Iklan

Sabtu, 01 Juni 2024

Jurnal Artikel tentang Islam dan Sekte-Sekte Islam

 Islam dan Sekte-Sekte Islam 



ABSTRAK

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang telah diberikan beberapa potensi yang salah satunya ia dapat mengikuti Jejak Tuhan Yang Maha Esa melalui tuntunannya kepada umat manusia ialah Alquran dan Al-Sunnah. Menurut beberapa survei dan data yang banyak diungkap oleh berbagai lembaga survey bahwasannya Negara kita Indonesia ini mayoritasnya setidaknya 85% penganut agama paling banyak ialah Islam. Bila ditinjau dari segi sejarah bangsa Indonesia ini sudah beberapa kali menganut kepercayaan yang diawali saat masyarakat Indonesia mulai mempercayai terhadap hal-hal gaib, animisme, dinamisme, dan kepercayaan lainnya hingga secara bertahap mulai berkembangnya agama Hindu dan terus berlanjut hingga berkembangnya agama Budha dan secara berkelanjutan dan terus menerus menyebarnya agama Nasrani, Yahudi, dan hingga Islam saat ini yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Banyak dari sebagian besar masyarakat Indonesia dengan senang dan  mudah  serta bersedia untuk menganut agama islam karena dinilai paling mudah, tidak ribet, dan banyak mengajarkan kedamaian antar sesama. Hal ini tentu sesuai dengan firman-Nya dalam Alquran yang berbunyi “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (QS.Al Maidah: 3). Seiring berkembangnya waktu dan zaman mulai adanya sekte atau kelompok-kelompok agama tertentu sendiri dalam tubuh islam yang akan dipaparkan dalam artikel makalah ini. Dengan berbagai agama yang sudah dipaparkan penyusun makalah di awal tentu agama-agama tersebut berada di luar islam, selain itu pula makalah ini bertujuan pula untuk mengkaji secara mendalam mengenai adanya sekte-sekte di luar islam (Non-Islam) yang akan dibahas secara


studi kepustakaan. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengkaji, membahas, dan memaparkan lebih lanjut apa-apa saja sekte-sekte yang ada di dalam islam dan sekte-sekte di luar islam dengan mengumpulkan bahan informasi melalu jurnal, artikel lain yang terkait dengan hal itu, buku, dan lain sebagainya.

Kata Kunci: Sekte-sekte, Islam, Non-Islam


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang bisa dikategorikan sebuah Negara dan

bangsa yang besar dengan penduduk tak kurang sekitar 266.927.712 juta jiwa   (menurut sumber yang berasal dari Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UN DESA) yang diakses dari halaman website http://goinsan.com ) pada tahun 2018. Indonesia  juga dikenal sebagai Negara dengan beragam budaya, suku, bangsa, dan agama sehingga menjadikannya bangsa yang multicultural (Kosher and Ben-Arieh, 2017).

            Pada awal kemunculannya Indonesia sebelumnya  berbentuk system kerajaan. Dimana kala itu  yang menjadi dominan kepercayaan yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah animisme dan dinamisme, secara terus-menerus berkembang  hingga masyarakat Indonesia kala itu memeluk agama hindu serta budha.  Kemudian seiring  bergulirnya waktu muncullah islam  yang dibawa oleh para saudagar dari jazirah Arab hingga sampai ke Nusantara menjadikan   masyarakat kala itu menjadi seorang muslim (Martinovic and Verkuyten, 2016).

            Dan secara  berkembangnya kembali  zaman mulailah agama nasrani yang dibawa oleh para orang-orang barat menuju kepulauan Indonesia, dan juga secara bergulirnya waktu  mulai  masuknya berbagai macam agama (kepercayaan) yang tumbuh dan berkembang di bumi nusantara  ini. Sehingga sangat pantas dan layaklah bahwa bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang beraneka ragam budaya, agama, dan suku menjadikan bangsa ini dikenal banyak oleh bangsa-bangsa yang lain. Pada bahasan selanjutnya akan dipaparkan secara lebih rinci dan mandalam mengenai pekembangan sekte atau agama apa saja yang berkembang di Nusantara ini dari waktu ke waktu hingga masa sekarang ini.


B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas  penulis dapat merumuskan masalah

sebagai berikut:

1.     Apakah yang dimaksud dengan Kepercayaan dan Agama ?

2.     Apa itu Sekte dan Apa saja aliran Kepercayaan yang ada?

3.     Apa saja sekte-sekte yang ada dalam islam?

4.     Apa saja Sekte-sekte yang menyimpang di Indonesia?

5.     Faktor-faktor Apa saja yang menyebabkan Sekte menyimpang?

 

C.    Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari makalah yang kami buat ini adalah sebagai berikut:

1.     Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia.

2.     Untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam mengenai apa-apa saja sekte islam yang berkembang di Indonesia serta pekembangannya hingga saat ini.

3.     Sebagai sarana untuk berbagi ilmu dan bertukar pendapat.

4.     Harapannya bisa sebagai bahan referensi bacaan bagi pembaca.

5.     Dan harapannya dari hasil pemaparan materi pada makalah ini bisa sebagai bahan untuk studi lapangan mengenai sekte-sekte yang berkembang di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Agama dan Kepercayaan

Agama merupakan fitrah (kebutuhan dasar) manusia. Ini dikarenakan manusia adalah makhluk yang lemah dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya, untuk itu dia membutuhkan sebuah kekuatan baru. Kekuatan baru itu tidak muncul dari dirinya, maka muncullah harapan yang bermuara pada kepercayaan (Botero et al., 2014). Jadi, kepercayaan merupakan awal dari agama. Sebelum seseorang beragama, tentunya ia harus percaya dulu dengan agama yang akan dianutnya, setelah percaya dan yakin baru kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut. Agama berkaitan dengan kepercayaan terhadap sesuatu yang gaib (numinous) dan suci (sacred), sehingga manusia yang lemah itu percaya bahwa sesuatu yang suci tersebut akan dapat membantunya dalam mengatasi berbagai masalah dalam kehidupannya.

Akibat dari rasa percaya manusia pada sesuatu yang gaib tadi akhirnya menimbulkan kepercayaan terhadap tuhan, dewa-dewa dan roh-roh. Konsekuensi yang timbul dari kepercayaan ini adalah munculnya pemujaan (cult) dan ibadat-ibadat yang dilakukan dalam bentuk yang beragam, sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya. Di sini, kepercayaan tersebut berkembang membentuk lembaga-lembaga, seperti upacara-upacara peribadatan, adanya pemimpin agama, kitab-kitab suci, ajaran-ajaran yang berisi perintah dan larangan dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya, kepercayaan nantinya memunculkan agama, sehingga agama, sebagaimana telah dijelaskan di atas dapat diartikan sebagai bentuk kepercayaan-kepercayaan yang dilembagakan dan terorganisir (Barrett and Lanman, 2008).

Selanjutnya agama berkembang dengan berbagai dimensinya. Berbicara tentang agama, maka kita akan memasuki wilayah yang cukup luas. Mulai dari jenis agama yang bermacam-macam, defenisi yang beragam dan pendekatannya yang berlapis-lapis. agama juga memasuki wilayah ilmu pengetahuan dan menjadi budaya. Persentuhan agama dan ilmu pengetahuan, melahirkan berbagai disiplin ilmu yang beraneka ragam pula, seperti sejarah agama, sosiologi agama, filsafat


agama, antropologi agama dan seterusnya. Dalam sejarah umat manusia, agama mempunyai peran penting bagi peradaban manusia. Bagi sebuah masyarakat, agama dijadikan sebagai pedoman-pedoman yang dapat membawa manusia kepada derajat yang tinggi. Maulana Muhammad menyatakan bahwa: “agama adalah kekuatan yang telah mewujudkan perkembangan manusia seperti sekarang ini. Seorang Ibrahim, seorang Musa, seorang Isa, seorang Krisna, seorang Budha, seorang Muhammad, secara bergiliran dan sesuai dengan derajatnya masing-masing, telah mengubah sejarah manusia dan mengangkat derajat mereka dari lembah kehinaan menuju puncak ketinggian akhlak yang tak pernah diimpikan”. Oleh sebab itu, salah satu tujuan agama adalah untuk menciptakan manusia yang memiliki nilai-nilai yang dapat menjadikan manusia tersebut berbudi pekerti luhur dan mulia, sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya masing-masing

 

B.    Sekte dan Aliran Kepercayaan

Kata sekte berasal dari bahasa Latin “secta” yang berarti “kelompok yang mengikuti” (sequi) dan dalam istilah Inggris disebut sects. Pada awalnya sekte digunakan untuk aliran filsafat, agama, atau partai dengan ajaran atau kebiasaan khusus yang menyimpang dari kelompok mayoritas. Para anggota sekte biasanya akan memilih segi-segi tertentu dari suatu ajaran dan menolak yang lain dari ajaran agama seluruhnya. Dalam sejarah agama-agama besar dunia, sekte-sekte atau aliran tertentu bukan merupakan barang baru. Dalam agama Islam antara tahun 1090 sampai 1275 ada sebuah organisasi yang bernama The Assasin (Hasyasyin/Nizariah) yang dipimpin oleh Hasan al-Sabbagh yang bertahan kurang lebih dua abad lamanya. Sekte ini merupakan gerakan sempalan syiah Ismailiah yang bermarkas di Iran. Ciri khas dari sekte ini yaitu mereka mengkonsumsi sejenis tumbuhan yang dapat menghilangkan kesadaran pemakainya sehingga berani untuk melakukan penculikan dan pembunuhan. Begitu juga dengan agama Kristen, pada abad pertama telah dijumpai pendeta-pendeta palsu yang menerapkan ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran gereja. Begitu juga dengan agama-agama lainnya seperti Yahudi, Hindu, Budha, dan lain sebagainya, masing-masing memiliki kelompok keagamaan yang menyimpang dari ajaran agama asalnya.


Konsep sosiologi mengenai sekte dan aliran (gerakan) kepercayaan biasanya mengacu pada kelompok religius, kecil maupun besar, dari bentuk organisasi yang sederhana maupun yang rumit, yang oleh anggota dan bukan anggotanya dianggap sebuah penyimpangan dalam hubungannya dalam konteks doktrin dan budaya yang lebih luas. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi non-pengikut, namun berkonotasi positif bagi para pengikutnya. Sehingga penyimpangan ini merupakan ciri khas yang tetap dipertahankan oleh masing-masing pengikut suatu ajaran (Kirkpatrick and Shaver, 1990).

Istilah sekte sering menyiratkan pengertian buruk, dan istilah gerakan kepercayaan terutama berkaitan dengan sifat kontroversial dari berbagai praktek gerakan-gerakan ini. Sebagian diantaranya dituduh melakukan usaha ‘mencuci otak’ pera pengikutnya atau terlibat dengan prilaku seksual yang menyimpang. Gerakan ini kadangkala terjerumus dalam tindak kekerasan fisik yang tragis, kasus-kasus terkenal yang terjadi di dunia Barat menunjukkan tindak bunuh diri, atau pembunuhan massal lebih dari 900 pengikut People’s Temple di Jonestown, Guyana tahun 1978; kematian 78 anggota Branch Davidians di Waco, Texas tahun 1993; dan kematian sekitar 50 anggota Solar Temple di Chiery, Swiss tahun 1993.

Strategi yang digunakan para pemimpin sekte atau kelompok keagamaan yang menyimpang untuk untuk meninggikan citra diri agar dihormati dan disegani oleh para anggotanya, antara lain dengan mengajarkan tentang hari kiamat dan pengadilan akhir yang menimbulkan kecemasan di satu pihak dan tawaran perlindungan yang bisa diberikan oleh sekte agama tersebut di pihak lain. para anggota pun diharuskan untuk saling melindungi rekannya sekelompok dari ancaman pengaruh dari luar. Yang gagal melakukan ini, akan ditegur dan dipermalukan di depan anggota-anggota yang lain, dan untuk menegaskan eksklusivisme mereka, biasanya mereka memilih tempat yang juga eksklusif dan terisolir.


C.    Sekte-sekte Islam

Dalam sebuah hadits Rasulullah Muhammad Saw yang. Diriwayatkan oleh banyak rawi seperti Imam Ahmad dan Abu Dawud. Dalam hadits itu Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah ketuhanan (hamil risalah ilah) menyebutkan sejarah agama terdahulu. Agama Yahudi terpecah belah menjadi 71 sekte atau golongan dan Agama Nashrani (Kristen) 72 sekte. Rasulullah Saw juga telah memprediksi jika umatnya kedepan akan terpecah belah menjadi 73 sekte. Yang lebih ekstrim lagi, dari sekian banyaknya hanya satu sekte yang dijanjikan surga.
Beruntung sekali ketika itu ada seorang sahabat yang bertanya langsung kepada Rasulullah Saw tentang satu golongan tersebut. Maka dijawab oleh beliau, mereka yang masuk surga adalah golongan ma ana alayhi wa ashhabi yaitu 'mereka yang berpedoman kepadaku dan para sahabatku'.

1.     Sunni

Merupakan pengikut terbanyak sengenap wilayah penjuru Islam, termasuk di Irak dan Iran. Sekte Sunni biasanya di sebut dengan golongan atau di panggil dengan sebutan Ahlul Sunnah Wal Jam’ah. Ciri khas yang membedakan sekte ini dengan sekte Syiah adalah, bahwa; sekte Sunni ini tidak mengkultuskan sesuatu tokoh-tokoh manapun, akan tetapi perpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al Sunnah. Sekte Sunni berpendirian bahwa Ali bin Abithalib itu bukan Al Washi (Khalili, 2016).

Sekte Sunni merupakan yang terbesar dalam dunia Islam,memakai gelar Najiah yang berarti mereka yang "diselamatkan".Mereka mengakui keempat Khalifah pertama sebagai pengganti - pengganti sah Muhammad.Mereka mengakui "keenam kitab yang benar" dan merupakan milik salah satu sekolah jurisprudensi yang didirikan oleh keempat Imam tersebut.

2.     Syi'ah

Syi'ah berarti "pengikut".Syi'ah adalah pengikut - pengikut Ali yang mempertahankan bahwa dia adalah Khalifah dan Imam yang pertama dan yang benar sebagai pengganti Nabi.Nama lain Syi'ah adalah "pengikut - pengikut dari dua belas".Sedangkan sekte Sunni menyindirnya dengan memanggil "Rafidi" atau "Pemurtad kebenaran".Syi'ah dengan gigih mempertahankan bahwa hanya merekalah yang benar dalam pengertiannya tentang Islam (Khalili, 2016).


Sama halnya dengan Sekte Sunni,mereka menyebut dirinya Al - Muminun atau "Orang - orang percaya yang benar".Mereka percaya akan hak keilahian pengganti - pengganti Ali.Menurut mereka,pengganti yang berhak saat ini sedang bersembunyi,dan akan muncul pada akhir dunia sebagai "Mahdi" yaitu seseorang yang sungguh - sungguh benar dipimpin oleh Allah,dan karenanya akan sanggup memimpin yang lainnya.Mereka telah terpecah - pecah menjadi sekte - sekte yang lebih kecil.Selain itu,Syi'ah menolak keenam "kitab Sunni" dan memiliki lima kitab koleksi mereka sendiri (Zulkifli, 2013).

Syiah itu sendiri berkembang ditanah Iran dan di lembah Irak. Sekte Syiah tersebut memiliki ciri khas yaitu sangat memuliakan Khalif Ali bin Abithalib berserta turunannya. Ali bin Abithalib adalah saudara sepupu Nabi Muhammad, di pelihara dan dibesarkan oleh Nabi Muhammad, kemudian dikawinkan dengan puteriNya yang bernama Fathimah Al Zuhra. Dari hasil perkawinan itu Ali bin Abithalib memperoleh dua putera yang di beri nama Alhasan dan Alhussain. Alhasan dan Alhussain adalah cucu dari Nabi Muhammad. Namun pengkultusan sekte Syiah kemudian lebih dominan memuliakan turunan selanjutnya dari garis Alhussain, yaitu cucu Nabi yang bungsu. Umat Syi'ah banyak terdapat di Iran,mereka telah menggulingkan Shah Iran dan menobatkan Ayatollah Khomeini sebagai penggantinya serta memberlakukan hukum Islam sebagai peraturan pemerintah.Khomeini juga telah menyimpang jauh dengan memproklamasikan bahwa perintahnya adalah setingkat dengan perintah nabi Muhammad (Zulkifli, 2013).

3.     Wahhabi

Pendiri sekte Wahhabi adalah Abdal - Wahhabi. Lahir di Nejd tahun 1691.Ia berpendapat bahwa umat muslim telah menyimpang dari aturan - aturan yang dibuat Muhammad.Dia hanya menerima Alquran dan hadits serta menolak kedua dasar lainnya,Ijma dan Qiyas (Commins, 2006). Dia mengutuk pemujaan orang - orang suci yang telah mati di kuburan - kuburan.Wahhab berkata: Mereka (pemuja - pemuja) berlari ke sana untuk membayar kewajiban doa - doa mereka yang sungguh sungguh.Dengan cara ini mereka berpendapat bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan - kebutuhan duniawi dan rohani. Dari mana mereka mendapatkannya? dari dinding - dinding yang terbuat dari lumpur dan batu,dari mayat - mayat yang


disimpan dihadapan Dia yang selalu hadir dan memuliakan Dia yang satu - satunya atau yang tidak ada bandingannya.

Jeritan perang Wahhabi ialah "bunuh dan cekik semua kafir yang memberi pendamping kepada Allah". Pada waktu perang,pendiri Wahhabi memberi masing - masing serdadunya sebuah surat yang dialamatkan kepada Bendahara Surga.Surat itu dimasukkan dalam sebuah tas yang digantungkan di leher prajurit.Prajurit percaya bahwa bila mati dalam pertempuran,dia akan langsung ke surga tanpa diperiksa oleh malaikat - malaikat Munkar dan Nakir.banyak sekali tawanan perang orang - orang Iran menceritakan kepada orang Irak yang menawannya bahwa mereka ditipu untuk menggantungkan sebuah Alquran kecil dileher sehingga mereka dapat hilang dari pandangan dan tak terlihat oleh musuh. Wahhabi mengutuk para peramal,keperayaan akan tanda - tanda dan yang mempercayai hari - hari mujur dan sial,demikian juga yang sembahyang di kuburan. Mereka melarang penggunaan tasbih,tetapi menganggap berpahala besar bagi orang yang menghitung nama - nama Tuhan yang sembilan puluh sembilan itu dengan jari – jarinya (Wagemakers, 2012).

4.     Suffi

Arti nama Suffi masih dipersoalkan.Suffi adalah sekte Islam yang mengesampingkan arti harafiah kata - kata Muhammad yang diduga mengandung pengertian rohani.Cara mereka yaitu menyesuaikan Islam dengan filosofi India yang ada dalam kitab Weda. Mereka percaya bahwa hanya Allah yang ada.Semua benda yang kelihatan sesungguhnya antara yang baik dan yang jahat.Allah yang menetapkan keinginan orang.Perpindahan antara yang baik dan jahat,dalam kenyataannya diterima.Tugas utama Suffi,ialah bersemedi pada kesatuan Tuhan dan mengenang nama Allah untuk mencapai pembebasan.

Pengikut Suffi sangat banyak di Iran yang dulunya disebut Persia.Ketiga penyair Persia,Jami,Sa'di dan Hafiz adalah penganut Suffi yang hidup di dalam kasih untuk Tuhan.Banyak tulisan orang Suffi Persia yang memuat ayat - ayat yang tidak layak.Suffi terpecah - pecah menjadi sekte - sekte yang jumlahnya banyak sehingga timbul beraneka ragam aturan tentang Fakir dan Darwesh.

Fakir, adalah kata Arab yang berarti miskin.Darwesh adalah kata sepadannya dalam bahasa Persia yang berasal dari kata ,"dar",yaitu pintu; diartikan


sebagai seseorang yang meminta - minta dari pintu ke pintu.fakir di bagi dalam dua kelas besar yaitu mereka yang mengatur kehidupannya berdasarkan prinsip Islam dan mereka yang tidak,walaupun mereka sama -sama menyebut dirinya orang muslim.

5.     Bahaisme

Sekte Bahai dimulai oleh seseorang yang lahir tahun 1817 di Teheran,Persia,nama aslinya adalah Minza Hussayn Ali. Dia mengumumkan pada tahun 1847 bahwa dialah "Kemuliaan Allah"."Bahau Allah"berasal dari dua kata Arab.Pengalamannya dengan gerakan keagamaan dipimpin oleh seseorang yang bernama Bab,yang artinya gapura yang meyakinkan Minza bahwa dia sendiri adalah nabi yang telah diramalkan oleh Bab sebelumnya. Pada tahun 1850, pemerintah Persia menghukum mati Bab karena pengajaran - pengajarannya, Minza mengambil alih pimpinan pergerakan. Pada tahun 1863,sepuluh tahun setelah dia dibuang ke Baghdad,Bahau Allah menyatakan bahwa dialah nabi yang diharap - harapkan.dari tahun 1868 hingga kematiannya 1892,dia hidup dalam sebuah penjara yang sekarang disebut Akka, di Israel. Dia berusaha mempersatukan ketiga agama penganut monotheisme ini,Yudaisme,Kristen dan Islam melalui tulisan - tulisannya yang mencapai 100 jilid. Bahais percaya akan perbuatan yang baik,non - diskriminasi dan atas sebuah pemerintahan federasi sedunia.Berpusat di Haifa,Israel,mereka mempunyai lebih dari 17.000 penasihat/pembina yang disebut Majelis Kerohanian Setempat dengan 1.500.000 pengikut. Sepuluh persen pengikutnya berada di india.

6.     Ahmadiyah

Ahmadiyah ialah sekte Islam terbaru.Anggota - anggotanya tidak diakui sebagai muslim di Pakistan karena mereka menerima Minza Ghulam Ahmad sebagai nabi mereka di samping Muhammad.Mereka juga percaya bahwa Yesus disalib tetapi tidak benar - benar mati.Dia hanya pingsan di atas kayu salib dan disadarkan kembali tiga hari kemudian di dalam kubur.Jumlah mereka bertambah - tambah terutama karena keyakinan mereka mengirim pekabar - pekabar 'dai'iyah' untuk memberitakan kepercayaan mereka (Platzdasch, 2011).


D.    Sekte-Sekte Menyimpang di Indonesia

Fenomena kelahiran sekte, aliran atau cult adalah fenomena setiap agama, artinya setiap agama besar di dunia pasti selalu berurusan dengan lahirnya gerakan-gerakan, sekte-sekte yang menyimpang dari ajaran agama yang asli. Kemunculan aliran tersebut dengan berbagai perilaku beragama yang berbeda-beda. Ada sekedar berkumpul dan bersemedhi sampai ada yang menyelenggarakan bunuh diri massal. Ada yang bersifat tidak merugikan akan tetapi ada yang sangat merugikan orang lain dengan tindakan-tindakan kekerasan. Masyarakat Indonesia pun tidak lepas dari fonemena ini, masih lekang dalam ingatan kasus Lia Aminuddin dengan Gerakan Taman Edennya, gerakan ingkar sunnah atau Quran Suci, sekte hari kiamat, ahmadiyah, aliran bahai, dll. Dalam konteks teologi, keberadaan sekte-sekte tersebut mungkin dapat dikatakan sesat, karena memang menyebarkan ajaran-ajaran yang menyimpang dari wacana Islam mainstream. Namun, secara sosiologis, fenomena ini sebenarnya dapat dianggap sebagai kejadian yang biasa dalam kehidupan beragama, karena ia sudah muncul semenjak Islam pada masa-masa awal, meskipun ajaran dan pola gerakannya berbeda (Zulkarnain, 2014).

 Maraknya sekte-sekte keagamaan tersebut sebenarnya dapat dianggap sebagai kritik terhadap institusi dan tradisi agama-agama formal di Indonesia yang cenderung menekankan aspek legal-formalnya saja. Penekanan yang berlebihan pada sikap kepatuhan dan ketundukan di hadapan ajaran agama disadari atau tidak telah melahirkan lubang menganga dalam kehidupan beragama, terutama dalam wilayah psikologis para penganutnya, karena hidup beragama sejatinya tidak hanya berurusan dengan aspek-aspek legal-formal semata, tetapi juga melibatkan aspek penghayatan dan pemaknaan. Jika agama formal dianggap tidak lagi mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan psikologis dan menjamin kenyamanan para penganutnya, secara alamiah akan lahir cara-cara beragama baru yang menjanjikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.  Untuk itu, kritik di atas semestinya dapat disikapi secara dewasa, karena tidak dapat ditampik bahwa kelahiran sekte-sekte tersebut berasal dari rahim agama-agama formal itu sendiri. Dengan kata lain, kehadirannya adalah semacam otokritik bagi agama-agama. Jika disikapi secara dewasa dan bijak, kehadiran sekte-sekte tersebut sebenarnya dapat menjadi stimulus bagi agama-agama formal untuk merevitalisasi diri agar tidak ditinggalkan


oleh umatnya. Fakta sosial yang menunjukkan bahwa hampir semua sekte keagamaan di Indonesia lahir di kota-kota besar (Jakarta; Lia Eden, Bogor (Mushodeq), Yogyakarta (Satria Piningit), dll.) adalah indikasi lain bahwa agama-agama formal masih kurang responsif terhadap kebutuhan keberagamaan warga kota. Hidup di tengah rutinitas, ekspektasi sosial, dan persaingan yang ketat di kota besar membuat orang tertekan secara psikologis, sehingga secara alamiah mereka mengupayakan jalan keluar untuk mencari sumber-sumber kenyamanan dan kebahagiaan. Belum lagi ketika setiap hari warga kota selalu disuguhi perilaku para pemimpin yang tidak bertanggung jawab, sehingga ekspresi keagamaan dalam wadah sekte-sekte ini dapat dianggap sebagai ekspresi ketidakpercayaan terhadap figur-figur pemimpin formal, baik pemimpin agama maupun politik (Zulkarnain, 2014).

 

E.    Faktor-Faktor Penyebab Sekte Menyimpang 

1.     Adanya klaim dari seseorang yang mendapat wahyu

Hampir semua sekte yang menyimpang berawal dari klaim seseorang yang menganggap dirinya mendapatkan wahyu atau kepercayaan dari Sang Pencipta. Bahkan ada sebagian di antara pemimpin sekte yang menganggap dirinya sebagai Tuhan karena adanya konsep ittihad (penyatuan) antara dirinya dengan Tuhan.

2.     Adanya kultus terhadap imam (al-ghulwu fi ta’dzimi al-imah)

Penyimpangan beberapa sekte di Indonesia (contoh; Lia Aminuddin dan Ahmad Moshadeq) sebenarnya merupakan gejala kultus. Gejala kultus adalah bentuk gerakan keagamaan yang dicirikan dengan sistem pengorganisasian yang ketat, absolutistik, disiplin, dan, dengan sendirinya kurang toleran dengan kelompok lain. Kultus biasanya berpusat pada ketokohan seorang pribadi yang menarik, berdaya pikat retorik yang memukau, yang secara sederhana menjanjikan keselamatan dan kebahagiaan. Seringkali hal ini diikuti dengan pemaksaan, ketertutupan, dan pengorbanan harta dan jiwa yang tidak proporsional. Sampai tingkat tertentu, fenomena kultus ini menjadi sangat antisosial, bahkan menjerumuskan pengikutnya pada psikologi ”ingin mati.”


3.      Pengaruh Moderenisasi

Dampak negatif modernisasi seperti individualisme, saling acuh, tidak adanya kepedulian sosial, hilangnya struktur kemasyarakatan yang kokoh, dan kaburnya makna yang berlaku; mengakibatkan masyarakat larut dalam kesepian dan kekeringan ruhani. Keterasingan inilah yang kemudian membuat mereka tertarik pada kultus-kultus/sekte. Sebab, keterasingan (alienasi) menimbulkan kesepian mencekam, lalu merindukan perkawanan akrab dan hangat, serta mendambakan penjelasan/penegasan makna hidup. Hal ini seolah menemukan salurannya dalam sekte. Solidaritas dan kepedulian kelompok yang tinggi, serta persaudaraan yang hangat, adalah fenomena khas yang didapati dalam semua sekte keagamaan. Pukauan inilah yang membuat para pengikut sekte dapat begitu setia mematuhi ajaran pemimpinnya, dengan mengabaikan akal sehat dan pendapat mayoritas. Ini berlaku bahkan untuk mereka yang telah mengenyam pendidikan tinggi—seperti pengikut Lia Aminuddin yang berlatar belakang jurnalis, dosen, juga para teknokrat kaya. Alhasil, fenomena aliran sesat bukan semata disebabkan keawaman ilmu pengetahuan/agama, tetapi lebih banyak karena hubungan dan kepedulian sosial yang rapuh. Ahmad Moshadeq telah tobat. Lia pun telah dipenjara. Tapi bukan berarti ancaman sosial dari sekte sesat semacam itu usai. Ia telah menjadi bahaya laten.


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kata sekte berasal dari bahasa Latin “secta” yang berarti “kelompok yang mengikuti” (sequi) dan dalam istilah Inggris disebut sects. Pada awalnya sekte digunakan untuk aliran filsafat, agama, atau partai dengan ajaran atau kebiasaan khusus yang menyimpang dari kelompok mayoritas. Para anggota sekte biasanya akan memilih segi-segi tertentu dari suatu ajaran dan menolak yang lain dari ajaran agama seluruhnya. Dalam sejarah agama-agama besar dunia, sekte-sekte atau aliran tertentu bukan merupakan barang baru. Dalam agama Islam antara tahun 1090 sampai 1275 ada sebuah organisasi yang bernama The Assasin (Hasyasyin/Nizariah) yang dipimpin oleh Hasan al-Sabbagh yang bertahan kurang lebih dua abad lamanya. Sekte ini merupakan gerakan sempalan syiah Ismailiah yang bermarkas di Iran. Ciri khas dari sekte ini yaitu mereka mengkonsumsi sejenis tumbuhan yang dapat menghilangkan kesadaran pemakainya sehingga berani untuk melakukan penculikan dan pembunuhan. Begitu juga dengan agama Kristen, pada abad pertama telah dijumpai pendeta-pendeta palsu yang menerapkan ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran gereja. Begitu juga dengan agama-agama lainnya seperti Yahudi, Hindu, Budha, dan lain sebagainya, masing-masing memiliki kelompok keagamaan yang menyimpang dari ajaran agama asalnya.  Konsep sosiologi mengenai sekte dan aliran (gerakan) kepercayaan biasanya mengacu pada kelompok religius, kecil maupun besar, dari bentuk organisasi yang sederhana maupun yang rumit, yang oleh anggota dan bukan anggotanya dianggap sebuah penyimpangan dalam hubungannya dalam konteks doktrin dan budaya yang lebih luas. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi non-pengikut, namun berkonotasi positif bagi para pengikutnya. Sehingga penyimpangan ini merupakan ciri khas yang tetap dipertahankan oleh masing-masing pengikut suatu ajaran (Kirkpatrick and Shaver, 1990).

 


 

Adapun sekte-sekte yang bermunculan tubuh islam itu sendiri diantaranya seperti sunni, syiah, wahabbi, sufi, bahaisme, dan ahmadiyah. Yang mana masing-masing dari sekte tersebut memiliki kepercayaan masing-masing, ajaran masing-masing, dan aturan tersendiri yang bersifat masing-masing juga.

Selain itu pula adanya sekte-sekte di luar islam yang diantaranya adalah Lia Aminuddin dengan gerakannya Gerakan Taman Eden, Mushodeq, dan kemudian sekte Satria Paningit.

Kemudian adapun faktor penyebab mengapa terjadinya penyimpangan sekte-sekte diantaranya ialah: (1) Adanya klaim seseorang mendapat wahyu; (2) Adanya Kultus terhadap Imam: dan (3) Pengaruh Modernisasai.

 

 

B.    Saran

Dalam penyusunan makalah ini , menyadari bahwa penyusun masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kedepannya semoga artikel ilmiah berupa makalah ini dalam membahas secara mendalam, detail lagi, dan tuntas. Maka pada artikel selanjutnya diharapkan penyusun dapat mencari sumber-sumber jurnal Internasional maupun non-internasional yang berhubungan dengan “Sekte-sekte Islam dan Non Islam di Luar Jawa” lebih banyak lagi dan tentunya yang dapat dipertanggungjawabkan . Dan dapat menguasi Program Mendely juga dapat mentransliterasikan kepada kami semua.

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

Barrett, J. L. and Lanman, J. A. (2008) ‘The science of religious beliefs’, Religion. doi: 10.1016/j.religion.2008.01.007.

Botero, C. A. et al. (2014) ‘The ecology of religious beliefs’, Proceedings of the National Academy of Sciences. doi: 10.1073/pnas.1408701111.

Commins, D. (2006) ‘The Wahhabi Mission and Saudi Arabia’, I.B.Tauris. doi: 10.5860/CHOICE.44-1754.

Khalili, E. (2016) ‘Sects in Islam: Sunnis and Shias’, International Academic Journal of Humanities.

Kirkpatrick, L. A. and Shaver, P. R. (1990) ‘Attachment Theory and Religion: Childhood Attachments, Religious Beliefs, and Conversion’, Journal for the Scientific Study of Religion. doi: 10.2307/1386461.

Kosher, H. and Ben-Arieh, A. (2017) ‘Religion and subjective well-being among children: A comparison of six religion groups’, Children and Youth Services Review. Elsevier Ltd, 80, pp. 63–77. doi: 10.1016/j.childyouth.2017.06.049.

Martinovic, B. and Verkuyten, M. (2016) ‘Inter-religious feelings of Sunni and Alevi Muslim minorities: The role of religious commitment and host national identification’, International Journal of Intercultural Relations. doi: 10.1016/j.ijintrel.2016.02.005.

Platzdasch, B. (2011) ‘Religious Freedom in Indonesia : The Case of the Ahmadiyah’, ISEAS Working Paper: Politics & Security Series.

Wagemakers, J. (2012) ‘The enduring legacy of the second Saudi State: Quietist and radical wahhabi contestations of al-wal̄wa-l-barā’, International Journal of Middle East Studies. doi: 10.1017/S0020743811001267.

Zulkarnain, F. (2014) ‘Fenomena Madzhab dan Sekte-sekte di Indonesia: Sebuah Studi Medan Dakwah’, Jurnal Ilmu Dakwah, 6(1), p. 41. doi: 10.15575/jid.v6i1.326.

Zulkifli, Z. (2013) ‘Sejarah Kemunculan Dan Perkembangan Syi’Ah’, Jurnal Khatulistiwa LP2M IAIN Pontianak.  A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammadﷺ menjadi Rasul

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammad ﷺ menjadi Rasul Ketika usia Rasulullah ﷺ telah mendekati 40 tahun, beliau lebih senang mengasingkan ...