Islam dan Sekte-Sekte Islam
ABSTRAK
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang telah diberikan beberapa
potensi yang salah satunya ia dapat mengikuti Jejak Tuhan Yang Maha Esa melalui
tuntunannya kepada umat manusia ialah Alquran dan Al-Sunnah. Menurut beberapa
survei dan data yang banyak diungkap oleh berbagai lembaga survey bahwasannya
Negara kita Indonesia ini mayoritasnya setidaknya 85% penganut agama paling
banyak ialah Islam. Bila ditinjau dari segi sejarah bangsa Indonesia ini sudah
beberapa kali menganut kepercayaan yang diawali saat masyarakat Indonesia mulai
mempercayai terhadap hal-hal gaib, animisme, dinamisme, dan kepercayaan lainnya
hingga secara bertahap mulai berkembangnya agama Hindu dan terus berlanjut
hingga berkembangnya agama Budha dan secara berkelanjutan dan terus menerus
menyebarnya agama Nasrani, Yahudi, dan hingga Islam saat ini yang paling banyak
dianut oleh masyarakat Indonesia. Banyak dari sebagian besar masyarakat
Indonesia dengan senang dan mudah serta bersedia untuk menganut agama islam
karena dinilai paling mudah, tidak ribet, dan banyak mengajarkan kedamaian
antar sesama. Hal ini tentu sesuai dengan firman-Nya dalam Alquran yang
berbunyi “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.”
(QS.Al Maidah: 3). Seiring berkembangnya waktu dan zaman mulai adanya sekte
atau kelompok-kelompok agama tertentu sendiri dalam tubuh islam yang akan
dipaparkan dalam artikel makalah ini. Dengan berbagai agama yang sudah
dipaparkan penyusun makalah di awal tentu agama-agama tersebut berada di luar
islam, selain itu pula makalah ini bertujuan pula untuk mengkaji secara
mendalam mengenai adanya sekte-sekte di luar islam (Non-Islam) yang akan
dibahas secara
studi kepustakaan. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengkaji, membahas, dan memaparkan lebih lanjut apa-apa saja sekte-sekte yang ada di dalam islam dan sekte-sekte di luar islam dengan mengumpulkan bahan informasi melalu jurnal, artikel lain yang terkait dengan hal itu, buku, dan lain sebagainya.
Kata Kunci: Sekte-sekte, Islam, Non-Islam
Indonesia merupakan Negara yang bisa
dikategorikan sebuah Negara dan
bangsa yang besar dengan penduduk
tak kurang sekitar 266.927.712 juta jiwa (menurut sumber yang berasal dari Departemen Urusan Ekonomi dan
Sosial PBB (UN DESA) yang diakses dari halaman website http://goinsan.com )
pada tahun 2018. Indonesia juga dikenal
sebagai Negara dengan beragam budaya, suku, bangsa, dan agama sehingga
menjadikannya bangsa yang multicultural (Kosher and
Ben-Arieh, 2017).
Pada
awal kemunculannya Indonesia sebelumnya berbentuk system kerajaan. Dimana kala
itu yang menjadi dominan kepercayaan
yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah animisme dan dinamisme, secara
terus-menerus berkembang hingga
masyarakat Indonesia kala itu memeluk agama hindu serta budha. Kemudian seiring bergulirnya waktu muncullah islam yang dibawa oleh para saudagar dari jazirah
Arab hingga sampai ke Nusantara menjadikan
masyarakat kala itu menjadi seorang muslim (Martinovic
and Verkuyten, 2016).
Dan
secara berkembangnya kembali zaman mulailah agama nasrani yang dibawa oleh
para orang-orang barat menuju kepulauan Indonesia, dan juga secara bergulirnya
waktu mulai masuknya berbagai macam agama (kepercayaan)
yang tumbuh dan berkembang di bumi nusantara
ini. Sehingga sangat pantas dan layaklah bahwa bangsa ini dikenal
sebagai bangsa yang beraneka ragam budaya, agama, dan suku menjadikan bangsa
ini dikenal banyak oleh bangsa-bangsa yang lain. Pada bahasan selanjutnya akan
dipaparkan secara lebih rinci dan mandalam mengenai pekembangan sekte atau
agama apa saja yang berkembang di Nusantara ini dari waktu ke waktu hingga masa
sekarang ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah
yang dimaksud dengan Kepercayaan dan Agama ?
2. Apa itu
Sekte dan Apa saja aliran Kepercayaan yang ada?
3. Apa saja
sekte-sekte yang ada dalam islam?
4. Apa saja Sekte-sekte
yang menyimpang di Indonesia?
5. Faktor-faktor
Apa saja yang menyebabkan Sekte menyimpang?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari makalah yang kami buat ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia.
2.
Untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam mengenai apa-apa saja sekte
islam yang berkembang di Indonesia serta pekembangannya hingga saat ini.
3.
Sebagai sarana untuk berbagi ilmu dan bertukar pendapat.
4.
Harapannya bisa sebagai bahan referensi bacaan bagi pembaca.
5.
Dan harapannya dari hasil pemaparan materi pada makalah ini bisa sebagai
bahan untuk studi lapangan mengenai sekte-sekte yang berkembang di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Agama dan Kepercayaan
Agama merupakan fitrah (kebutuhan dasar) manusia. Ini dikarenakan manusia
adalah makhluk yang lemah dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya,
untuk itu dia membutuhkan sebuah kekuatan baru. Kekuatan baru itu tidak muncul
dari dirinya, maka muncullah harapan yang bermuara pada kepercayaan (Botero
et al., 2014). Jadi, kepercayaan merupakan
awal dari agama. Sebelum seseorang beragama, tentunya ia harus percaya dulu
dengan agama yang akan dianutnya, setelah percaya dan yakin baru kemudian
mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut. Agama berkaitan dengan kepercayaan terhadap
sesuatu yang gaib (numinous) dan suci (sacred), sehingga manusia
yang lemah itu percaya bahwa sesuatu yang suci tersebut akan dapat membantunya
dalam mengatasi berbagai masalah dalam kehidupannya.
Akibat dari rasa percaya manusia pada sesuatu yang gaib tadi akhirnya
menimbulkan kepercayaan terhadap tuhan, dewa-dewa dan roh-roh. Konsekuensi yang
timbul dari kepercayaan ini adalah munculnya pemujaan (cult) dan
ibadat-ibadat yang dilakukan dalam bentuk yang beragam, sesuai dengan
kepercayaan yang dianutnya. Di sini, kepercayaan tersebut berkembang membentuk
lembaga-lembaga, seperti upacara-upacara peribadatan, adanya pemimpin agama,
kitab-kitab suci, ajaran-ajaran yang berisi perintah dan larangan dan lain
sebagainya. Dalam perkembangannya, kepercayaan nantinya memunculkan agama,
sehingga agama, sebagaimana telah dijelaskan di atas dapat diartikan sebagai
bentuk kepercayaan-kepercayaan yang dilembagakan dan terorganisir (Barrett
and Lanman, 2008).
Selanjutnya agama
berkembang dengan berbagai dimensinya. Berbicara tentang agama, maka kita akan
memasuki wilayah yang cukup luas. Mulai dari jenis agama yang bermacam-macam,
defenisi yang beragam dan pendekatannya yang berlapis-lapis. agama juga
memasuki wilayah ilmu pengetahuan dan menjadi budaya. Persentuhan agama dan
ilmu pengetahuan, melahirkan berbagai disiplin ilmu yang beraneka ragam pula,
seperti sejarah agama, sosiologi agama, filsafat
agama, antropologi
agama dan seterusnya. Dalam sejarah umat manusia, agama mempunyai peran penting
bagi peradaban manusia. Bagi sebuah masyarakat, agama dijadikan sebagai
pedoman-pedoman yang dapat membawa manusia kepada derajat yang tinggi. Maulana
Muhammad menyatakan bahwa: “agama adalah kekuatan yang telah mewujudkan
perkembangan manusia seperti sekarang ini. Seorang Ibrahim, seorang Musa,
seorang Isa, seorang Krisna, seorang Budha, seorang Muhammad, secara bergiliran
dan sesuai dengan derajatnya masing-masing, telah mengubah sejarah manusia dan
mengangkat derajat mereka dari lembah kehinaan menuju puncak ketinggian akhlak
yang tak pernah diimpikan”. Oleh sebab itu, salah satu tujuan agama adalah
untuk menciptakan manusia yang memiliki nilai-nilai yang dapat menjadikan
manusia tersebut berbudi pekerti luhur dan mulia, sesuai dengan ajaran-ajaran
agama yang dianutnya masing-masing
B. Sekte dan
Aliran Kepercayaan
Kata sekte berasal dari bahasa Latin “secta” yang berarti “kelompok yang
mengikuti” (sequi) dan dalam istilah Inggris disebut sects. Pada
awalnya sekte digunakan untuk aliran filsafat, agama, atau partai dengan ajaran
atau kebiasaan khusus yang menyimpang dari kelompok mayoritas. Para anggota
sekte biasanya akan memilih segi-segi tertentu dari suatu ajaran dan menolak
yang lain dari ajaran agama seluruhnya. Dalam sejarah agama-agama besar dunia,
sekte-sekte atau aliran tertentu bukan merupakan barang baru. Dalam agama Islam
antara tahun 1090 sampai 1275 ada sebuah organisasi yang bernama The Assasin
(Hasyasyin/Nizariah) yang dipimpin oleh Hasan al-Sabbagh yang bertahan kurang
lebih dua abad lamanya. Sekte ini merupakan gerakan sempalan syiah Ismailiah
yang bermarkas di Iran. Ciri khas dari sekte ini yaitu mereka mengkonsumsi
sejenis tumbuhan yang dapat menghilangkan kesadaran pemakainya sehingga berani
untuk melakukan penculikan dan pembunuhan. Begitu juga dengan agama Kristen,
pada abad pertama telah dijumpai pendeta-pendeta palsu yang menerapkan
ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran gereja. Begitu juga dengan
agama-agama lainnya seperti Yahudi, Hindu, Budha, dan lain sebagainya,
masing-masing memiliki kelompok keagamaan yang menyimpang dari ajaran agama
asalnya.
Konsep
sosiologi mengenai sekte dan aliran (gerakan) kepercayaan biasanya mengacu pada
kelompok religius, kecil maupun besar, dari bentuk organisasi yang sederhana
maupun yang rumit, yang oleh anggota dan bukan anggotanya dianggap sebuah
penyimpangan dalam hubungannya dalam konteks doktrin dan budaya yang lebih
luas. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi non-pengikut, namun
berkonotasi positif bagi para pengikutnya. Sehingga penyimpangan ini merupakan
ciri khas yang tetap dipertahankan oleh masing-masing pengikut suatu ajaran (Kirkpatrick
and Shaver, 1990).
Istilah sekte sering menyiratkan pengertian
buruk, dan istilah gerakan kepercayaan terutama berkaitan dengan sifat
kontroversial dari berbagai praktek gerakan-gerakan ini. Sebagian diantaranya
dituduh melakukan usaha ‘mencuci otak’ pera pengikutnya atau terlibat dengan
prilaku seksual yang menyimpang. Gerakan ini kadangkala terjerumus dalam tindak
kekerasan fisik yang tragis, kasus-kasus terkenal yang terjadi di dunia Barat
menunjukkan tindak bunuh diri, atau pembunuhan massal lebih dari 900 pengikut
People’s Temple di Jonestown, Guyana tahun 1978; kematian 78 anggota Branch
Davidians di Waco, Texas tahun 1993; dan kematian sekitar 50 anggota Solar
Temple di Chiery, Swiss tahun 1993.
Strategi yang digunakan para pemimpin sekte
atau kelompok keagamaan yang menyimpang untuk untuk meninggikan citra diri agar
dihormati dan disegani oleh para anggotanya, antara lain dengan mengajarkan tentang
hari kiamat dan pengadilan akhir yang menimbulkan kecemasan di satu pihak dan
tawaran perlindungan yang bisa diberikan oleh sekte agama tersebut di pihak
lain. para anggota pun diharuskan untuk saling melindungi rekannya sekelompok
dari ancaman pengaruh dari luar. Yang gagal melakukan ini, akan ditegur dan
dipermalukan di depan anggota-anggota yang lain, dan untuk menegaskan
eksklusivisme mereka, biasanya mereka memilih tempat yang juga eksklusif dan
terisolir.
C. Sekte-sekte
Islam
Dalam sebuah hadits Rasulullah
Muhammad Saw yang. Diriwayatkan oleh banyak rawi seperti Imam Ahmad dan Abu
Dawud. Dalam hadits itu Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah ketuhanan (hamil
risalah ilah) menyebutkan sejarah agama terdahulu. Agama Yahudi terpecah belah
menjadi 71 sekte atau golongan dan Agama Nashrani (Kristen) 72 sekte.
Rasulullah Saw juga telah memprediksi jika umatnya kedepan akan terpecah belah
menjadi 73 sekte. Yang lebih ekstrim lagi, dari sekian banyaknya hanya satu
sekte yang dijanjikan surga.
Beruntung sekali ketika itu ada seorang sahabat
yang bertanya langsung kepada Rasulullah Saw tentang satu golongan tersebut.
Maka dijawab oleh beliau, mereka yang masuk surga adalah golongan ma ana alayhi
wa ashhabi yaitu 'mereka yang berpedoman kepadaku dan para sahabatku'.
1. Sunni
Merupakan pengikut terbanyak sengenap wilayah
penjuru Islam, termasuk di Irak dan Iran. Sekte Sunni biasanya
di sebut dengan golongan atau di panggil dengan sebutan Ahlul Sunnah Wal Jam’ah.
Ciri khas yang membedakan sekte ini dengan sekte Syiah adalah, bahwa; sekte
Sunni ini tidak mengkultuskan sesuatu tokoh-tokoh manapun, akan tetapi
perpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al Sunnah. Sekte Sunni berpendirian bahwa
Ali bin Abithalib itu bukan Al Washi (Khalili, 2016).
Sekte Sunni merupakan yang
terbesar dalam dunia Islam,memakai gelar Najiah yang berarti mereka yang
"diselamatkan".Mereka mengakui keempat Khalifah pertama sebagai
pengganti - pengganti sah Muhammad.Mereka mengakui "keenam kitab yang
benar" dan merupakan milik salah satu sekolah jurisprudensi yang didirikan
oleh keempat Imam tersebut.
2.
Syi'ah
Syi'ah berarti
"pengikut".Syi'ah adalah pengikut - pengikut Ali yang mempertahankan
bahwa dia adalah Khalifah dan Imam yang pertama dan yang benar sebagai
pengganti Nabi.Nama lain Syi'ah adalah "pengikut - pengikut dari dua belas".Sedangkan
sekte Sunni menyindirnya dengan memanggil "Rafidi" atau
"Pemurtad kebenaran".Syi'ah dengan gigih mempertahankan bahwa hanya
merekalah yang benar dalam pengertiannya tentang Islam (Khalili, 2016).
Sama halnya dengan Sekte
Sunni,mereka menyebut dirinya Al - Muminun atau "Orang - orang percaya
yang benar".Mereka percaya akan hak keilahian pengganti - pengganti
Ali.Menurut mereka,pengganti yang berhak saat ini sedang bersembunyi,dan akan
muncul pada akhir dunia sebagai "Mahdi" yaitu seseorang yang sungguh
- sungguh benar dipimpin oleh Allah,dan karenanya akan sanggup memimpin yang
lainnya.Mereka telah terpecah - pecah menjadi sekte - sekte yang lebih
kecil.Selain itu,Syi'ah menolak keenam "kitab Sunni" dan memiliki
lima kitab koleksi mereka sendiri (Zulkifli, 2013).
Syiah itu
sendiri berkembang ditanah Iran dan di lembah Irak. Sekte Syiah tersebut
memiliki ciri khas yaitu sangat memuliakan Khalif Ali bin Abithalib berserta
turunannya. Ali bin Abithalib adalah saudara sepupu Nabi Muhammad, di pelihara
dan dibesarkan oleh Nabi Muhammad, kemudian dikawinkan dengan puteriNya yang
bernama Fathimah Al Zuhra. Dari hasil perkawinan itu Ali bin Abithalib
memperoleh dua putera yang di beri nama Alhasan dan Alhussain. Alhasan dan
Alhussain adalah cucu dari Nabi Muhammad. Namun pengkultusan sekte Syiah
kemudian lebih dominan memuliakan turunan selanjutnya dari garis Alhussain,
yaitu cucu Nabi yang bungsu. Umat Syi'ah banyak terdapat di Iran,mereka telah
menggulingkan Shah Iran dan menobatkan Ayatollah Khomeini sebagai penggantinya
serta memberlakukan hukum Islam sebagai peraturan pemerintah.Khomeini juga
telah menyimpang jauh dengan memproklamasikan bahwa perintahnya adalah
setingkat dengan perintah nabi Muhammad (Zulkifli, 2013).
3.
Wahhabi
Pendiri sekte
Wahhabi adalah Abdal - Wahhabi. Lahir di Nejd tahun 1691.Ia berpendapat bahwa
umat muslim telah menyimpang dari aturan - aturan yang dibuat Muhammad.Dia
hanya menerima Alquran dan hadits serta menolak kedua dasar lainnya,Ijma dan
Qiyas (Commins, 2006). Dia mengutuk pemujaan orang - orang
suci yang telah mati di kuburan - kuburan.Wahhab berkata: Mereka (pemuja -
pemuja) berlari ke sana untuk membayar kewajiban doa - doa mereka yang sungguh
sungguh.Dengan cara ini mereka berpendapat bahwa mereka dapat memenuhi
kebutuhan - kebutuhan duniawi dan rohani. Dari mana mereka mendapatkannya? dari
dinding - dinding yang terbuat dari lumpur dan batu,dari mayat - mayat yang
disimpan
dihadapan Dia yang selalu hadir dan memuliakan Dia yang satu - satunya atau
yang tidak ada bandingannya.
Jeritan perang
Wahhabi ialah "bunuh dan cekik semua kafir yang memberi pendamping kepada
Allah". Pada waktu perang,pendiri Wahhabi memberi masing - masing
serdadunya sebuah surat yang dialamatkan kepada Bendahara Surga.Surat itu
dimasukkan dalam sebuah tas yang digantungkan di leher prajurit.Prajurit
percaya bahwa bila mati dalam pertempuran,dia akan langsung ke surga tanpa
diperiksa oleh malaikat - malaikat Munkar dan Nakir.banyak sekali tawanan
perang orang - orang Iran menceritakan kepada orang Irak yang menawannya bahwa
mereka ditipu untuk menggantungkan sebuah Alquran kecil dileher sehingga mereka
dapat hilang dari pandangan dan tak terlihat oleh musuh. Wahhabi mengutuk para
peramal,keperayaan akan tanda - tanda dan yang mempercayai hari - hari mujur
dan sial,demikian juga yang sembahyang di kuburan. Mereka melarang penggunaan
tasbih,tetapi menganggap berpahala besar bagi orang yang menghitung nama - nama
Tuhan yang sembilan puluh sembilan itu dengan jari – jarinya (Wagemakers, 2012).
4.
Suffi
Arti nama Suffi
masih dipersoalkan.Suffi adalah sekte Islam yang mengesampingkan arti harafiah
kata - kata Muhammad yang diduga mengandung pengertian rohani.Cara mereka yaitu
menyesuaikan Islam dengan filosofi India yang ada dalam kitab Weda. Mereka
percaya bahwa hanya Allah yang ada.Semua benda yang kelihatan sesungguhnya
antara yang baik dan yang jahat.Allah yang menetapkan keinginan
orang.Perpindahan antara yang baik dan jahat,dalam kenyataannya diterima.Tugas
utama Suffi,ialah bersemedi pada kesatuan Tuhan dan mengenang nama Allah untuk
mencapai pembebasan.
Pengikut Suffi
sangat banyak di Iran yang dulunya disebut Persia.Ketiga penyair
Persia,Jami,Sa'di dan Hafiz adalah penganut Suffi yang hidup di dalam kasih
untuk Tuhan.Banyak tulisan orang Suffi Persia yang memuat ayat - ayat yang
tidak layak.Suffi terpecah - pecah menjadi sekte - sekte yang jumlahnya banyak
sehingga timbul beraneka ragam aturan tentang Fakir dan Darwesh.
Fakir, adalah
kata Arab yang berarti miskin.Darwesh adalah kata sepadannya dalam bahasa
Persia yang berasal dari kata ,"dar",yaitu pintu; diartikan
sebagai
seseorang yang meminta - minta dari pintu ke pintu.fakir di bagi dalam dua
kelas besar yaitu mereka yang mengatur kehidupannya berdasarkan prinsip Islam
dan mereka yang tidak,walaupun mereka sama -sama menyebut dirinya orang muslim.
5.
Bahaisme
Sekte Bahai
dimulai oleh seseorang yang lahir tahun 1817 di Teheran,Persia,nama aslinya
adalah Minza Hussayn Ali. Dia mengumumkan pada tahun 1847 bahwa dialah
"Kemuliaan Allah"."Bahau Allah"berasal dari dua kata
Arab.Pengalamannya dengan gerakan keagamaan dipimpin oleh seseorang yang
bernama Bab,yang artinya gapura yang meyakinkan Minza bahwa dia sendiri adalah
nabi yang telah diramalkan oleh Bab sebelumnya. Pada tahun 1850, pemerintah
Persia menghukum mati Bab karena pengajaran - pengajarannya, Minza mengambil
alih pimpinan pergerakan. Pada tahun 1863,sepuluh tahun setelah dia dibuang ke
Baghdad,Bahau Allah menyatakan bahwa dialah nabi yang diharap - harapkan.dari
tahun 1868 hingga kematiannya 1892,dia hidup dalam sebuah penjara yang sekarang
disebut Akka, di Israel. Dia berusaha mempersatukan ketiga agama penganut
monotheisme ini,Yudaisme,Kristen dan Islam melalui tulisan - tulisannya yang
mencapai 100 jilid. Bahais percaya akan perbuatan yang baik,non - diskriminasi
dan atas sebuah pemerintahan federasi sedunia.Berpusat di Haifa,Israel,mereka
mempunyai lebih dari 17.000 penasihat/pembina yang disebut Majelis Kerohanian
Setempat dengan 1.500.000 pengikut. Sepuluh persen pengikutnya berada di india.
6.
Ahmadiyah
Ahmadiyah ialah
sekte Islam terbaru.Anggota - anggotanya tidak diakui sebagai muslim di
Pakistan karena mereka menerima Minza Ghulam Ahmad sebagai nabi mereka di
samping Muhammad.Mereka juga percaya bahwa Yesus disalib tetapi tidak benar -
benar mati.Dia hanya pingsan di atas kayu salib dan disadarkan kembali tiga
hari kemudian di dalam kubur.Jumlah mereka bertambah - tambah terutama karena
keyakinan mereka mengirim pekabar - pekabar 'dai'iyah' untuk memberitakan
kepercayaan mereka (Platzdasch, 2011).
D. Sekte-Sekte Menyimpang di Indonesia
Fenomena
kelahiran sekte, aliran atau cult adalah fenomena setiap agama, artinya setiap
agama besar di dunia pasti selalu berurusan dengan lahirnya gerakan-gerakan,
sekte-sekte yang menyimpang dari ajaran agama yang asli. Kemunculan aliran
tersebut dengan berbagai perilaku beragama yang berbeda-beda. Ada sekedar
berkumpul dan bersemedhi sampai ada yang menyelenggarakan bunuh diri massal.
Ada yang bersifat tidak merugikan akan tetapi ada yang sangat merugikan orang
lain dengan tindakan-tindakan kekerasan. Masyarakat Indonesia pun tidak lepas
dari fonemena ini, masih lekang dalam ingatan kasus Lia Aminuddin dengan
Gerakan Taman Edennya, gerakan ingkar sunnah atau Quran Suci, sekte hari
kiamat, ahmadiyah, aliran bahai, dll. Dalam konteks teologi, keberadaan sekte-sekte
tersebut mungkin dapat dikatakan sesat, karena memang menyebarkan ajaran-ajaran
yang menyimpang dari wacana Islam mainstream. Namun, secara sosiologis,
fenomena ini sebenarnya dapat dianggap sebagai kejadian yang biasa dalam
kehidupan beragama, karena ia sudah muncul semenjak Islam pada masa-masa awal,
meskipun ajaran dan pola gerakannya berbeda (Zulkarnain, 2014).
Maraknya sekte-sekte keagamaan tersebut
sebenarnya dapat dianggap sebagai kritik terhadap institusi dan tradisi
agama-agama formal di Indonesia yang cenderung menekankan aspek legal-formalnya
saja. Penekanan yang berlebihan pada sikap kepatuhan dan ketundukan di hadapan ajaran agama disadari atau tidak telah melahirkan lubang
menganga dalam kehidupan beragama, terutama dalam wilayah psikologis para
penganutnya, karena hidup beragama sejatinya tidak hanya berurusan dengan
aspek-aspek legal-formal semata, tetapi juga melibatkan aspek penghayatan dan
pemaknaan. Jika agama formal dianggap tidak lagi mampu mengakomodasi
kebutuhan-kebutuhan psikologis dan menjamin kenyamanan para penganutnya, secara
alamiah akan lahir cara-cara beragama baru yang menjanjikan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Untuk itu,
kritik di atas semestinya dapat disikapi secara dewasa, karena tidak dapat
ditampik bahwa kelahiran sekte-sekte tersebut berasal dari rahim agama-agama
formal itu sendiri. Dengan kata lain, kehadirannya adalah semacam otokritik
bagi agama-agama. Jika disikapi secara dewasa dan bijak, kehadiran sekte-sekte
tersebut sebenarnya dapat menjadi stimulus bagi agama-agama formal untuk
merevitalisasi diri agar tidak ditinggalkan
oleh umatnya.
Fakta sosial yang menunjukkan bahwa hampir semua sekte keagamaan di Indonesia
lahir di kota-kota besar (Jakarta; Lia Eden, Bogor (Mushodeq), Yogyakarta
(Satria Piningit), dll.) adalah indikasi lain bahwa agama-agama formal masih kurang
responsif terhadap kebutuhan keberagamaan warga kota. Hidup di tengah
rutinitas, ekspektasi sosial, dan persaingan yang ketat di kota besar membuat
orang tertekan secara psikologis, sehingga secara alamiah mereka mengupayakan
jalan keluar untuk mencari sumber-sumber kenyamanan dan kebahagiaan. Belum lagi
ketika setiap hari warga kota selalu disuguhi perilaku para pemimpin yang tidak
bertanggung jawab, sehingga ekspresi keagamaan dalam wadah sekte-sekte ini
dapat dianggap sebagai ekspresi ketidakpercayaan terhadap figur-figur pemimpin
formal, baik pemimpin agama maupun politik (Zulkarnain, 2014).
E. Faktor-Faktor Penyebab Sekte Menyimpang
1.
Adanya klaim dari seseorang yang
mendapat wahyu
Hampir semua sekte yang menyimpang berawal dari klaim seseorang yang
menganggap dirinya mendapatkan wahyu atau kepercayaan dari Sang Pencipta.
Bahkan ada sebagian di antara pemimpin sekte yang menganggap dirinya sebagai
Tuhan karena adanya konsep ittihad (penyatuan) antara dirinya dengan Tuhan.
2. Adanya kultus terhadap imam (al-ghulwu fi ta’dzimi al-imah)
Penyimpangan beberapa sekte di Indonesia (contoh; Lia Aminuddin dan Ahmad
Moshadeq) sebenarnya merupakan gejala kultus. Gejala kultus adalah bentuk
gerakan keagamaan yang dicirikan dengan sistem pengorganisasian yang ketat,
absolutistik, disiplin, dan, dengan sendirinya kurang toleran dengan kelompok
lain. Kultus biasanya berpusat pada ketokohan seorang pribadi yang menarik,
berdaya pikat retorik yang memukau, yang secara sederhana menjanjikan
keselamatan dan kebahagiaan. Seringkali hal ini diikuti dengan pemaksaan,
ketertutupan, dan pengorbanan harta dan jiwa yang tidak proporsional. Sampai
tingkat tertentu, fenomena kultus ini menjadi sangat antisosial, bahkan
menjerumuskan pengikutnya pada psikologi ”ingin mati.”
3. Pengaruh
Moderenisasi
Dampak negatif modernisasi seperti individualisme, saling acuh,
tidak adanya kepedulian sosial, hilangnya struktur kemasyarakatan yang kokoh,
dan kaburnya makna yang berlaku;
mengakibatkan masyarakat larut dalam kesepian dan kekeringan ruhani.
Keterasingan inilah yang kemudian membuat mereka tertarik pada
kultus-kultus/sekte. Sebab, keterasingan (alienasi) menimbulkan kesepian
mencekam, lalu merindukan perkawanan akrab dan hangat, serta mendambakan
penjelasan/penegasan makna hidup. Hal ini seolah menemukan salurannya dalam
sekte. Solidaritas dan kepedulian kelompok yang tinggi, serta persaudaraan yang
hangat, adalah fenomena khas yang didapati dalam semua sekte keagamaan. Pukauan
inilah yang membuat para pengikut sekte dapat begitu setia mematuhi ajaran
pemimpinnya, dengan mengabaikan akal sehat dan pendapat mayoritas. Ini berlaku
bahkan untuk mereka yang telah mengenyam pendidikan tinggi—seperti pengikut Lia
Aminuddin yang berlatar belakang jurnalis, dosen, juga para teknokrat kaya.
Alhasil, fenomena aliran sesat bukan semata disebabkan keawaman ilmu
pengetahuan/agama, tetapi lebih banyak karena hubungan dan kepedulian sosial
yang rapuh. Ahmad Moshadeq telah tobat. Lia pun telah dipenjara. Tapi bukan
berarti ancaman sosial dari sekte sesat semacam itu usai. Ia telah menjadi
bahaya laten.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata sekte berasal dari bahasa Latin “secta” yang berarti “kelompok yang
mengikuti” (sequi) dan dalam istilah Inggris disebut sects. Pada
awalnya sekte digunakan untuk aliran filsafat, agama, atau partai dengan ajaran
atau kebiasaan khusus yang menyimpang dari kelompok mayoritas. Para anggota
sekte biasanya akan memilih segi-segi tertentu dari suatu ajaran dan menolak
yang lain dari ajaran agama seluruhnya. Dalam sejarah agama-agama besar dunia,
sekte-sekte atau aliran tertentu bukan merupakan barang baru. Dalam agama Islam
antara tahun 1090 sampai 1275 ada sebuah organisasi yang bernama The Assasin
(Hasyasyin/Nizariah) yang dipimpin oleh Hasan al-Sabbagh yang bertahan kurang
lebih dua abad lamanya. Sekte ini merupakan gerakan sempalan syiah Ismailiah
yang bermarkas di Iran. Ciri khas dari sekte ini yaitu mereka mengkonsumsi
sejenis tumbuhan yang dapat menghilangkan kesadaran pemakainya sehingga berani
untuk melakukan penculikan dan pembunuhan. Begitu juga dengan agama Kristen,
pada abad pertama telah dijumpai pendeta-pendeta palsu yang menerapkan
ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran gereja. Begitu juga dengan
agama-agama lainnya seperti Yahudi, Hindu, Budha, dan lain sebagainya,
masing-masing memiliki kelompok keagamaan yang menyimpang dari ajaran agama
asalnya. Konsep
sosiologi mengenai sekte dan aliran (gerakan) kepercayaan biasanya mengacu pada
kelompok religius, kecil maupun besar, dari bentuk organisasi yang sederhana
maupun yang rumit, yang oleh anggota dan bukan anggotanya dianggap sebuah
penyimpangan dalam hubungannya dalam konteks doktrin dan budaya yang lebih
luas. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi non-pengikut, namun
berkonotasi positif bagi para pengikutnya. Sehingga penyimpangan ini merupakan
ciri khas yang tetap dipertahankan oleh masing-masing pengikut suatu ajaran (Kirkpatrick
and Shaver, 1990).
Adapun sekte-sekte yang
bermunculan tubuh islam itu sendiri diantaranya seperti sunni, syiah,
wahabbi, sufi, bahaisme, dan ahmadiyah. Yang mana
masing-masing dari sekte tersebut memiliki kepercayaan masing-masing, ajaran
masing-masing, dan aturan tersendiri yang bersifat masing-masing juga.
Selain itu pula adanya
sekte-sekte di luar islam yang diantaranya adalah Lia Aminuddin dengan
gerakannya Gerakan Taman Eden, Mushodeq, dan kemudian sekte Satria
Paningit.
Kemudian adapun faktor
penyebab mengapa terjadinya penyimpangan sekte-sekte diantaranya ialah: (1)
Adanya klaim seseorang mendapat wahyu; (2) Adanya Kultus terhadap Imam: dan (3)
Pengaruh Modernisasai.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini , menyadari bahwa
penyusun masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kedepannya semoga
artikel ilmiah berupa makalah ini dalam membahas secara mendalam, detail lagi,
dan tuntas. Maka pada artikel selanjutnya diharapkan penyusun dapat mencari
sumber-sumber jurnal Internasional maupun non-internasional yang berhubungan
dengan “Sekte-sekte Islam dan Non Islam di Luar Jawa” lebih banyak lagi dan
tentunya yang dapat dipertanggungjawabkan . Dan dapat menguasi Program Mendely
juga dapat mentransliterasikan kepada kami semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Barrett, J. L. and Lanman, J. A. (2008) ‘The science of
religious beliefs’, Religion. doi: 10.1016/j.religion.2008.01.007.
Botero, C. A. et al. (2014) ‘The ecology of religious
beliefs’, Proceedings of the National Academy of Sciences. doi:
10.1073/pnas.1408701111.
Commins, D. (2006) ‘The Wahhabi Mission and Saudi Arabia’, I.B.Tauris.
doi: 10.5860/CHOICE.44-1754.
Khalili, E. (2016) ‘Sects in Islam: Sunnis and Shias’, International
Academic Journal of Humanities.
Kirkpatrick, L. A. and Shaver, P. R. (1990) ‘Attachment
Theory and Religion: Childhood Attachments, Religious Beliefs, and Conversion’,
Journal for the Scientific Study of Religion. doi: 10.2307/1386461.
Kosher, H. and Ben-Arieh, A. (2017) ‘Religion and subjective
well-being among children: A comparison of six religion groups’, Children
and Youth Services Review. Elsevier Ltd, 80, pp. 63–77. doi:
10.1016/j.childyouth.2017.06.049.
Martinovic, B. and Verkuyten, M. (2016) ‘Inter-religious
feelings of Sunni and Alevi Muslim minorities: The role of religious commitment
and host national identification’, International Journal of Intercultural
Relations. doi: 10.1016/j.ijintrel.2016.02.005.
Platzdasch, B. (2011) ‘Religious Freedom in Indonesia : The
Case of the Ahmadiyah’, ISEAS Working Paper: Politics & Security Series.
Wagemakers, J. (2012) ‘The enduring legacy of the second
Saudi State: Quietist and radical wahhabi contestations of al-wal̄wa-l-barā’, International
Journal of Middle East Studies. doi: 10.1017/S0020743811001267.
Zulkarnain, F. (2014) ‘Fenomena Madzhab dan Sekte-sekte di
Indonesia: Sebuah Studi Medan Dakwah’, Jurnal Ilmu Dakwah, 6(1), p. 41.
doi: 10.15575/jid.v6i1.326.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar