CATATAN PELAJAR: [Part 2] BEGINILAH KONDISI MASYARAKAT ARAB JAHILIYAH PRA ISLAM

Thursday 27 September 2018

[Part 2] BEGINILAH KONDISI MASYARAKAT ARAB JAHILIYAH PRA ISLAM

        Adapun hubungan antara seorang bapak dan anak-anaknya, amat berbeda-beda; di antara mereka ada yang menguraikan rangkaian bait:

Sungguh kehadiran anak-anak di tengah kami
Merupakan jantung-jantung kami yang berjalan di atas bumi

          Di antara mereka, ada yang mengubur hidup-hidup anak-anak wanita mereka karena takut malu dan enggan menafkahinya. Anak laki-laki dibunuh lantaran takut menjadi fakir dan melarat. (Lihat: Al-An'am: 151, An-Nahl: 58-59, Al-Isra': 31, dan At-Takwir: 8).

      Namun kita tidak bisa menganggap bahwa apa yang termaktub dalam ayat-ayat di atas telah mencerminkan moral yang berlaku umum di masyarakat. Di sisi lain, mereka justru sangat mengharapkan anak laki-laki untuk dapat membentengi diri mereka dari serangan musuh.

        Adapun pergaulan antara seorang laki-laki dengan saudaranya, anak-anak paman dan kerabatnya sangat kental dan kuat. Mereka hidup dan mati demi fanatisme kesukuan. Semangat untuk bersatu begitu menbudaya antar sesama suku yang menambah rasa fanatisme tersebut. Bahkan prinsip yang dipakai dalam sistem sosial adalah fanatisme rasial dan hubungan tali rahim. Mereka hidup di bawah semboyan yang bertutur, "Tolonglah saudaramu baik dia berbuat zalim ataupun dizalimi."

        Mereka menerapkan semboyan ini sebagaimana adanya, tidak seperti arti yang sudah diralat oleh Islam yaitu menolong orang yang berbuat zalim maksdunya mencegahnya melakukan perbuatan itu. Meskipun begitu, perseteruan dan persaingan dalam memperebutkan martabat dan kepemimpinan sering kali mengakibatkan perang antar suku yang masih memiliki hubungan sebapak. Kita dapat melihat fenomena tersebut pada apa yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj, 'Abs dan Dzibyam, Bakar dan Taghlib, dan lain-lain.

      Di sisi lain, hubungan yang terjadi antar suku yang berbeda-beda benar-benar berantakan. Kekuatan yang ada mereka gunakan untuk berjibaku dalam peperangan. Hanya saja, adakalanya rasa sungkan serta rasa takut mereka terhadap sebagian tradisi dan kebiasaan bersama yang sudah ada dan berlaku antara ajaran agama dan khurafat sedikit mengurangi deras dan kerasnya genderang perseteruan tersebut. Dan dalam kondisi tertentu, loyalitas, persekutuan, dan subordinasi yang terjalin menyebabkan antar suku yang berbeda berangkul dan bersatu. Dan satu-satunya yang merupakan rahmat dan penolong bagi mereka adalah adanya bulan-bulan yang diharamkan berperang, sehingga mereka dapat menghirup kehidupan dan mencari rezeki guna kebutuhan sehari-hari.

         Ringkasnya, kondisi sosial yang berlaku di masyarakat Jahiliyah benar-benar rapuh dan dalam kebutaan. Kebodohan mencapai puncaknya dan khurafat merajalela di mana-mana. Orang-orang hidup layaknya binatang ternak. Wanita diperjual-belikan bahkan kadang-kadang diperlakukan bak benda mati. Hubungan antar umat sangat lemah, sementara setiap ada pemerintahan maka ujung-ujungnya hanyalah untuk mengisi gudang kekayaan mereka yang diambil dari rakyat atau menggiring mereka untuk berperang melawan musuh-musuh yang mengancam kekuasaan mereka.

B.  Kondisi Ekonomi

          Kondisi sosial di atas berimbas kepada kondisi ekonomi. Hal ini diperjelas dengan melihat cara dan gaya hidup bagsa Arab. Berniaga merupakan sarana terbesar mereka dalam menggapai kebutuhan hidup, namu begitu, roda perniagaan tidak akan setabil kecuali jika keamanaan dan kedamaian membarenginya. Tetapi, kedua situasi tersebut lenyap dari Jazirah Arab kecuali pada bulan-bulan haram saja. Dalam bulan-bulan inilah pasar-pasar Arab terkenal seperti Ukazh, Dzul Majaz, Majinnah, dan lainnya beroperasi.

         Dalam kegiatan industri, mereka termasuk bangsa yang amat jauh jangkauannya dalam hal itu. Sebagian besar hasil perindustrian yang ada di kalangan bangsa Arab hanyalah berupa tenunan, samak kulit binatang, dan lainnya. Kegiatan ini ada pada masyarakat Yaman, Hirah, dan pinggiran kota Syam. Benar, di kawasan domestik Jazirah ada sedikit industri bercocok tanam, menbajak sawah, dan beternak kambing, sapi serta unta. Kaum wanita rata-rata menekuni seni memintal. Namun, barang-barang tersebut sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran peperangan. Kemiskinan, kelaparan, serta kehidupan papa menyelimuti masyarakat. 

C.  Kondisi Moral

       Kita tidak dapat memungkiri bahwa masyarakat Jahiliyah identik dengan kehidupan nista, pelacuran, dan hal-hal lain yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan ditolak oleh perasaan. Namun, mereka juga mempunyai akhlak mulia dan terpuji yang amat menawan siapa saja dan membuatnya terkesima dan takjub. Di antara akhlak tersebut adalah:

Bersambung..


Sumber dari buku "Sirah Nabawiyah" Karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri

No comments:

Post a Comment