://www.yementimes.com/defaultdet.a
Ar-Rahman, A. A. (2012). Dekonstruksi
Tradisi; Gelegar Pemikiran Arab Islam (II ed.). Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta.
Azra, A. (1988). Peluang dalam
Islam, Wanita dan Pria Untuk Mencapai Kesempurnaan. Jakarta.
Bukhory, U. (2003). Hermeneutika
KebebasManusia Dalam Tafsir Al-Qur’an, Studi Atas Pemikiran ‘Aishah ‘Abd
al-Rahman Bint al-Shati’ Tesis. Yogyakarta: Program Strata 2 IAIN Sunan
Kalijaga.
Erviana, I. (2017). Wanita Karir
Perspektif Gender Dalam Hukum Islam Di Indonesia. Makassar: UIN Alauddin
Makassar.
Ghofur, S. A. (2007). Profil
Para Mufasir Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Putry, R. (2015). Kepemimpinan
Perempuan Dalam Perspektif Islam. Jurnal MUDARRISUNA, 4(2), 626-655.
Roded, R. (2006). Bint al-Shati’s
Wives of the Prophet: Feminist or Feminine? British Journal of Middle
Eastern Studies, 33(1), 51–66. doi:10.1080/13530190600603915
Syathi, A. A. (1975). Putri-
Putri Rasulullah SAW (Vol. I). (K. Nasution, Trans.) Jakarta: Bulan
Bintang.
Thohari, F. B. (2016). Āishah ‘Abd
al-Raḥmān bint al-Shāṭi’: Mufasir Wanita Zaman Kontemporer. Dirosat :
Journal of Islamic Studies, 1(1), 88-99.
Wahyuddin. (2014). CORAK DAN METODE TAFSIR BINT AL-SHATI’ : Studi atas al-Tafsir al-Bayaniy li al-Qur’an al-Karim. Epistemé, 9(1), 118-137.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar