Iklan

Jumat, 13 Juli 2018

Jurnal Pendidikan Nilai Kesabaran dalam Kisah Nabi Zulkifli AS

PENDIDIKAN NILAI KESABARAN DALAM KISAH NABI ŻULKIFLI


Muhammad Satria Ramadhan


Abstrak
Seseorang yang telah ditetapkan oleh Allah untuk menjadi nabi dan rasul tentunya merupakan hamba yang terbaik, sabar dan saleh. Nabi Żulkifli merupakan nabi yang telah diutus Allah karena kesabaran yang dimilikinya. Disaat Beliau mendapatkan cobaan yang diberikan Allah, tidak pernah sedikitpun ia mengeluh. Nabi Żulkifli malah lebih mendekatkan dirinya dengan penuh keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Kisah kesabaran yang dimiliki Nabi Żulkifli telah diabadikan dalam Alquran pada surat Al-Anbiya’ ayat 85-86 dan surat Ṣad ayat 48. Kesabaran yang dimiliki Nabi Żulkifli disuatu saat membuatnya menjadi seorang raja. Seperti apa yang diucapkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq bahwa semua keturunannya akan menjadi pemimpin serta panutan bagi semua kaumnya. Allah telah mengangkat Nabi Żulkifli sebagai Nabi dan Rasul setelah beberapa hari menjadi raja menggantikan raja Ilyasa. Ia memenuhi segala janjinya sebagai raja, dan Allah memberikannya ujian, melalui setan yang berkeinginan untuk menggoyahkan iman dan ketakwaannya. Hikmah dari sifat sabar tersebut adalah agar manusia dapat mengenal Allah lebih dekat, tidak kufur dengan nikmat Allah, sifat sabar dapat membersihkan hati,sabar sebagai obat dan sikap sabar juga mendapatkan pahala yang besar dari Allah. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka sifat sabar sangat penting karena sikap sabar merupakan pengokoh segala urusan di dunia dan mengajak manusia agar menanamkan kesabaran tersebut dalam pribadi masing-masing.
Kata Kunci : Pendidikan, nilai, kesabaran

BAB I
PENDAHULUAN
Tidak diragukan lagi hidup ini laksana gelombang, turun-naik, lapang-sempit, mudah-susah, dan sebagainya. Dua warna hidup ini datang silih berganti. Bagi orang-orang yang tidak beriman, datangnya nikmat membuat mereka sombong, dan datangnya kesusahan membuat mereka frustasi. Berbeda dengan orang-orang mukmin, dengan senjata syukur dan sabar, mereka selalu ada dalam kebaikan. Syukur dan sabar selalu menyertai hidup seorang mukmin. Ketika seseorang selalu mensyukuri nikmat Allah, dia akan diberi tambahan nikmat oleh Allah.
Setiap orang di dunia ini mempunyai masalah yang berbeda-beda. Tapi masalah apapun itu merupakan pemberian Allah untuk semua makhluknya. Allah memberikan ujian kepada manusia dalam bentuk yang berbeda-beda. Ujian yang diberikan kepada manusia ada yang menganggap sebagai masalah tetapi ada juga yang menganggap ujian tersebut sebagai suatu nikmat dari Allah SWT. Dalam menyikapi masalah tersebut,ada yang justru bertambah ketaqwaannya kepada Allah,ada juga yang semakin jauh kepada Allah. Mereka yang menganggap masalah tersebut sebagai rahmat dari Allah, akan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah karena menganggap ujian tersebut merupakan bukti kasih sayang Allah kepada hambanya. Tetapi mereka yang menganggap masalah tersebut sebagai ujian dari Allah sering kali berfikir pendek karena tidak sanggup melewatinya. Padahal setiap Allah memberikan ujian kepada hambanya, Allah telah mengukur kemampuan hambanya masing-masing.
Satu sikap yang penting dalam menjaga iman adalah sabar. Kesabaran merupakan pengokoh segala urusan di dunia. Abdullah bin Alawy Al-Haddad Al-Husaini menyatakan dalam bukunya yang berjudul Sentuhan-Sentuhan Sufistik Penuntun Jalan Akhirat bahwasanya kesabaran merupakan pengokoh segala urusan di dunia ini, kesabaran merupakan suatu akhlaq yang mulia (Anwar, 1999:185).
Gambaran ideal tentang sabar dapat diperoleh dari kisah Nabi Żulkifli, yang tertulis namanya dalam kitab suci Alquran. AlQuran menyebut nama itu dua kali; dalam surat al-Anbiya dan Ṣad. Di antaranya ia disebut bersama-sama dengan Nabi Idris dan Nabi Ismail. Hal ini menunjukkan bahwa seperti kedua nabi tersebut, Żulkifli adalah seorang yang berpengaruh dan berkelimpahan. Dan seperti mereka, Żulkifli pun mengalami berbagai cobaan dan kemalangan yang harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketabahan.
Nabi Żulkifli mendapat ujian dari Allah yang bertubi-tubi. Nabi Żulkifli selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada beliau. Ketika Nabi Żulkifli dalam keadaan yang berkecukupan, beliau senantiasa bersyukur kepada Allah dan ketika beliau mendapat ujian dari Allah, ujian tersebut dianggap sebagai nikmat dari Allah. Karena sebagai hamba yang taat kepada Allah, Nabi Żulkifli mengenali Rab-Nya dengan baik dan benar dengan cara selalu mensyukuri nikmat yang senantiasa Allah berikan kepada hamba-hambanya.
BAB II
KAJIAB TEORI
A.    Pendidikan
1.      Pengertian Pendidikan
Menurut Noeng Muhajir sebagaimana dikutip oleh Suwarno (2006: 19), pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan merupakan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan katalain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atasa dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (Indar, 1994: 16).

Di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinyasehingga memiliki kkekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Suwarno, 2006: 21).
2.      Aliran-aliran pendidikan
Terdapat empat aliran pendidikan yang mana keempat aliran tersebut mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang pendidikan:
a.       Aliran empirisme
Kata empirisme berasal dari kata ‘empiris’ yang berarti pengalaman. Tokoh aliran ini adalah John Locke, seorang filsuf bangsa Inggris yang berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (Tabula Rasa) yang belum ada tulisan diatasnya. Jadi John Locke berpendapat bahwa anak dilahirkan ke dunia ini tanpa pembawaan. Menurut teori empirisme, pendidikan adalah maha kuasa dalam membentuk anak didik menjadi apa yang diinginkannya (Jumali dkk, 2008: 126).
Teori empirisme ini menganggap bahwa pendidikan hanya dapat diperolah dari lingkungan yang ada disekitar. Yang dimaksud dengan lingkungan yaitu lingkungan hidup maupun lingkungan tak hidup yang berpengaruh besar terhadap pendidikan dan perkembangan anak.
b.       Aliran nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menentukan hasil perkembangannya (Purwanto, 2006: 59).
Dalam hubungannya dengan pendidikan, aliran ini berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan ditetntukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak kelahirannya. Lingkungan tidak berpengaruh sama sekali terhadap pendidikan dan perkembangan anak itu. Aliran ini juga berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan dengan perkembangan anak didik. Dengan kata lain aliran nativisme merupakan aliran pesimisme dalam pendidikan. Berhasil tidaknya perkembangan anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki oleh anak didik (Jumali dkk, 2008: 126).
c.       Aliran naturalisme
Aliran ini hampir sama dengan nativisme yang berpendapat bahwa pada hakikatnya semua anak sejak dilahirkan adalah baik. Teori yang dikemukakan oleh J. J Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak ada seorangpun anak yang lahir dengan pembawaan buruk (Jumali dkk, 2008: 127).
d.      Aliran konvergensi
Hukum ini berasal dari ahli ilmu jiwa Jerman, bernama William Stern. Ia berpendapat bahwa faktor pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia (Purwanto, 2006: 60). Menurutnya, teori empirisme dan nativisme masing-masing terlalu berat sebelah. Kedua-duanya mendukung kebenaran dan juga ketidakbenaran. Menurut teori konvergensi baik pembawaan maupun lingkungan kedua-duanya mempunyai pengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Hasil perkembangan dan pendidikan bergabung pada kecilnya pembawaan serta situasi lingkungan (Jumali dkk, 2008: 128).



Jadi, menurut teori konvergensi perkembangan manusia bukan karena hasil dari pembawaan saja melainkan juga lingkungan yang menentukan hasil pendidikan tersebut. Selain itu kemampuan atau aktivitas seseorang itu sendiri juga menentukan hasil dari pendidikan dan perkembangan manusia. Dengan begitu teori konvergensi menggabungkan antara pembawaan dan lingkungan serta aktivitas manusia itu sendiri.
B.     Nilai
1.      Pengertian Nilai
Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif (Kuperman, 1983). Penekanan utama definisi ini pada faktor eksternal yang mempengaruhi prilaku manusia. Pendekatan yang melandasi definisi ini adalah pendekatan sosiolgis. Penegakan norma sebagai tekanan utama dan terpenting dalam kehidupan sosial akan membuat seseorang menjadi tenang dan membebaskan dirinya dari tuduhan yang tidak baik (Sauri, Pd, & Dewey, 1992).
Dalam Ensyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation dengan tiga bentuk:
a.       Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang sempit seperti baik, menarik dan bagus. Dalam pengertian yang luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
b.      Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c.       Nilai digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi. (Bachtiar, 2013: 164).

2.      Teori tentang nilai
a.       Etika
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia yang lain (Bakhtiar, 2013: 165).
b.      Estetika
Secara etimologi estetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu: aistheta, yang diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat ditanggapi dengan indra). Pada umumnya aisthe dioposisikan dengan noeta, dari akar kata noein, nous, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan pikiran. Estetika menurut Kattsoff dalam buku Element of Philosophy, adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni, sedangkan menurut William Haverson dalam buku Estetika Terapan, estetika adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-nilai nonmoral suatu karya seni.
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Dalam dunia pendidikan nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembangan pendidikan.
C.     Kesabaran
1.      Pengertian sabar
Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan bahwa sabar artinya menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati. Ia juga berarti ketabahan. Selain itu, ia menjelaskan bahwa kesabaran secara umum dibagi menjadi dua. Pertama, sabar jasmani yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh seperti sabar dalam menunaikan ibadah haji yang menyebabkan keletihan. Termasuk pula, sabar dalam menerima cobaan jasmaniyah seperti penyakit, penganiayaan dan sebagainya. Kedua, sabar rohani menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat mengantar kepada kejelekan semisal sabar dalam menahan amarah, atau menahan nafsu seksual yang bukan pada tempatnya (Yusuf, Kahfi, & Ibala, 2018).
2.      Keutamaan sabar
Allah menyebutkan orang-orang yang sabar dengan berbagai sifat dan menyebutkan kesabaran di dalam Al Qur‟an lebih dari sembilan puluh tempat. Bahkan Allah menambahkan keterangan tentang sejumlah derajat yang tinggi dan kebaikan, dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 96 yang berbunyi:
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ ۖ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang selalu bersikap sabar dalam menghadapi semua yang diberikan oleh-Nya dengan pahala yang yang melebihi dari apa yang mereka perbuat dan mereka kerjakan di dunia.
3.      Macam-macam kesabaran
Sabar mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Sifat sabar yang dimiliki manusia akan menahan mereka dari segala hal yang buruk, karena sifat sabar mempunyai keterkaitan dengan sifat baik lainnya. Menurut Anwar (1999: 187) terdapat empat macam kesabaran di antaranya:


a.       Sabar dalam menjalani ketaatan
Kesabaran semacam ini dapat diperoleh manusia secara lahir dan batin. Secara lahiriah, seseorang harus selalu mengerjakan ketaatan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan ketentuan syara‟. Sedangkan secara batiniah, ia harus ikhlas dan menghadirkan hati ketika sedang mengerjakan ketaatan. Kesabaran ini akan mengingatkan seseorang akan janji-janji Allah, berupa pahala yang disiapkan bagi hamba-hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat yang mengerjakan ketaatan. Siapa saja selalu menjalani kesabaran seperti ini akan sampai pada derajat kedekatan dengan Allah. Di sanalah ia akan merasakan nikmatnya ketaatan. Jadi dalam kaitannya dengan hal ini, sabar berkaitan dengan sifat ikhlas. Ikhlas dalam menjalankan perintah dari Allah dan juga ikhlas dalam menjauhi larangan Allah.
b.      Kesabaran dalam menjauhi kemaksiatan
Sebagaimana kesabaran jenis pertama, kesabaran ini pun dapat diperoleh melalui lahir batin seseorang. Melalui lahirnya, seseorang harus senantiasa meninggalkan dan menjauhi kemaksiatan. Sedangkan melalui batinnya, ia tidak boleh memberikan kesempatan kepada jiwanya untuk memikirkan dan cenderung kepada kemaksiatan. Sebab, dosa awalnya adalah bisikan jiwa.
c.       Kesabaran dalam mengingat dosa-dosa terdahulu
Bila kesabaran ini dapat melahirkan perasaan takut dan menyesal, maka kerjakanlah, namun bila tidak sebaiknya tinggalkanlah. Kesabaran ini akan mengingatkan seseorang akan ancaman-ancaman Allah yang dipersiapkan bagi hamba-hamba-Nya yang mengerjakan kemaksiatan, yakni siksaan, baik di dunia dan di akhirat. Siapa saja selalu menjalani kesabaran maka Allah akan memuliakannya.   


d.      Kesabaran menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan
Kesabaran jenis ini terbagi dalam dua macam. Pertama, hal-hal yang tidak diinginkannya itu langsung datang dari Allah tanpa perantara lagi, seperti sakit, hilangnya harta benda, dan kematian keluarga. Seperti halnya kesabaran di atas, kesabaran ini dapat diperoleh melalui lahir batin seseorang. Melalui lahirnya seseorang harus meninggalkan kebiasan mengeluh atas penderitaan yang diterimanya, sedangkan melalui batinnya ia tidak boleh mengadu kepada sesama makhluk Allah dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syara’. Kedua, hal-hal yang diinginkannya itu datang dari makhluk seperti meyakiti badan, menyinggung perasaan dan merampas harta benda

BAB III
PEMBAHASAN
A.    Kisah nabi Żulkifli
Allah berfirman “Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Żulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang salih. (QS. al-Anbiya’: 85-86)
Diriwayatkan dalam Qaṣaṣ al-Anbiya’, karya ar-Rawandi, dengan sanad sampai kepada Nabi , beliau bersabdaSesungguhnya Żulkifli adalah seorang laki-laki dari Haḍramaut, dan namanya adalah ‘Uwaidiya bin Idrim.
Tatkala Ilyasa’ as telah lanjut usia, dia berkata, “Sesungguhnya aku akan menunjuk seorang laki-laki sebagai penggantiku yang bekerja untuk orang-orang pada masa hidupku, maka perhatikanlah bagaimana dia bekerja.” Kemudian dia mengumpulkan orang-orang seraya berkata kepada mereka, “Siapakah yang mau menerima dariku tiga syarat, niscaya aku akan menunjuknya sebagai penggantiku sepeninggalku? Yaitu: terus-menerus berpuasa pada siang hari, terus-menerus mengerjakan qiyamul lail (ṣalat tahajud), dan tidak pernah marah.”
Maka berdirilah seorang laki-laki (Żulkifli) yang dipandang rendah oleh orang banyak, dia berkata, “Aku,” dan dia adalah seorang nabi yang biasa memecahkan perkara orang banyak pada awal siang.
Iblis berkata kepada para pengikutnya, “Siapakah yang akan menggodanya?” Maka salah seorang dari mereka yang bernama ‘Abyaḍ’ berdiri seraya berkata, “Aku.” Iblis berkata, “Kalau begitu, pergilah kamu kepadanya barangkali kamu dapat membuatnya marah.”
Kemudian pada tengah hari, Abyaḍ datang kepada Żulkifli, sementara Żulkifli telah berbaring di tempat tidurnya, Abyaḍ berteriak, “Sesungguhnya aku adalah orang yang dizalimi.” Żulkifli berkata, “Katakanlah kepadanya agar dia (lawanmu) datang kemari.” Abyaḍ berkata, “Aku tidak akan pergi.” Maka Żulkifli memberikan cincinnya seraya berkata kepadanya, “Pergilah dan bawalah cincin ini kepada lawan perkaramu!” Maka Abyaḍ pergi. Akan tetapi, pada keesokan harinya, dia datang pada waktu yang sama (tengah hari) dan Żulkifli telah berbaring di tempat tidurnya, dia berteriak, “Sesungguhnya aku adalah orang yang dizalimi, sedangkan lawanku itu tidak mau menoleh kepada cincinmu.”
Maka penjaga pintu rumah Żulkifli berkata kepadanya, “Celakalah kamu, tinggalkanlah dia (Żulkifli) karena sesungguhnya dia belum tidur sejak semalam dan tidak pula pada sore harinya.”
Abyaḍ menjawab, “Aku tidak akan membiarkannya tidur karena aku adalah orang yang dizalimi.” Maka penjaga pintu rumah Żulkifli masuk dan memberitahukan hal itu kepada Żulkifli. Kemudian Żulkifli menuliskan untuknya sebuah surat dan menstempelnya, lalu dia menyerahkan surat itu kepada orang tersebut (Abyaḍ).
Akan tetapi, pada keesokan harinya, Abyaḍ kembali mendatangi Żulkifli, sementara Żulkifli telah berbaring di tempat tidurnya, lalu dia berteriak sambil berkata, “Dia (lawanku) tidak mau mengindahkan sedikit pun suratmu.” Abyaḍ terus-menerus berteriak sampai kemudian Żulkifli bangun dan menggandeng tangannya pada hari yang sangat panas; yang seandainya sepotong daging diletakkan di bawah terik matahari itu, niscaya ia akan matang. Tatkala Abyaḍ melihat hal itu, maka dia melepaskan tangannya dari tangan Żulkifli karena berputus asa untuk dapat membuatnya marah.
Kemudian Allah menurunkan kisahnya itu kepada Nabi-Nya agar dia bersabar, sebagaimana para nabi yang lainnya ṣalawatullahi ‘alaihim bersabar terhadap cobaan. 
Diriwayatkan dari Abdul Aẓim al-Hasani, dia berkata, “Aku pernah mengirim surat kepada Abu Ja’far aṡ-Ṡani as tentang Żulkifli, siapakah namanya dan apakah dia itu termasuk dari kalangan para rasul? Maka Abu Ja’far aṡ-Ṡani as menuliskan dalam jawaban suratnya itu, “Sesungguhnya Allah mengutus seratus dua puluh empat ribu orang nabi, diantara mereka tiga ratus tiga belas pria menjadi rasul. Sedangkan Żulkifli ṣalawatullahi ‘alaih termasuk salah seorang di antara mereka. Żulkifli diutus setelah Sulaiman, dan dia menyelesaikan masalah-masalah masyarakat sebagaimana Daud as. Dia tidak pernah marah kecuali karena Allah, sedangkan namanya adalah ‘Uwaidiya.”
Syaikh aṭ-Ṭabarsi berkata, “Adapun Żulkifli, maka terdapat perselisihan pendapat berkenaan dengannya. Sebagian ulama berpendapat bahwasanya dia seorang laki-laki yang salih dan bukan seorang nabi. Akan tetapi, dia menjamin (berjanji) kepada seorang nabi untuk terus-menerus berpuasa pada siang hari dan mengerjakan qiyamul lail (salat tahajud), tidak akan pernah marah, dan bekerja dengan kebenaran, lalu dia pun memenuhi janjinya itu. Maka Allah rela terhadapnya, dan jadilah dia seorang nabi. Dia dinamakan “Żulkifli yang berarti: orang yang lemah. Dia mendapatkan pahala orang lain yang berada di masanya karena kemuliaan amalnya.”
Aṡ-Ṡa’labi dalam al-’Ara’is menyebutkan:
Sebagian ulama mengatakan bahwa Żulkifli adalah Basyar bin Ayyub aṣ-Ṣabir (seorang yang amat penyabar) ‘alaihimas salam (semoga Allah melimpahkan salam kesejahteraan kepada keduanya), Allah mengutusnya sepeninggal ayahnya sebagai seorang rasul kepada bangsa Romawi, lalu mereka beriman kepadanya. Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk berjihad, tetapi mereka enggan.

Mereka berkata, “Wahai Basyar, sesungguhnya kami mencintai kehidupan dan membenci kematian, tetapi meskipun demikian kami tidak suka untuk durhaka kepada Allah dan rasul-Nya. Oleh karena itu, hendaklah kamu memohon kepada Allah agar Dia memanjangkan umur kami dan tidak mematikan kami kecuali jika kami menghendakinya. Sehingga, kami dapat beribadah kepada-Nya dan memerangi musuh-musuh-Nya.”
Basyar (Żulkifli) berkata kepada mereka, “Sungguh, kalian telah meminta kepadaku sesuatu yang besar.”
Namun Basyar berdiri dan mengerjakan salat, kemudian dia berdoa, “Wahai Tuhanku, Engkau telah memerintahkanku untuk memerangi musuh-musuh-Mu, dan Engkau tahu bahwasanya aku tidak dapat menguasai kecuali diriku, dan sesungguhnya kaumku telah meminta kepadaku apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Oleh karena itu, janganlah Engkau menghukumku karena kesalahan orang lain selain diriku.”
Allah mewahyukan kepadanya, “Sesungguhnya Aku telah mendengar perkataan kaummu, dan sesungguhnya Aku telah memberikan kepada mereka apa yang telah mereka minta dari-Ku. Oleh karena itu, mereka tidak akan mati kecuali jika mereka menghendakinya, maka jadilah kamu penjamin (kafil) mereka dari-Ku.” Kemudian Basyar menyampaikan kepada mereka risalah Allah itu, maka karena itulah dia dinamai “Żulkifli (yakni orang yang menjamin).
Kemudian mereka beranak-pinak dan jumlah mereka menjadi sangat banyak. Jumlah mereka terus berkembang sehingga negeri mereka menjadi sempit karena banyaknya jumlah mereka, kehidupan mereka pun menjadi terganggu, dan mereka sudah tidak lagi nyaman karena banyaknya jumlah mereka itu. Maka mereka meminta kepada Basyar agar berdoa kepada Allah supaya mengembalikan mereka kepada ajal mereka (yang telah ditentukan). Allah mewahyukan kepada Basyar, “Apakah kaummu itu tidak mengetahui bahwa pilihan-Ku untuk mereka itu adalah lebih baik daripada pilihan mereka untuk diri mereka sendiri?”
Kemudian Allah mengembalikan mereka kepada ajal mereka (yang telah ditentukan bagi mereka), maka mereka pun meninggal dunia sesuai dengan ajalnya masing-masing.
Oleh karena itu, bangsa Romawi itu sangat banyak jumlahnya sehingga dikatakan bahwa lima dari setiap enam penduduk penduduk dunia itu adalah bangsa Romawi. Mereka dinamakan “Rum’ (Romawi) karena dinisbatkan kepada kakek mereka, yaitu Rum bin Aiṣ bin Iṣaq bin Ibrahîm, dan Basyar bin Ayyub tinggal di Syam sampai meninggal dunia, sedangkan umurnya adalah sembilan puluh lima tahun.”
As-Sayid Ibn Ṭawus berkata di dalam Sa’d as-Sa’ud:
Diriwayatkan bahwasanya Żulkifli telah menjamin kepada Allah bahwasanya dia tidak akan marah kepada kaumnya, maka dia dinamai “Żulkifli (orang yang memberi jaminan). Dalam riwayat yang disebutkan bahwasanya dia menjamin kepada seorang nabi di antara nabi-nabi bahwasanya dia tidak akan marah. Maka Iblis mengerahkan segala usahanya untuk membuatnya marah, tetapi dia tidak berhasil. Oleh karena itu, dia dinamai Żulkifli’ karena dia mampu memenuhi janjinya kepada nabi pada zamannya itu untuk tidak marah.”
B.     Pendidikan Nilai Kesabaran dalam Kisah Nabi Żulkifli
Kesabaran yang benar adalah kesabaran tanpa batas. Sabar memang sebuah kondisi yang sering kali sulit untuk dijangkau dengan sifat manusia yang dinamis. Saat keimanan sedang menggumpal tebal di dada, kesabaran akan lebih mudah dijangkau, namun sebaliknya saat keimanan sedang berada dalam kondisi yang sedikit goyah, maka kesabaran pun bisa menjadi sesuatu yang berat untuk diupayakan. Oleh sebab itu kiranya sikap sabar mesti senantiasa kita latihkan pada diri sendiri di setiap saat dalam segala hal.
Allah akan menguji hambanya dengan perintah jihad dan beban agama yang lain supaya diketahui mana yang sabar dan mana yang tidak sabar. Orang yang bersabar dalam menghadapi kezaliman sehingga tidak melakukan pembalasan dan memaafkan orang yang menganiaya, maka perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang luhur.
Sifat sabar merupakan sifat yang sangat mulia, karena dari sifat sabar tersebut, Allah memberikan pahala yang sangat besar bagi orang-orang yang mempunyai sifat sabar tersebut. Dan Allah akan menolong hambanya yang senantiasa bersabar dalam segala hal. Selain itu Allah akan memasukkan orang-orang yang sabar ke dalam golongan orang-orang yang saleh.
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna, karena Allah telah melengkapi manusia dengan akal pikiran. Namun dengan akalnya yang terbatas manusia senantiasa berselisih, mendengki, bermusuhan, dan bertikai sehingga tidak mampu membuat pedoman hidup yang dapat membawa mereka bahagia di dunia dan akhirat. Itulah sebabnya Allah mengutus para Rasul untuk memperbaiki kehidupan umat manusia dan membimbing hamba-Nya yang lain menuju jalan yang diriḍoi-Nya. Tugas mereka sangat berat dan hanya hamba-hamba Allah terpilih saja yang sanggup melakukan hal tersebut atas izin-Nya. Kesabaran dan ketabahan sangat dibutuhkan dalam menyampaikan risalah tauhid. Nabi Żulkifli telah dianugerahi kesabaran yang luar biasa oleh Allah, kesabarannya tersebut bahkan membuat Iblis putus asa.
Nilai kesabaran yang telah nabi Żulkifli ajarkan kepada kita merupakan sebuah cerminan ciri orang yang bertaqwa kepada Allah. Kesabaran yang baik adalah kesabaran yang bersih dari sikap marah-marah, keluh kesah, dan mengadu kepada makhluk, serta menjadikan dirinya mengadu kepada Allah, memohon pertolongan kepada-Nya terhadap hal itu, dan tidak bersandar kepada kemampuannya. Hal ini serupa dengan kesabaran nabi Żulkifli yang tidak mengadu kepada makhluk, melainkan hanya kepada Allah. Dalam kisah tersebut terkandung beberapa pesan yang berhubungan dengan pendidikan nilai kesabaran, diantaranya yaitu:
a.       Penanaman sikap menghamba kepada Allah
Dalam Alquran surat Ad-Żariyat ayat 56 dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dan jin untuk beribadah dan bukan untuk menyembah kepada selain-Nya. Karena Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Wujud menghamba kepada Allah adalah melakukan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, seperti melaksanakan ṣolat, zakat, puasa, dan haji.

b.      Sikap ketergantungan kepada Allah bukan kepada makhluk
Allah merupakan tempat bergantung semua makhluk. Tidak ada yang dapat menandingi kekuasaan-Nya dalam memperoleh apapun. Allah sendiri mensifati diri-Nya sebagai tempat bergantung segala sesuatu. Bergantung kepada Allah dalam semua perkara, seperti berdoa, meminta pertolongan, memohon petunjuk, menaruh harapan, menyerahkan urusan, bertaubat, sampai dalam perkara-perkara yang remeh. Hal ini serupa dengan yang dialami oleh nabi Zulkifili ketika beliau diminta oleh kaumnya untuk memohon kepada Allah atas kemenangan kaumnya dalam berperang. Nabi Żulkifli hanya meminta dan memohon kepada Allah bukan kepada makhluk lain.
Dalam kehidupan, manusia merupakan makhluk sosial yang yang tidak dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu, maka kita harus bergantung sepenuhnya hanya pada Allah. Dan apabila kita telah benar-benar hanya bergantung kepada Allah, maka berarti kita tidak akan pernah meminta sedikit pun kepada selain Allah. Karena hanya Allah yang Maha Mengetahui semua kebutuhan kita.
Saat ini masih banyak masyarakat yang membutuhkan pertolongan dan menyandarkan penyelesaiannya melalui seorang dukun atau orang pintar lainnya yang dipercaya dapat membantu menyelesaikan masalah. Perbuatan tersebut berpotensi syirik dalam artian mempersekutukan Allah dengan makhluk lain. Padahal Allah adalah jalan keluar dari setiap permasalahan.
Tidak ada jalan pintas di dunia ini untuk mencapai kesuksesan. Mengharapkan bantuan kepada selain Allah adalah perbuatan keliru. Karena pada hahikatnya satu-satunya penolong adalah Allah, meskipun pertolongan-Nya bisa melalui tangan atau perantara makhluk-Nya. Karena itu cukuplah Allah yang menjadi penolong kita dalam semua masalah, tempat mengadu dan memohon pertolongan (Zainudin, 2012: 113).


c.       Sikap selalu berusaha terhadap pencapaian keinginan
Kehidupan manusia tidak lepas dari kesulitan-kesuliatan yang merupakan cobaan dan ujian dari Allah. Menghindari cobaan tersebut manusia harus sabar dengan cara menerima cobaan tersebut tanpa keluh kesah dan kemudian tetap berusaha menghadapi kesulitan tersebut tanpa putus asa. Seperti dalam kisah Nabi Żulkifli ketika beliau mendapat musibah yakni godaan Iblis yang mengganggunya berulang kali, beliau tetap berusaha sabar dalam menghadapi godaan tersebut.
Kesabaran bukanlah kepasrahan terhadap segala sesuatu yang sulit untuk dilaksanakan atau diinginkan, kesabaran juga tidak pernah menutup manusia untuk berusaha mengeluarkan segala kemampuan yang dia miliki, melainkan kesabaran adalah sifat yang membuat manusia agar mempunyai jiwa yang giat berusaha dan tidak mengenal putus asa.
Allah menyuruh kita untuk berusaha terlebih dahulu dalam menginginkan apa-apa yang kita inginkan. Tanpa usaha dan ikhtiar tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan. Allah bisa saja menyembuhkan segala macam penyakit yang diderita Nabi Ayyub, Allah bisa saja memusnahkan Fir’aun dan tentaranya tanpa peringatan nabi Musa, semua hanya dengan mengucap kun fayakun, tetapi Allah mengajarkan kepada kita untuk berusaha semaksimal mungkin yang kita bisa dan perlunya usaha manusia untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan.

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Nilai kesabaran yang telah nabi Żulkifli ajarkan kepada kita merupakan sebuah cerminan ciri orang yang bertaqwa kepada Allah. Kesabaran yang baik adalah kesabaran yang bersih dari sikap marah-marah, keluh kesah, dan mengadu kepada makhluk, serta menjadikan dirinya mengadu kepada Allah, memohon pertolongan kepada-Nya terhadap hal itu, dan tidak bersandar kepada kemampuannya. Hal ini serupa dengan kesabaran nabi Żulkifli yang tidak mengadu kepada makhluk, melainkan hanya kepada Allah. Tidak ada jalan pintas di dunia ini untuk mencapai kesuksesan. Mengharapkan bantuan kepada selain Allah adalah perbuatan keliru. Karena pada hahikatnya satu-satunya penolong adalah Allah, meskipun pertolongan-Nya bisa melalui tangan atau perantara makhluk-Nya. Karena itu cukuplah Allah yang menjadi penolong kita dalam semua masalah, tempat mengadu dan memohon pertolongan.
B.     Saran
Jurnal ini merupakan suatu ajakan kepada para pembaca khususnya penulis untuk menanamkan sikap sabar dalam diri masing-masing. Bagi seseorang yang sedang ditimpa musibah, sikap sabar sangat dibutuhkan karena Allah akan memberikan nikmat yang tidak terduga pada hambanya yang mampu bersabar dalam menghadapi cobaan tersebut. Bagi seseorang yang sedang berjuang menuntut ilmu, sikap sabar juga sangat diperlukan karena ilmu yang diperoleh dengan kesabaran akan membuahkan hasil yang tidak terkira nikmatnya.




DAFTAR PUSTAKA

Al Jazairi, Ni’matullah. 2007. Dari Adam AS Hingga Isa AS. Jakarta: Lentera.
Anwar, Rosihan. 1999. Sentuhan-Sentuhan Sufistik Penuntun Jalan Akhirat. Bandung: Pustaka Setia.
Bachtiar, Amsal. 2014.Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Press.
Indar, Djumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya: Karya Abditam.
Jumali dan Surtikanti. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah Univercity Press.
Purwanto, Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar ruzz.
Sauri, O. H. S., Pd, M., & Dewey, M. J. (1992). Nilai dalam Perspektif Islam, 2–3.
Yusuf, M., Kahfi, D., & Ibala, M. A. (2018). Sabar dalam Perspektif Islam dan Barat, 1(2).
Zainudin, Akbar. 2012. Hasanah Dunia Akhirat Rahasia Sukses Berdasarkan Energi Do'a Sapu Jagat. Bandung: Mizan Media Utama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammadﷺ menjadi Rasul

Peristiwa Diangkatnya Nabi Muhammad ﷺ menjadi Rasul Ketika usia Rasulullah ﷺ telah mendekati 40 tahun, beliau lebih senang mengasingkan ...