Iklan

Kamis, 06 Juni 2024

Agama-Agama dan Kepercayaan Bangsa Arab Sebelum Islam (Pra Islam)

Agama-Agama dan Kepercayaan Bangsa Arab Sebelum Kedatangan Islam (Pra Islam)

 


A.    Awal Munculnya Penyembahan Berhala

Mayoritas bangsa Arab mengikuti dakwah Ismail, yaitu tatkala beliau menyeru kepada agama bapaknya, Ibrahim. Inti ajarannya menyembah kepada Allah, mengesakan-Nya dan memeluk agama-Nya. Waktu bergulir sekian lama, hingga banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Meskipun demikian, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amru bin Luhay, pemimpin Bani Khuza’ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat kebajikan, mengeluarkan sedekah dan peka terhadap urusan urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir menganggapnya sebagai salah seorang pemuka agama dan wali yang disegani.

Suatu saat dia mengadakan perjalanan ke Syam. Di sana dia melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik serta benar. Sebab, menurutnya Syam adalah tempat para rasul dan kitab. Karena itulah, dia pulang sambil membawa berhala Hubal dan meletakannya di dalam Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Makkah untuk membuat kesyirikan terhadap Allah. Orang orang Hijaz pada akhirnya banyak yang mengikuti penduduk Makkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci.

Berhala mereka yang tertua adalah Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi laut merah di dekat Qudaid. Kemudian mereka membuat Latta di Tha’if dan Uzza di Wadi Nakhlah. Inilah tiga berhala yang paling besar. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amru bin Luhay mempunyai pembantu dari jenis jin. Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Nuh (Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr) terpendam di Jeddah. Maka dia datang ke sana dan mengangkatnya, lalu membawanya ke Tihamah. Setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada berbagai kabilah.

Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke tempat asalnya masing masing. Dengan demikian, di setiap kabilah dan di setiap rumah hampir bisa dipastikan ada berhala lainnya. Selain itu, mereka memenuhi Al-Masjid Al-Haram dengan berbagai macam berhala dan patung. Ketika Rasulullah menaklukkan mereka, di sekitar Ka’bah terdapat 360 berhala. Rasulullah menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua. Selanjutnya beliau memerintahkan agar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan dibakar.

Begitulah kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala yang menjadi fenomena terbesar dari agama orang-orang Jahiliyah, yang menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim. Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upacara penyembahan berhala, yang mayoritas diciptakan oleh Amru bin Luhay. Orang orang mengira apa yang diciptakan Amru itu merupakan sesuatu yang baru dan baik, serta tidak mengubah agama Ibrahim. Diantar upacara penyembahan berhala yang mereka lakukan adalah:

1.  Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya sambil berkomat-kamit dihadapannya. Mereka meminta pertolongan kepadanya tatkala menghadapi kesulitan, berdoa untuk memenuhi kebutuhan, dan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan Syafa’at di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.

2. Mereka menunaikan haji dan thawaf di sekeliling berhala, merunduk dan sujud dihadapannya.

3. Mereka mengadakan penyembahan dengan menyajikan berbagai macam korban, menyembelih hewan piaraan dan hewan kurban demi berhala dan menyebut namanya. Dua jenis penyembelihan ini telah disebutkan Allah di dalam firman-Nya surat Al-Maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 121.

4.   Bentuk peribadatan yang lain, mereka mengkhususkan sebagian dari makanan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala, dan juga mengkhususkan bagian tertentu dari hasil panen dan binatang piaraan mereka. Ada juga orang orang tertentu yang mengkhususkan sebagian lain bagi Allah. Yang pasti, mereka mempunyai banyak sebab untuk memberikan sesaji kepada berhala yang tidak akan sampai kepada Allah. Apa yang mereka sajikan kepada Allah hanya sampai kepada berhala-berhala mereka. Lihat surat Al-An’am ayat 136.

5.    Di antara jenis peribadatan yang mereka lakukan ialah dengan bernazar menyajikan sebagian hasil tanaman dan ternak untuk berhala-berhala itu. Lihat surat Al-An’am ayat 138.

6.     Beberapa jenis unta yang dijuluki Bahirah, Sa’ibah, Washilah, dan Hami juga diperlakukan sedemikian rupa. Ibnu Ishaq mengisahkan,“Bahirah ialah anak Sa’ibah, unta betina yang telah beranak 10, yang semuanya betina dan sama sekali tidak mempunyai anak jantan. Unta ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, dan susu nya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian melahirkan lagi anak betina, maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara bebas bersama induknya, dan harus mendapat perlakuan seperti induknya. Washilah adalah domba betina yang selalu melahirkan anak kembar betina selama lima kali secara berturut-turut, tidak diselingi kelahiran anak jantan sama sekali. Domba ini dijadikan sebagai perantara untuk peribadatan. Oleh karena itu mereka berkata, “Aku mendekatkan diri dengan domba ini”.  Tetapi, bila setelah itu domba tersebut melahirkan anak jantan dan tidak ada yang mati, maka domba ini boleh disembelih dan dagingnya dimakan. Hami adalah unta jantan yang sudah membuntingi 10 betina yang melahirkan 10 anak betina secara berturut-turut tanpa ada jantannya. Unta seperti ini tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas, dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan apapun. Karena hal ini Allah menurunkan surat al Maidah ayat 103.

Sa’id bin al-Musayyab telah menegaskan bahwa binatang-binatang ternak dipersembahkan untuk thagut-thagut mereka. Di dalam Ash-Shahih disebutkan secara Marfu’ bahwa Amru bin Luhay adalah orang pertama yang persembahkan unta untuk berhala.

Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya serta memberikan manfaat disisi-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Az-Zumar ayat 3 dan surah Yunus ayat 18.

B.    Kepercayaan Mengundi Nasib

Orang-orang Arab juga mengundi nasib dengan menggunakan anak panah yang tidak ada bulunya. Anak panah yang digunakan untuk mengundi nasib tersebut diberi tiga tanda: anak panah pertama diberi tanda “Ya”, dan anak panah kedua diberi tanda “Tidak”, dan anak panah ketiga tidak diberi tanda apa-apa. Mereka mengundi nasib untuk memastikan pelaksanaan suatu keinginan atau rencana, seperti berpergian atau lain-lainnya dengan menggunakan anak panah itu. Jika yang keluar panah bertanda “Ya”, mereka melaksanakan nya, dan jika yang keluar tanda panah “Tidak”, mereka menangguhkannya hingga tahun depan dan berbuat hal serupa sekali lagi. Bila yang keluar anak panah yang tidak diberi tanda, mereka mengulanginya lagi.

Selain tiga anak panah bertanda seperti itu, ada jenis lain lagi yang diberi tanda air dan tembusan. Ada juga anak panah bertanda “dari golongan kalian” atau “bukan dari golongan kalian” atau “anak angkat”. Jika mereka memerkarakan nasab seseorang, mereka membawa orang itu ke hadapan Hubal, sambil membawa 100 hewan Kurban dan diserahkan kepada pengundi anak panah. Jika yang keluar tanda “Dari golongan kalian”, maka orang tersebut merupakan golongan mereka, dan jika yang keluar tanda “Bukan dari golongan kalian”, maka orang tersebut hanya sebagai rekan persekutuan, dan jika yang keluar tanda “anak angkat”, maka orang tersebut tak ubahnya anak angkat, bukan termasuk dari golongan mereka dan juga tidak bisa didudukan sebagai rekan persekutuan.

Perjudian dan undian tidak berbeda jauh dengan hal tersebut. Mereka membagi daging Kurban yang telah disembelih berdasarkan undian itu.

C.    Kepercayaan terhadap Peramal dan Ahli Nujum

Mereka juga percaya kepada perkataan peramal, orang pintar dan ahli nujum. Peramal adalah orang yang mengabarkan sesuatu yang bakal terjadi di kemudian hari. Ia mengaku bisa mengetahui rahasia gaib pada masa mendatang. Di antara peramal ini ada yang mengaku memiliki pengikut dari golongan jin yang memberinya suatu pengabaran. Di antara mereka yang mengaku bisa mengetahui hal-hal gaib lewat suatu pemahaman yang dimilikinya. Di antara mereka mengaku bisa mengetahui berbagai masalah lewat isyarat atau sebab yang memberinya petunjuk, dari perkataan, perbuatan atau keadaan orang yang bertanya kepadanya. Orang semacam ini disebut paranormal atau orang pintar. Ada pula yang mengaku bisa mengetahui orang yang kecurian dan tempat di mana mereka kecurian serta orang tersesat dan lain-lain.

Selain peramal, ada ahli nujum. Mereka adalah orang yang memperhatikan keadaan bintang dan planet, lalu dia menghitung perjalanan dan waktu peredaran nya, agar dengan begitu dia bisa mengetahui berbagai keadaan di dunia dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi pada masa mendatang. Pembenaran terhadap pengabaran ahli nujum pada hakikatnya merupakan keyakinan terhadap bintang-bintang. Sedangkan keyakinan mereka terhadap bintang-bintang merupakan keyakinan terhadap hujan. Maka mereka berkata, “hujan yang turun kepada kami berdasarkan bintang ini dan itu.”

Di kalangan mereka juga ada tradisi thiyarah, yakni pesimis terhadap sesuatu. Pada mulanya mereka mendatangkan seekor burung atau biri-biri, lalu melepasnya. Jika burung atau biri-biri itu pergi ke arah kanan, mereka jadi berpergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau biri-biri tersebut berjalan ke kiri, mereka mengurungkan niatnya untuk berpergian dan menganggapnya sebagai tanda kesialan. Mereka juga meramal di tengah perjalanan bila bertemu burung atau hewan tertentu.

Tidak berbeda jauh dengan hal tersebut adalah kebiasaan mereka menggantungkan ruas tulang kelinci. Mereka juga meramal kesialan dengan sebagian hari, bulan, hewan atau wanita. Mereka percaya bahwa bila ada orang mati terbunuh, jiwanya tidak tentram bila dendamnya tidak dibalas kan. Ruhnya bisa menjadi burung hantu yang berterbangan di padang pasir seraya berkata, “Berilah aku minum, berilah aku minum!” Jika dendamnya sudah dibalas kan, maka ruhnya menjadi tentram.

D.    Agama Ibrahim yang Direvisi

Sekalipun masyarakat Arab sangat bodoh seperti itu, sisa sisa agama Ibrahim tetap ada di kalangan mereka dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya. Seperti pengagungan terhadap Ka’bah, tawaf, haji, umrah, wukuf di Arafah dan Musdalifah. Meskipun ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.

Di antara orang-orang Quraisy, tetap ada yang mengatakan,”Kami adalah anak keturunan Ibrahim dan penduduk Tanah Suci, Penguasa Ka’bah dan penghuni Makkah. Tidak ada seorang pun dari bangsa Arab yang mempunyai hak dan kedudukan seperti kami. Maka tidak layak bagi kami keluar dari tanah suci ini ke tempat lain.” Karena itu, mereka tidak melaksanakan wukuf di Arafah dan tidak ifadhah dah dari sana, tetapi ifadhah dari Musdalifah.

Hal-hal baru lainnya, mereka berkata, “Tidak selayaknya bagi orang-orang Quraisy untuk memberi makan keju dan meminta minyak samin ketika mereka sedang ihram. Mereka tidak boleh masuk Baitul Haram dengan mengenakan kain wol dan tidak boleh bertedu. Jika ingin berteduh kecuali di rumah-rumah pemimpin selama mereka sedang ihram.” Mereka juga berkata, “Penduduk di luar Tanah Suci tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar Tanah Suci ke Tanah Suci bila kedatangan mereka untuk haji atau Umrah.”

Mereka juga menyuruh penduduk di luar tanah suci untuk tetap mengenakan ciri pakaiannya sebagai penduduk bukan tanah suci pada awal kedatangan mereka untuk melakukan tawaf awal. Jika tidak memiliki ciri pakaiannya sebagai penduduk luar tanah suci, mereka harus thawaf dalam keadaan telanjang. Ini berlaku untuk kaum laki-laki, sedangkan untuk wanita harus melepaskan semua pakaiannya, kecuali baju rumahnya yang longgar. Saat itu mereka berkata:

Hari ini tampak sebagian atau semuanya

Apa yang tiada tampak tiada diperkenankan nya.

Pakaian yang dikenakan penduduk luar tanah suci harus dibuang setelah melakukan tawaf awal, dan tak seorang pun boleh mengambil nya lagi, begitu pula orang yang bersangkutan.

Hal baru lainnya, mereka tidak memasuki rumah dari pintunya selama dalam keadaan ihram. Mereka membuat lubang di bagian belakang rumah, dan dari lubang itulah mereka keluar masuk rumahnya. Mereka menganggap hal itu sebagai perbuatan yang baik. Namun, Al-Qur’an melarangnya dalam surat Al-Baqarah ayat 189.

E.    Agama Yahudi

Orang-orang Yahudi mempunyai dua latar belakang, sehingga mereka berada di Jazirah Arab, yang tidak-tidaknya digambarkan dalam dua hal berikut ini:

1.     Kepindahan mereka pada masa penaklukan bangsa Babilon dan Asyur di Palestina, yang mengakibatkan tekanan terhadap orang-orang Yahudi, penghancuran negeri mereka dan pemusnahan mereka di tangan Nebukadnezar pada tahun 887 SM. Di antara mereka banyak yang ditawan dan dibawa ke Babilonia. Sebagian di antara mereka juga ada yang meninggalkan Palestina dan pindah ke Hijaz. Mereka menempati Hijaz bagian utara.

2.     Dimulai dari pencaplokan bangsa Romawi terhadap Palestina pada tahun 70 M, yang disertai dengan tekanan terhadap orang-orang Yahudi dan penghancuran Haikal Haikal (kuil kuil) mereka, sehingga kabilah-kabilah mereka berpindah ke Hijaz, lalu menetap di Yatsrib, Khaibar dan Taima’. Di sana mereka mendirikan perkampungan Yahudi dan benteng pertahanan. Maka agama Yahudi menyebar di sebagian masyarakat Arab melalui para imigran Yahudi tersebut. Mereka selanjutnya memiliki beberapa peran yang bisa dicatat dari beberapa peristiwa yang bersifat politis, sebelum munculnya Islam. Saat Islam datang, Kabila-kabilah Yahudi yang terkenal adalah Yahudi Khaibar, Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa. As-Samhudi menyebutkan di dalam Wafaul Wafa halaman 116 bahwa jumlah kabilah Yahudi saat itu lebih dari 20.

Agama Yahudi masuk ke Yaman karena dibawa oleh penjual jerami yang bernama As’ad Abu Karb. Awal mulanya dia pergi untuk berperang ke Yastrib dan memeluk agama Yahudi di sana. Sepulangnya dari Yastrib ke Yaman dia membawa dua pembuka Yahudi dari Bani Quraizhah, sehingga agama Yahudi menyebar di sana. Setelah As’ad meninggal dunia dan digantikan anaknya, Yusuf Dzu Nuwas, dia memerangi orang orang Kristen dari penduduk Najran dan memaksa mereka untuk masuk agama Yahudi. Karena mereka menolak nya, maka dia menggali parit dan membakar mereka di dalam parit itu. Tak seorang pun yang tersisa, laki-laki maupun wanita, tua maupun muda. Ada yang mengisahkan bahwa korban yang dibunuhnya mencapai 20-40 ribu. Peristiwa ini terjadi pada bulan Oktober 523 M. Al-Qur’an telah membuat sebagian kisah ini di dalam surat Al-Buruj.

F.    Agama Nasrani

Sementara itu, agama Nasrani masuk ke Jazirah Arab melalui pendudukan orang orang Habasyah dan Romawi. Pendudukan orang-orang Habasyah yang pertama kali diaman pada tahun 340 M dan terus berlanjut hingga tahun 378 M. Pada masa itu misionaris Nasrani menyusup ke berbagai tempat di Yaman. Tidak lama kemudian, ada seseorang yang Zuhud, yang doanya senantiasa dikabulkan dan memiliki Karomah, datang ke Najran. Dia mengajak penduduk Najran untuk memeluk agama Nasrani. Mereka melihat garis garis kejujuran dirinya dan kebenaran agamanya. Oleh karena itu, mereka memenuhi ajakan nya untuk memeluk agama tersebut.

Setelah orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk mengembalikan kondisi karena tindakan Dzu Nuwas dan Abrahah memegang kekuasaan di sana, maka agama Nasrani berkembang pesat dan sangat maju. Karena semangatnya dalam menyebarkan agama ini, Abrahah membangun sebuah gereja di Yaman, yang dinamakan Ka’bah Yaman. Dia menginginkan agar semua bangsa Arab ‘berhaji’ ke gereja ini dan hendak menghancurkan Baitullah di Makkah. Namun, Allah membinasakan nya.

Bangsa Arab yang memeluk agama Nasrani adalah dari suku suku Ghassan, Kabila-kabilah Taghlib, Thayyi’, dan yang berdekatan dengan orang-orang Romawi. Bahkan sebagian raja Hirah juga memeluk agama Nasrani.

G.   Agama Majusi dan Shabi’ah

Adapun agama Majusi, lebih banyak berkembang di kalangan bangsa Arab yang berdekatan dengan orang-orang Persia. Agama ini juga pernah berkembang di kalangan orang-orang Arab Irak, Bahrain, dan wilayah-wilayah di pesisir teluk Arab. Ada pula penduduk Yaman yang memeluk agama Majusi ketiga bangsa Arab menduduki aman.

Sementara itu, agama Shabiah menurut beberapa kisah dan catatan berkembang di Irak dan lainnya, yang dianggap sebagai agama kaum Ibrahim Chaldean. Banyak penduduk Syam dan Yaman pada masa dahulu yang memeluk agama ini. Setelah kedatangan beberapa agama baru, seperti agama Yahudi dan Nasrani, agama Shabiah mulai kehilangan eksistensi nya dan surut. Namun, sisa-sisa penganutnya tetap ada dan bercampur dengan penganut agama Majusi, atau yang berdampingan dengan mereka di pemukiman masyarakat Arab di Irak dan di pinggiran teluk Arab.


Al-Mubarakfuri, S. (2011). Sirah Nabawiyah: Sejarah Hidup Nabi Muhammad. Jakarta: Ummul Qura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammadﷺ menjadi Rasul

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammad ﷺ menjadi Rasul Ketika usia Rasulullah ﷺ telah mendekati 40 tahun, beliau lebih senang mengasingkan ...